Chapter 23

51.2K 3.7K 24
                                    

Selamat membaca teman-teman

¥¥¥¥¥¥

Suara rintik hujan di luar jendela membuat tidur Dante terganggu. Kelopak matanya terbuka, pandangannya jatuh pada gadis bersurai coklat yang masih tidur mendekapnya, menyandarkan kepala di atas tubuhnya.

Dante memejamkan matanya sejenak, sebelum akhirnya melempar tubuh ramping itu ke lantai kamarnya tanpa sedikit saja rasa kasihan.

BRUG

"Akh." Alice mengerang keras, memegangi pantatnya yang sungguh sangat sakit. "Ish ..."

"Dante!" Alice berteriak.

Dante memandangnya acuh. Bangkit dari ranjangnya, menyisir rambutnya ke belakang. Menendang kaki Alice agar menyingkir dari jalannya.

"Keluar dari kamarku." Titah Dante, kakinya ia bawa menuju kamar mandi.

Alice berdecih, bangkit dari lantai. Mendorong punggung kekar dan keras itu sebagai balasan. Tapi sayangnya, Dante tak limbung sedikitpun, tubuhnya masih berdiri tegak. Ia lantas berbalik, menatap gadis itu tajam.

"Apa yang kau lakukan?" Gigi Dante menggertak keras.

"Wle." Alice malah memeletkan lidahnya, mengejek. Mengangkat kedua jari telunjuknya ke depan bergantian. "Satu. Satu."

"Bye, Tuan Dante!" Alice melambaikan satu tangannya, kakinya mundur perlahan, bibirnya terukir senyum penuh arti.

"TADI MALAM AKU MEMAKAN PUTINGMU!"

Setelah mengatakan itu, Alice langsung berlari kocar-kacir di iringi tawa kencang. Membuka pintu dan keluar dari kamar Dante secepat kilat sebelum ia kena banting lagi.

BRAK

Dante mendelik, mengusap dadanya dengan kasar. Menghilangkan jejak air liur gadis itu yang mungkin saja masih tertinggal di tubuhnya. "Sialan. Dasar gadis gila itu!"

_____________

Alice terduduk tenang di depan kaca, mematut-matut penampilannya yang terasa seperti anak kecil. Yaitu dengan kaos putih ketat dan celana jeans sepaha. Tampak sekali ia tak bisa beradu fashion dengan para teman-teman sebayanya yang sering memakai pakaian sexy.

Tangannya bergerak, menyentuh payudara dan pantatnya yang kecil. Mulutnya mendesah kasar. "Kenapa tidak besar seperti yang lain?"

Alice menghembuskan napas. Membawa kaki jenjangnya keluar dari kamar. Sedikit terkejut, menemukan seorang Dante yang tengah berdiri menjulang di hadapannya dengan setelan jas hitam rapih.

"Ayo ikut aku!" Tangannya di tarik Dante kasar untuk menuruni anak tangga.

"Kita mau kemana?" Tanya Alice bingung, mengikuti langkah lebar pria yang menariknya.

Dante meliriknya sekilas. "Menghukummu."

Mata Alice melotot tidak percaya. "Menidurkanmu memangnya sebuah kesalahan?"

"Salah!" Dante menyentak tangan Alice ketika mereka sudah berada di belakang mansion. Tempat terbuka hijau, dimana terdapat Adam dan lima bawahan Dante tengah berdiri memegang beberapa senjata laras panjang dan juga koper hitam.

"Berdiri di sana sekarang!" Dante menunjuk dengan dagunya sebuah pohon besar yang terletak tak jauh dari posisi mereka.

Netra coklat Alice mengikuti arah pandang Dante. Keningnya mengerut bertanya-tanya. "Untuk apa aku berdiri di sana?"

"Menurutmu?" Bibir Dante menyeringai evil. Mengambil apel yang di bawakan bawahannya, menyerahkannya ke tangan Alice.

"Bawa ini."

"Untukku makan?" Kepala Alice menunduk pada apel di tangannya.

"Kau mau memakan nyawamu sendiri?" Dante mengangkat sebelah alisnya. Membalikan bahu Alice dan mendorongnya agar segera ke pohon.

"Cepat ke sana sekarang."

Alice mendesah kasar, berbalik, menatap Dante tajam. "Aku tau Aku tau! Pasti aku akan di jadikan sasaran olehmu, kan?!"

"Aku tidak mau!" Alice membuang apel merah itu ke atas rumput begitu saja.

"Baiklah." Bibir Dante tersenyum miring. "Ikat gadis ini ke pohon!" Titah Dante keras pada bawahannya di belakang.

Kedua mata Alice sontak membelalak lebar. Kedua bawahan Dante langsung bergerak, mencekal tangan gadis itu kuat, menyeretnya ke arah pohon.

"DANTE BAJINGAN!" Alice berteriak keras, kakinya menendang-nendang ke udara marah.

"ADAM TOLONG AKU!" Alice menatap Adam yang tengah memandangnya kasihan. Namun pria itu juga tak bisa berbuat apa-apa.

Kedua bawahan Dante mengikatnya dengan sebuah tali besar ke pohon. Tidak lupa menaruh sebuah apel ke atas kepalanya sebelum akhirnya pergi meninggalkannya sendiri.

"Awas kalau aku mati, kau dulu yang aku gentayangi Dante!" Teriak Alice menggebu-gebu penuh ambisi.

Dante mengedihkan bahunya, memakai kacamata hitam miliknya. Mengambil sebuah senjata laras panjang di tangan Adam. "Cukup diam di situ. Bergerak sedikit saja, maka nyawamu yang melayang."

Alice bersungut kesal, memilih diam dengan mata menyorot tajam.

Tangan kekar Dante dengan lihai memasukan peluru ke dalam senapannya. Menempelkan gagang senapan ke pipinya. Mata elangnya menyipit fokus. Mengarahkan ke wajah kesal serta ketakutan gadis berjarak sepuluh meter di depannya.

Mulut Alice berucap tanpa suara mengatakan 'DANTE BANGSAT'.

Bibir Dante tersenyum tipis, berganti mengarahkan senapannya ke apel di atas kepala Alice. Perlahan tapi pasti ia menarik pelatuknya.

Alice memejamkan mata kuat. Berdoa semoga ia tak mati dengan cepat.

DOR

Pyar

Setelah suara memekakkan itu, kelopak mata Alice sedikit demi sedikit terbuka. Menggeleng-geleng dengan gerakan cepat, memastikan jika bukan kepalanya yang tadi tertembak.

"Huh, syukurlah." Ia bernapas lega. Tapi ternyata semua ketakutannya belumlah selesai. Sebuah apel kembali di taruh ke atas kepalanya. Pupil mata Alice sontak melebar.

"DANTE!"

"DIAM!" Bentak Dante keras tak terbantahkan.

"Aku membencimu Dante jahanam!" Alice berkata dengan nada berapi-api.

"Sure." Jawab Dante tenang. Kembali menembakan peluru pada apel di atas kepala Alice.

DOR

________________

Terimakasih sudah berkunjung ke cerita ini 🦋

Trapped with the devil Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang