Chapter 28

36.7K 2.6K 9
                                    

Selamat membaca teman-teman

¥¥¥¥¥¥

Alice dan Dante kembali ke mansion di tengah malam. Untungnya Alice tak ketiduran seperti biasanya, karena ia sibuk menghitung jutaan bintang di langit saat di mobil. Ketika di hitungan seratus ia akan menyatukan tangannya, dan berdoa agar ayahnya tak tenang di atas sana karena telah meninggalkan banyak hutang kepadanya.

"Kau tak turun?" Alice mengangkat sebelah alisnya, memandang Dante yang masih duduk sempurna di dalam mobil.

Dante menggeleng. "Kau saja. Aku masih ada urusan."

Alice tersenyum tengil, mengurungkan niat untuk turun dari mobil. "Baiklah, aku juga tak mau turun. Aku mau ikut denganmu!" Serunya.

Dante meremas stir mobilnya, rahangnya mengeras. "Sudah ku katakan jangan buat aku marah dengan tingkah lakumu itu!"

"Untuk malam ini saja, aku penasaran dengan duniamu. Ya? Ya?" Alice mencondongkan wajahnya ke samping Dante.

"Keluar, Alice." Kali ini Dante memelankan nada bicaranya dengan penuh penekanan. Iris birunya menyorot Alice tajam.

Bibir Alice mencebik kesal. Membuka sealt belt miliknya dan keluar dari mobil, tak lupa untuk menutup pintunya dengan sekuat tenaga hingga menimbulkan bunyi keras.

Brak

"Dasar pelit." Gerutunya sengit, menatap mobil Dante yang tancap gas meninggalkan pelataran mansion.

Alice membalikan tubuhnya, beranjak masuk ke dalam mansion, masuk ke dalam kamarnya yang terletak di lantai dua. Tanpa ia duga pintu kamar lebih dulu di buka oleh seorang pria berperawakan jangkung dengan topi cowboy yang menutupi separuh wajahnya.

Untung saja jantungnya tak copot.

"Hay, honey."

"Senang bertemu denganmu lagi." Sambutnya, mengangkat sedikit topi cowboy-nya. Menampilkan guratan wajah penuh kenakalan.

Alice mendengus, setelah bertemu adiknya sekarang ia juga harus meladeni kakaknya yang gila ini? Siapa lagi jika bukan Richard.

Setelah beberapa hari ia tak terlihat, pria ini kembali lagi dengan penampilan barunya. Mengenakan celana cutbray dan baju khas bohemian. Namun, bukannya tampan Richard malah mirip seperti penyayi dangdut.

"Apa kau mau mengajakku kabur lagi?" Tangan Alice terlipat ke depan dada.

Richard tersenyum dan menjentikan jarinya. "Yaps, mau menunggang kuda bersamaku, nona?"

"Menunggang kuda?" Kedua alis Alice saling bertaut.

Richard memajukan wajahnya, berbisik tepat di samping wajahnya. "Aku sebenarnya mau mengajakmu mengikuti adikku ke pelabuhan menggunakan kuda yang telah aku siapkan di hutan dekat sini."

Mata Alice bersinar cerah, kepalanya langsung mengangguk. "Mau-mau!"

"Tapi aku kan tidak bisa menaiki kuda." Bahu Alice mengendur.

Richard mengibaskan tangannya seraya terkekeh. "Tenang saja. Aku pun hanya membawa satu kuda."

"Maksudmu kita akan menaiki kuda berboncengan?" Alice menggigit bibirnya. Membayangkan dirinya dan Richard menaiki kuda bersama.

Richard balas mengangguk dengan mantap. "Iyes. Kalau kau tak mau juga tak apa. Aku juga tak memaksa."

Alice terdiam, mematut-matut. Dan pada akhirnya ia mengangguk. "Oke. Aku mau, ayo pergi!"

Richard tersenyum puas layaknya mendapat door prize. Tangannya merangkul bahu Alice enteng. "Bagus, ayo kita berkelana!"

Pria itu langsung membawanya menuruni tangga. "Kita lewat pintu belakang. Di depan banyak sekali penjaga."

"Lalu kau ke sini lewat mana? Bukankah kau telah di blacklist oleh Dante?" Alice berjalan mengikuti langkah lebar Richard menuju pintu belakang mansion.

Richard terkekeh kecil. "Teleportasi, maybe?"

Alice memutar bola matanya. Berjalan tenang dengan di rangkul Richard. Mereka bahkan terlihat seperti ayah dan putrinya yang tengah berjalan-jalan.

"Lewat sini, darling." Bukannya ke pintu belakang, Richard malah menuntun Alice ke arah lain.

Ternyata pintu belakang yang Richard maksud adalah sebuah pintu besi yang terletak di samping sebuah pot besar dengan warna yang tersamarkan oleh cat.

Richard melepaskan tangannya dari Alice, beranjak mendorong pintu itu dengan mudahnya. Alice berdiri tercengang.

"Ayo, sweetie!" Ajak Richard lembut.

Alice mengangguk ragu-ragu, kakinya berjalan keluar melewati pintu besi itu dan di susul oleh Richard yang langsung menutupnya dengan cepat.

"Di mana kudanya?" Alice mengedarkan pandangannya ke segala sisi hutan dekat mansion Dante yang diterangi cahaya bulan.

Richard tak menjawab, ia hanya bersiul dengan keras hingga berdengung ke pelosok hutan. Tak beberapa lama, terdengar suara sepatu kuda tengah mendekat ke arah mereka.

"Itu dia!" Richard menyeringai puas.

Kaki Alice sedikit mundur ke belakang ketika kuda hitam berukuran besar itu berhenti di hadapannya dengan patuh.

"Wow, besar sekali!" Puji Alice, kelopak matanya berkedip-kedip terperangah.

Richard tersenyum, mengulurkan tangannya ke depan Alice. "Ayo naik, honey."

"Apa kuda ini sudah jinak?" Alice menerima uluran tangan Richard ragu-ragu.

Richard balas terkekeh geli. "Tentu saja. Dia sudah di latih Dante selama lima tahun."

"Ini kuda Dante?" Kaki kiri Alice menginjak pijakan, bergegas naik ke atas pelana dengan takut-takut.

Richard menyusul naik, duduk di belakang Alice dengan santai. "Yeah, setelah aku curi bukankah kuda ini jadi milikku sekarang?"

Alice tertawa hambar. Richard merupakan definisi kakak tak tau diri. Setiap hal yang di milikinya entah kenapa selalu saja ada embel-embel milik Dante. Seolah-olah Dante lah yang berperan menjadi kakak dan Richard merupakan adiknya.

"Sudah siap?" Tanya Richard, memegang tali kendali dengan erat.

Kepala Alice mengangguk. Dia juga tak sabar untuk merasakan sensasi menunggang kuda menyelusuri jalanan dengan bebas.

"Siap!" Seru Alice keras, tersenyum senang.

Richard ikut tersenyum, menghentakan kedua kakinya ke perut kuda keras. Kuda sontak bergerak maju dengan otomatis. Berjalan membawa Richard dan Alice keluar dari hutan menuju jalanan aspal di depan.

______________

Terimakasih sudah berkunjung ke cerita ini 🦋

Trapped with the devil Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang