Selamat membaca teman-teman
¥¥¥¥¥
Benar saja, Alice dan Richard saat ini harus di giring oleh beberapa pria berbadan besar menuju ke hadapan Dante yang tengah berdiri menyorot mereka dengan bengis. Seolah mereka berdua adalah pelaku kejahatan yang harus di hukum berat.
Satu langkah pasti, Dante mendekat ke depan Alice yang tengah berdiri, menunduk, menggigit bibirnya gelisah.
"Apa kau tak bisa sekali saja tak penasaran dengan apa yang aku lakukan?" Desis Dante tajam.
"Hei bung, aku yang mengajaknya tadi!" Sahut Richard menimpali.
Wajah Dante berpaling pada kakaknya dingin. "Sebaiknya kau tak ikut campur segala urusanku. Kita memiliki dunia masing-masing, Richard." tekannya.
Richard menyapu rambutnya ke belakang jengah. "Bullshit. Kita bahkan lahir dari ibu yang sama. Jadi tak ada yang namanya dunia masing-masing, adikku sayang."
Dante berdecih. "Segala omong kosongmu sudah tak berati bagiku. Kita memang sudah tak sama sejak lahir ke dunia."
"Terserah apa katamu. Tapi yang terpenting, jangan marahi gadis cantik ini. Dia terlalu imut untuk kau bentak-bentak." Tukas Richard membelai kepala Alice lembut.
Iris biru dante berkobar marah. Ia menghempaskan tangan Richard dari tubuh Alice kasar. "Jangan menyentuhnya!"
Richard terdiam. Tak lama tertawa mengejek. Adiknya ternyata bisa cemburu juga. Kakinya lantas mundur sedikit. "Baiklah-baiklah. Tugasku sudah selesai sampai di sini."
"Alice, aku sudah mengantarkanmu pada Dante. Jadi aku akan pergi sekarang. Dan kau bisa pulang bersama dengannya." Ujar Richard.
Mata Alice melotot. Memandang Richard berang. Kepalanya menggeleng kuat, mengisyaratkan agar pria itu tak meninggalkannya untuk menghadapi Dante sendirian.
Richard membalasnya dengan isyarat mulut dan tangan yang meliuk-liuk rendah dan akhirnya bersatu berbentuk love. Wajah Alice sontak mengernyit jijik.
"Aku mau pulang denganmu!" Seru Alice pada Richard.
Dante menggeram. "Kau pulang denganku, dan kau enyahlah sekarang, Richard!" usir Dante pada kakaknya.
Richard mengibaskan tangannya dan tersenyum santai. "Yeah. Aku juga akan pulang."
"Selamat berkencan kalian berdua!" Seru Richard, melambaikan tangannya, berbalik pergi sembari bersiul menenteng topi miliknya menuju salah satu mobil yang terparkir.
Wajah Alice terlipat. Membalikan tubuhnya, memandang Dante kesal. "Kenapa kau tak membiarkanku pulang saja dengan Richard?!"
"Ada hubungan apa kau dengannya?" Tanya Dante tajam, alih-alih menjawab pertanyaan Alice.
"Teman." Jawab gadis itu.
Dante berdecih, bola matanya menghunus Alice dingin. "Apakah seorang teman saling menunggang kuda bersama?"
Kening Alice mengernyit, tak lama bibirnya tersenyum angkuh. "Apa susahnya mengatakan jika kau cemburu?"
"Ini bukan tentang cemburu. Tapi tentang barang yang tak boleh di sentuh selain oleh tuannya sendiri." Tandasnya.
"Kau menganggapku sebagai barang?" Wajah Alice berubah pias.
"Apa selama ini kau berharap lebih?" Dante berdecak.
Alice memalingkan wajahnya ke arah lain. Ucapan Dante entah kenapa sangat menusuk hatinya. Dengan kuat ia mencoba meyakinkan hatinya jika ia tak menyukai Dante. Pria ini hanyalah orang yang tengah menawannya, tak boleh ada rasa apapun yang tercipta di antara mereka.
"Tidak." Jawab Alice pelan seraya mengencangkannya jaket yang di berikan oleh Richard untuk menutupi dress pendek miliknya. "Aku ingin pulang."
"Tunggu di sini." Titah Dante. Pria itu berbalik, beranjak pergi menuju Jak yang tengah mengawasi anak buahnya memasukan semua emas dan senjata ke dalam mobil box anti peluru yang akan di bawa ke gudang milik Dante.
Selama beberapa saat Dante terdengar berbicara serius dengan Jak. Sesekali Jak melihat ke arah Alice dengan tatapan tak berati sembari mengangguk-angguk.
Alice hanya berdiri tenang. Memandang punggung kokoh pria tanpa hati nurani itu dengan lekat. Tanpa di sadari oleh Dante, sebuah titik merah tampak timbul di lehernya.
Sontak saja kepala Alice menoleh ke segala penjuru. Matanya memicing, tubuhnya mematung, menemukan seseorang berdiri di atas sebuah kontainer, mengacungkan moncong senapannya tepat ke arah tubuh Dante.
"Itu-" Alice melotot, berbalik, membawa kakinya berlari menuju ke arah Dante. Mencegah suatu hal buruk yang akan terjadi.
"DANTE!" Alice berteriak keras, Dante sontak membalikan tubuhnya.
"MENUNDUK!" Pekiknya.
DOR
DOR
Dua suara tembakan memecah malam. Tubuh Alice seketika limbung, jatuh terperosok ke atas tanah dengan keras. Penembak itu telah melepaskan pelurunya. Bukan ke arah Dante, melainkan ke arahnya.
"Ssh-" Alice meringis, menahan rasa sakit di punggungnya. Pandangannya lama-lama ikut kabur. Yang ia ingat untuk terakhir kali adalah sosok Dante yang berlari, meneriaki namannya dan membopong tubuhnya dengan wajah kalut menuju ke mobil.
Setelah itu, hanya ada kegelapan yang menyatu dengan alam bawah sadarnya.
_______________
Terimakasih sudah berkunjung ke cerita ini 🦋
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped with the devil
RandomBerawal dari sebuah flash disk, Alice harus terseret masuk ke dalam dunia gelap. Di mana ia di tawan oleh seorang mafia kelas atas bernama Dante Victorio Maxim. Pria gagah, tinggi, dan berwibawa yang di kenal kejam terhadap para musuhnya. Alice yan...