Selamat membaca teman-teman
¥¥¥¥¥
Bumi hanya satu, tapi dunia banyak sekali jenisnya. Ada dunia fantasi, dunia dongeng, dunia alam bawa sadar dan masih banyak lagi lainya. Tapi sayangnya Alice malah terjebak ke dunia gelap. Tempat para monster tinggal menetap.
"Mana? Katanya mau di antar pulang. Kenapa aku masih di sini. Suruh masak dan cuci piring lagi. Sialan, lama-lama cita-cita berhargaku hilang dan berubah menjadi pembantu!" Keluh Alice, mencuci piring milik Dante dengan wajah terpaksa.
Entah kenapa sejak ia pertama kali menginjakkan kaki di mansion, tak terlihat satu pun pelayan berlalu lalang. Dirinya hanya melihat para pria berjas yang terus mondar-mandir tak jelas untuk mengawasinya.
Ya, itu agar Alice tak bisa kabur seperti tadi malam. Alasan klasik, karena gadis itu telah mengetahui rahasia gelap seorang Dante. Dan pria itu akhirnya berubah pikiran, dengan tak melepaskannya begitu saja. Mengurungnya di dalam bangunan megah miliknya yang di jaga ketat kamera keamanan serta para bawahannya.
"Cita-cita ku menjadi orang kaya, dulu ku susah sekarang tambah susah. Dulu-dulu ku menderita sekarang tambah melarat!" Alice bersenandung kecil. Menaruh piring-piring yang sudah bersih kembali ke tempatnya.
"Alice." Panggil seseorang dari belakang. Alice sontak menoleh terkejut.
"Astaga, kau mengagetkan ku, Adam!" Alice mendengus kesal.
Adam terkekeh, menaruh sebuah paper bag biru ke atas pantry. "Pakaian untukmu, kau belum mandi dari tiga hari yang lalu, bukan?"
Alice tersadar, dan tersenyum kikuk. Kepalanya menunduk, mengendus ketiaknya yang sudah cukup bau kematian. "Benar, kenapa aku baru menyadarinya."
"Eh, apakah tuanmu itu sudah kembali?" Alice sedikit berbisik lirih, memantau sekitar.
"Sudah. Dia bahkan yang membelikanmu pakaian ini." Ujar Adam, bersandar di pantry.
"Termasuk pakaian dalamku?" Mata Alice melotot hampir saja keluar.
Kepala Adam mengangguk. Alice memejamkan matanya, menutup wajahnya dengan jemari. "Akh ... kenapa tak mengajakku saja tadi!"
"Kau malu? Hm, sepertinya yang lebih malu seharusnya, Tuan Dante." Adam terkekeh jenaka. Mengingat Tuannya yang kebingungan saat di toko, karena di tanyai ukuran dan jenis bra yang di sukai Alice oleh sang pegawai.
"Tentu saja! Itu kan barang kramat. Ah sudahlah, pria tak akan mengerti. Dan, ucapkan terimakasih pada tuan mu itu!" Alice mengambil paper bag tersebut. Berniat mandi untuk menghilangkan bau apek di tubuhnya.
"Nanti aku sampaikan." Jawab Adam masih terkekeh geli.
"Eh, tapi dimana kamar mandi nya?" Alice bertanya bingung. Ia sendiri belum punya kamar di mansion ini. Karena tadi malam, dirinya tidur di sofa depan televisi.
"Di setiap kamar pasti ada kamar mandi. Kau bisa memilih nya sesuka hati. Kecuali kamar berpintu hitam, jangan masuk ke sana. Itu kamar Tuan Dante." Jelas Adam.
"Ah, begitu. Oke, terimakasih Adam." Alice manggut-manggut mengerti.
"Jika kau butuh sesuatu katakan saja padaku atau pada yang lainnya di sini. Mereka akan selalu ada untukmu setiap saat." Imbun Adam.
Alice menghela napas, mengangguk kecil. "Baiklah."
__________
Setelah acara mandi-mandi dengan sabun dan sampo mahalnya selesai, Alice kini membawa kakinya turun ke lantai satu. Sesekali membenarkan letak bra nya, karena ukuran yang di belikan Dante ternyata cukup besar. Sangat kedodoran di tubuh kecilnya.
"Sialan, seharusnya aku ikut saja tadi!" Kesalnya, melangkah menuruni anak tangga.
"Apa payudaraku sebesar ini, hingga ia bisa membelikannya seukuran raksasa hijau!" Alice mengukur payudaranya sendiri dengan tangan.
Saat di tangga terakhir, netranya menangkap sosok Dante di depan sana. Pria itu tengah duduk tenang sembari mengganti saluran televisi dengan remote di tangannya.
"Dante!" Alice langsung berlari kecil menuju pria itu, meloncat, ikut duduk di sampingnya. "Aku mau pulang!"
"Aku tak akan mengatakannya dua kali." Sahut Dante malas.
"Kemarin kau menyuruhku untuk kembali saat di rumah tua itu." Alice memicingkan matanya.
"Dan kau tak mau. Terlambat, karena kau sudah tahu segalanya!" Dante menekan kata-katanya. "Itu juga kesalahan mu sendiri. Aku sudah memberimu kesempatan kemarin."
"Kesempatan itu dua kali, itu baru satu kali!" Balas Alice, menegakan sedikit tubuhnya.
"Kau mau mati?"
"Kembali ke kehidupanku yang dulu juga bisa mati?" Alice memiringkan kepalanya.
"Kau tak tahu bahaya apa yang tengah mengintaimu saat ini." Desis Dante.
"Maka dari itu. Aku mau membuat struktur hidup baru. Hehehe-aku mau pindah ke desa terpencil. Lalu hidup di sana sebagai perawan tua!" Alice tersenyum membayangkan.
"Impian paling konyol yang pernah aku dengar!" Ejek pria itu tak habis pikir.
"Hei, itu impian ku mulai detik ini!" Alice mendelik tak terima. Wajahnya langsung merengut, kesal.
"Aku minta uang saja untuk oplas, aku mau merubah wajahku menjadi berbeda. Agar tak bisa di kenal orang-orang termasuk kau dan para rentenir itu." Alice mengangguk yakin, selain itu ia juga ingin menjadi lebih cantik dan pastinya di sukai pria-pria tampan.
"Aku juga tak akan menyebarkan informasi tentangmu kepada siapapun, jika kau adalah mapia!" Tambah Alice cengengesan santai.
"Tidak. Kau tak akan ku biarkan pergi begitu saja."
Wajah Alice berubah berang. "Hei, negara ini masih ada HAM. Dan ini namanya penyekapan, penyiksaan, penggelapan-"
"Siapa yang menyekapmu? Menyiksamu? Mengelapkanmu?" Potong Dante cepat, mulutnya menggeram sengit akan kecerewetan Alice.
"Yah, itu terorinya. Sudahlah, kau bebaskan aku saja dulu!" Tegas Alice menggebu-gebu.
"Selain keras kepala kau juga cerewet. Pergilah, jangan ganggu aku di sini." Titah Dante, mata Alice sontak terbuka lebar, berbinar-binar.
Gadis itu langsung berdiri dari duduknya, menari kesenangan. "Yes-yes! akhirnya kau mengizinkan ku pergi!"
"Pergi ke kamar." Koreksi Dante.
"Emh emh." Kepala Alice menggeleng ke kanan dan kiri. "Pergi artinya aku bebas kemanapun!"
"Hm, sepertinya aku harus ke kontrakan dulu mengambil barang-barang berharga ku di sana." Alice manggut-manggut.
Dante menajamkan matanya. Tangannya bergerak mengambil sebuah pistol di sela-sela sofa. Lalu Mengacungkannya ke arah Alice. "Kau mau kemana, hm?"
Mata Alice melotot, refleks mengangkat tangannya ke atas. "Akh sialan! Baiklah-baiklah, sekarang kau menang, mafia jelek."
"Satu kosong!" Serunya keras.
Setelah mengatakan itu, Alice melompati sofa, berlari terbirit-birit ke lantai dua menuju kamarnya di sana.
Dante mendengus melihat tingkah laku gadis cerewet itu.
"Mafia jelek?" Ulangnya, melemparkan pistol tanpa peluru di tangannya ke atas meja kaca di depannya. Menikmati kembali sebuah film kartun di depannya sembari menuangkan wine ke dalam gelas kecil, menegaknya dengan sekali tegukan.
____________
Terimakasih sudah berkunjung ke cerita ini 🦋
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped with the devil
AcakBerawal dari sebuah flash disk, Alice harus terseret masuk ke dalam dunia gelap. Di mana ia di tawan oleh seorang mafia kelas atas bernama Dante Victorio Maxim. Pria gagah, tinggi, dan berwibawa yang di kenal kejam terhadap para musuhnya. Alice yan...