Chapter 33

40.7K 3.2K 91
                                    

Selamat membaca teman-teman

¥¥¥¥¥

Tepat pukul tujuh pagi, Adam menerobos masuk ke dalam kamar Alice tanpa salam dan ketukan. Mimik wajahnya serius, tampaknya ia membawa kabar buruk yang harus segera di sampaikan.

"Tuan, maafkan saya." Adam menunduk sejenak, berdiri tegak di depan Dante dan Alice.

Dante yang tengah sibuk menyuapi Alice memalingkan wajahnya pada Adam. "Ada apa?"

Adam beranjak mendekat, berbisik lirih di sampingnya. Alice yang tengah terbaring menampilkan ekspresi wajah penasaran.

"Sialan!" Dante mengumpat keras ketika Adam menyelesaikan kalimat terakhirnya.

"Apa yang terjadi, Dante?" Alice bertanya dengan kerutan di dahi.

Dante tak menjawab, ia berdiri, meletakan baki makanan ke meja, tangannya bergerak cekatan membuka alat-alat medis yang masih melekat di tubuh Alice.

"Akh, shh. Dante, ada apa sebenarnya?" Alice mengaduh kesakitan akan apa yang di lakukan oleh pria itu.

"Kita harus pergi sekarang." Dante mengangkat tubuh Alice, mendudukkannya. Menggenggam kedua tangannya, membantunya untuk turun dari tempat tidur.

"Kenapa mendadak sekali?" Alice mengenakan sendal rumah sakit dengan buru-buru karena Adam sudah membukakan pintu agar mereka segera keluar.

"Bom akan meledak satu menit lagi. Tak ada waktu untuk menjelaskan semuanya sekarang." Dante berkata dengan nada tegas. Merangkul pinggang Alice, membawanya keluar dari kamar.

"Bom? lalu bagaimana dengan orang-orang di sini?" Alice bertanya cepat, mengingat bukan hanya dirinya yang menjadi pasien di rumah sakit.

"Adam yang akan mengurusnya." Sahut Dante lugas.

Adam mengangguk, menimpali. "Aku yang akan menghandle-nya, Alice. Kau tenang saja."

Alice menghela napas, mengangguk. Mengikuti langkah lebar Dante, berjalan cepat menyelusuri lorong, menuruni anak tangga, masuk ke dalam mobil yang sudah terparkir rapih di depan pintu masuk.

Tepat saat pintu mobil tertutup, suara bel peringatan berbunyi keras. Para perawat, dokter, dan pasien berlarian cepat keluar dari rumah sakit mengevakuasi diri.

"Jalan!" Titah Dante tegas kepada Leon yang duduk di kursi kemudi.

Leon mengangguk, menginjak pedal gas kuat-kuat, melajukan mobil keluar dari area rumah sakit, melesatkannya gesit menyelusuri jalanan kota pagi ini yang masih lenggang.

Dante memasang chip kecil di telinganya. Menghubungi seseorang lewat alat komunikasinya.

"Bagaimana, Adam?"

"Tuan, Juan berhasil menjinakkan bom-nya. Rumah sakit aman. Mereka mengira hanya terjadi kebakaran kecil." Adam menjeda. "Tapi sebaiknya nona Alice di rawat di mansion untuk saat ini, demi keselamatannya."

"Aku akan melakukannya." Dante melirik Alice, sekilas. "Cari tahu siapa orang yang ingin bermain-main denganku secepatnya. Aku tak ingin menunggu lagi, Adam!"

"Siap, tuan."

Panggilan tertutup. Alice menghembuskan napas lega mendengar bom itu berhasil di jinakkan. Setidaknya tak ada nyawa melayang hanya karena keberadaannya di sana.

"Juan memang bisa di percaya, tuan. Dia penjinak bom yang mumpuni. Tak sia-sia laki-laki itu di dorong ke medan perang olehmu." Leon membuka suara, matanya fokus ke jalanan, tangannya sibuk mengendalikan stir mobil.

Dante mengangguk mengiyakan. Juan memang benar-benar penjinak bom terhebat. Sejak dia di ambil Dante dari perbudakan ketika berumur dua belas tahun, kemampuan Juan berkembang pesat. Ia yang masih muda tak kalah gentarnya dengan para bawahannya yang sudah memiliki banyak pengalaman.

Dante bahkan menyekolahkannya di sekolah terbaik. Saat lulus, ia menguji kekuatannya di medan perang. Bertarung pagi- siang- malam dengan para tentara di Irak. Juan pun menjadi salah satu bawahannya yang paling kuat sekarang. Bertarung, menembak, membuat bom, sudah menjadi makanan kesehariannya.

"Jika aku sudah sembuh, aku akan membuatkan Juan pie apel!" Seru Alice, bibirnya tersenyum manis.

"Untuk apa?" Dante bertanya, matanya memicing.

"Untuk berterimakasih padanya setelah menyelamatkan banyak orang." Balasnya riang.

"Seharusnya kau berterimakasih pada Leon. Dia yang menyelamatkan nyawamu dengan mendonorkan darahnya untukmu." Dante berkata datar.

Leon yang mendengar itu berdehem singkat. Kaget saja mendengar tuanya menyuruh Alice untuk berterimakasih padanya.

"Eh, Kenapa tak bilang dari tadi?" Alice terperangah. Berganti menatap Leon di depan. "Leon, terimakasih. Kau mau ku buatkan apa? Kue, rendang, bakso, ayam gulai, sate, terserahmu saja, kau tinggal request!"

Leon menggeleng. "Aku tak ingin apa-apa. Perintah tuan Dante adalah kewajiban yang harus ku lakukan, termasuk juga mendonorkan darahku untukmu."

Alice cemberut, berbisik pelan di samping pria di sampingnya. "Dante, kenapa bawahanmu ini kaku sekali? Sepertimu, persis."

"Maaf, telingaku masih berfungsi dengan baik, nona." Serobot Leon ketus. Alice balas terkekeh kecil.

Dante menggeleng, mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Berpikir keras siapa dalang di balik serangan yang terjadi beberapa hari ini. Ia sebenarnya sudah curiga pada satu orang. Seseorang yang baru saja pindah kemari bersama pelacurnya.

Setengah jam kemudian, mobil akhirnya mendarat mulus di pelataran mansion. Dante membukakan pintu untuk Alice keluar.

Gadis itu turun sembari tersenyum riang. Hatinya berbunga-bunga karena Dante sedikit demi sedikit memberi perhatian untuknya beberapa hari ini.

Pria itu bahkan meraih pinggangnya, menuntunnya posesif menuju kamar di lantas atas.

"Dante-" Alice mengangkat wajahnya, seraya berjalan bersama Dante meniti anak tangga.

Kepala Dante menunduk menatap Alice intens. "Katakan."

"Ternyata nyaman juga saat di dekatmu. Aku tak merasa kesepian saja setelah sekian lama hidup di dunia." Alice menyandarkan kepalanya ke tubuh Dante. "Ya, walaupun nyawaku sering terancam. Tapi setidaknya ada kau yang selalu melindungi ku."

"Apa kau juga akan membuatkan pie apel untukku?" Sarkasnya.

"Kalau kau memintanya. Aku dengan tulus akan membuatnya dengan segenap rasa cinta lalu di tambahkan sedikit pelet pemikat hati." Alice tertawa kecil. Sedangkan Dante diam-diam tersenyum samar, semakin merengkuhnya dan tak ingin melepaskannya sampai kapanpun.

________________

Terimakasih sudah berkunjung ke cerita ini 🦋

Trapped with the devil Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang