Tiga tahun, ternyata sudah tiga tahun terlalui. Waktu begitu cepat bergerak. Di belahan dunia lain, di sebuah pedesaan yang tak jauh dari hiruk pikuk kota Auckland, New Zealand. Seorang perempuan cantik dengan rambut coklat bergelombangnya berjalan santai menuju rumah kecilnya yang terletak di seberang jalan.
Tidak lupa ia menyempatkan untuk mengambil surat di dalam kotak pos yang letaknya di depan rumah, samping pagar pendek berwarna hijau miliknya. Sebenarnya ia sangat malas untuk membuka surat-surat itu, tapi karena ini weekend maka di akan meluangkan waktu untuk membacanya.
Ada sekitar lima surat. Gadis itu membawanya menuju ke atas ranjang. "Ah, aku tahu ini semua pasti dari dia."
Sebelum sempat membacanya, ponselnya tiba-tiba berdering. Gadis itu mengangkatnya dengan malas.
"Hello."
"Alice, kau gila. Kenapa kau meninggalkanku sendiri di halte sialan ini, huh?!"
Alice tersenyum tipis, membuang ponselnya. Tetapi, itu bukan lagi senyumnya tiga tahun lalu saat ia masih berumur sembilan belas tahun. Karena tahun ini ia sudah genap menginjak umur dua puluh dua tahun.
Dan hari ini juga tepat sudah tiga tahun kejadian tragis berlalu dalam hidupnya. Peristiwa di mana itu sangat menggoncang seluruh jiwa dan hatinya yang masih belia kala itu.
Sesaat setelah ia di culik di Toronto, Alice di bawa Teresa yang mengaku sebagai ibunya ke sebuah vila terpencil dekat perbatasan Kanada. Alice tak tahu harus melakukan apa, karena seluruh tubuhnya lemas tidak berdaya.
Ia di kurung di dalam kamar semalaman dengan penjagaan ketat. Tapi apa kalian tahu, Dante datang malam itu bersama para pasukannya. Mereka saling baku tembak dan berkelahi dengan para bawahan Teresa. Memporak pandakan vila kecil itu hingga hancur tak tersisa.
Alice senang bukan main dalam hatinya. Menebak Dante pasti akan menyelamatkannya dan membawanya pergi.
Tetapi, itu tak sesuai dengan perkiraan Alice. Senyum penuh keceriaan untuk menyambut Dante di balas dengan ludah menjijikan dari pria itu. Tatapan matanya berubah kelam dalam semalam. Alice bertanya-tanya, apa salahnya pada pria itu.
Saat ia memanggil namanya, Dante. Pria itu malah mengelurkan pistol. Mengacungkan moncongnya tepat di depan wajah Alice. Gadis itu kaget bukan main. Manik matanya bahkan sampai berkaca-kaca.
"K-kau mau membunuhku?!" Alice bertanya dengan bibir gemetar. Ia tidak takut, melainkan sakit hati. Setelah beberapa waktu lalu mengungkapkan isi hatinya, sekarang Dante malah membalasnya dengan pistol kecil itu. Alice tak habis pikir.
"Harusnya aku memang sudah membunuhmu dari awal. Semua cerita sialan ini pasti tak akan terjadi dalam hidupku!" Dante berkata dengan nada begitu bengis.
Dengan lemah, tubuh Alice langsung terjatuh, bersimpuh di tanah. Dari kelopak matanya terlihat bulir-bulir cairan bening yang mulai keluar. Baru kali ini setelah sekian lama ia menangis lagi. Hatinya sungguh terasa sakit seperti teriris-iris pisau.
Tapi dengan segala kekuatannya, ia kembali mengangkat kepalanya. Manik coklatnya menghunus Dante dingin. "Kalau itu maumu, maka bunuh aku sekarang Dante! Jangan hanya diam, seolah kau mencintaiku!"
Dante terdiam kaku melihat wajah Alice yang penuh kepasrahan. Otaknya menyuruhnya untuk menarik pelatuk. Tetapi hatinya, entah kenapa berkata lain. Pria itu di terpa dilema. Antara membalas dendam atau mengakhiri saja semuanya dengan mengasihani Alice seorang gadis yang selalu menghiasi hari-harinya, hingga tak sadar membuatnya ikut terbuai.
"BUNUH AKU! ATAU AKU YANG AKAN MEMBUNUHMU BAJINGAN!"
DOR
DOR
Kejadian itu sungguh tak terduga. Saat Dante lengah, Alice mengambil pistol yang tergeletak di sampingnya. Menembaki pria itu tepat di tubuhnya dengan amatir. Tangannya ikut gemetar sesaat setelah melakukan itu.
"Huh, apa yang terjadi tadi?" Pistol di tangannya terjatuh. Wajah Alice seolah tak percaya dengan apa yang barusan ia lakukan.
Di depannya, Dante sudah terjatuh, terduduk di atas tanah sembari memegangi area dadanya yang terus mengeluarkan darah. Tapi dengan sisa-sisa tenaganya, Dante mengangkat pistolnya kembali, membalas Alice dengan menembak lengan gadis itu.
DOR
"Setidaknya jika aku mati, maka kau juga harus mati." Dante berkata dengan suara dingin.
"Shh ... " Alice mengatupkan bibirnya, meringis hebat. Luka kemarin bahkan belum pulih, dan Dante sudah menambahnya tak kalah menyakitkan.
"Ak-AKU MEMBENCIMU, DANTE!"
"Aku lebih membencimu. Camkan itu!"
Setelah dua kalimat menyayat hati itu. Alice di bawa lari oleh Teresa bersama anak buahnya pergi. Sedangkan Dante, di bawa Adam dan Leon menuju rumah sakit.
Kepala Alice menggeleng cepat. Kejadian itu terus saja menghiasi hari-harinya. Padahal itu sudah sangat lama berlalu.
TOK TOK TOK
Suara ketukan pintu kayu terdengar nyaring. Alice mendengus, tak urung ia bangkit dari ranjang. Keluar dari kamar dan membuka pintu rumahnya. Menemukan sesosok wanitu berumur empat puluh lima tahun yang masih cantik berdiri di sana dengan tas birkin keluaran terbaru yang menggantung di pergelangan tangannya.
Tangan Alice bersedekap, bahunya bersandar di bingkai pintu, wajahnya terangkat. "Apa lagi kali ini?"
"Alice, jaga ucapanmu pada ibumu." Peringatnya yang tak lain adalah Teresa.
"Baiklah, ada apa ke sini, Mrs Teresa?" Bibir Alice tersenyum mengejek.
Teresa menghembuskan napasnya kasar, wanita itu terlihat lelah. "Oke, terserahmu. Tapi niatku masih sama kemari, yaitu memberimu pilihan ikut denganku atau ku robohkan rumah kayumu ini."
Alice menyapu rambutnya ke belakang, jengah. "Tak akan ku biarkan kau hancurkan rumahku ini. Dan aku juga tak mau ikut denganmu!"
"Dengar." Teresa membawa satu langkahnya lebih dekat dengan Alice. "Dante ternyata sudah terbangun dari koma satu tahun lalu. Dia sudah tahu keberadaanku. Dan pria itu pasti juga tengah mencarimu, Alice." Teresa menjelaskan dengan wajah serius.
"Lalu? Aku tidak peduli. Ini semua terjadi pun karenamu. Karena kau yang serakah. Menelantarkanku, meninggalkan ayah, menjual diri kepada ayah Dante. Hei, apa aku bisa menurut denganmu saja dengan mudah?"
"Alice!"
"Aku tak akan pernah pergi dari rumah ini atau negara ini. Jika Dante menemukanku pun aku tak akan peduli!" Tekan Alice, sesaat setelahnya ia menutup pintu rumahnya dengan keras. Meninggalkan ibunya sendirian di halaman.
Kedua tangan Teresa mengepal kuat di samping tubuhnya. Mulutnya mendesah, dan tak lama tubunya balik kanan, berjalan keluar dari perkarangn rumah anaknya yang keras kepala itu. Tapi ia juga sadar jika ini semua adalah kesalahannya.
Akibat tak ingin hidup miskin, ia rela meninggalkan semuannya. Menjadi jalang selama dua puluh tahun seorang mafia tua. Seorang laki-laki berkuasa yang akhirnya mati di racun olehnya. Lalu berakhir dengan semua harta pria itu jatuh ke atas tangannya, dalam kendalinya.
Namun kini ia sudah sangat bosan. Dirinya hanya ingin anaknya, Alice, ikut dengannya dan tinggal berasamanya kemudian memulai hidup baru sebagai sepasang ibu dan anak. Bisa di katakan Ia ingin menebus semua dosa-dosanya di dunia.
___________
Terimakasih telah membaca cerita ini 💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped with the devil
De TodoBerawal dari sebuah flash disk, Alice harus terseret masuk ke dalam dunia gelap. Di mana ia di tawan oleh seorang mafia kelas atas bernama Dante Victorio Maxim. Pria gagah, tinggi, dan berwibawa yang di kenal kejam terhadap para musuhnya. Alice yan...