Chapter 40

25.9K 1.2K 500
                                    

   Alice menjerit di atas ranjang. Duduk dengan wajah cengo dan mata melotot. Menoleh, ternyata jarum jam sudah menunjukan pukul dua belas siang. Berati ia sudah sangat terlambat untuk pergi bekerja.

"Astaga! Dante, wait. Di mana pria gila itu?!" Alice beranjak dari ranjang, menyelusuri setiap sisi rumahnya tapi tak menemukan keberadaan pria itu di manapun. Yang dia temukan hanya secarik kertas yang tertindih kopi hitam di atas meja makan.

Kopi siangmu.

Aku tahu kau akan mencariku setelah bangun, jangan berharap aku ada di sampingmu. Karena aku sibuk hanya untuk tidur.

"Sialan. Kau kira aku berharap kau masih ada di sini. Bajingan gila. Pergi saja kau ke neraka!" Maki Alice sembari menyeruput kopi hangat yang di buatkan Dante. Berati pria itu belum lama meninggalkan rumahnya.

Mulut Alice mendesah, ia memilih merobek kertas itu dan berjalan ke kamarnya. Membuka ponsel dan tak menemukan sedikitpun pesan dari bos atau pun Selena yang menghubunginya karena telat bekerja maupun absen.

"Apa mereka lupa dengan karyawan teladan satu ini?" Alice bergumam sedih, mengambil jaket, menguncir rambut, tidak lupa dengan menyemprotkan minyak wangi ke seluruh tubuhnya. Sekarang ia sudah siap untuk pergi ke kafe.

Pasti ada yang tak beres. Alice terus membawa kakinya menyelusuri trotoar. Menggerutu karena salju yang mulai turun. Ia sungguh lupa jika salju akan turun hari ini. Makanya tadi malam begitu dingin, tapi mungkin sedikit hangat karena ada Dante yang bergelung bersamanya.

"Akh!" Alice menjerit kencang dan menggeleng di tengah jalan. "Kenapa aku memikirkan pria brengsek itu!"

"Kau tak apa?"

"Monyet!" Alice menoleh kaget. Selena, teman kerjanya tiba-tiba berdiri di dekatnya dengan tiga paper bag Gucci yang menggantung di kedua tangannya.

"Hay, Alice." Selena melambai, mulutnya tersenyum lebar. Sangat sengaja memamerkan paper bag itu ke depan wajah Alice.

"Wtf, kau baru menjual dirimu ke siapa?"

Wajah Selena sontak merengut di tuduh sembarangan. "Stop it. Aku di beri cuma-cuma oleh seseorang."

"Maksudmu? Ya, gucci? Dan cuma-cuma? Tak masuk akal!" Jayna melipat tangannya ke depan.

Selena tersenyum, mengangkat bahunya seirama. "Orang-orang itu bilang jangan datang bekerja, dan ini untukmu sayang!"

"Siapa itu orang-orang?" Alice semakin di buat penasaran.

"Tidak tahu. Mereka tampan-tampan, memakai jas dan badanya besar. Ah, faktanya mereka mengalahkan Danielku." Selena menghembuskan napas di akhir kalimatnya.

Alice mengencangkan jaketnya. Sudah bisa di tebak jika itu para bawahan Dante. Jadi sekarang apa yang tengah di rencanakan pria itu untuknya. Semakin lama ia tak mengerti jalan pikiran Dante.

Atau pria itu memang memiliki rencana busuk untuk membalas dendam padanya. Mengingat Teresa masih hidup. Lalu paling sialnya di sini Alice lah anaknya, ia juga yang menembak Dante tiga tahun lalu hingga membuatnya koma selama dua tahun.

"Atau mungkin dia sedang mencoba menusukku dari belakang secara diam-diam?"

"Hm, apa rencananya sebenarnnya?" Alice menggusap dagunya berpikir keras.

"Hey, Alice!" Selena berteriak di depan wajahnya, Alice berdecak, menyingkirkan wajah gadis bermata sipit itu sampai tertoreh ke samping.

"Hish, kenapa kau berteriak?!" Alice jengkel.

Selena menutup mulutnya, dan tersenyum penuh arti. "Hm, ternyata bukan aku yang menjual diri. Kaulah yang ternyata jual diri!"

Mata Alice melotot tak percaya. Sedangkan Selena maju, sedikit mendekat pada gadis itu, menunjuk pada lehernya. "Lihat, hey hey kau sudah dewasa ternyata. Banyak sekali ini. Satu, dua, tiga, uy ganasnya!"

"Apa maksudmu?" Alice yang kebingungan mengambil ponsel Selena, membuka kamera. Damn, ada apa dengan lehernya. Banyak sekali bercak merah seperti di gigit kepiting.

"Hey, ada apa dengan leherku ini?!" Alice menggosok-gosok lehernya kasar, alisnya bertaut. Sedangkah Selena tersenyum angkuh di depannya.

"Wah, kita akhirnya sama-sama sudah tak perawan. Leganya kau sudah ada kekasih. Siapa itu? Jangan mencoba menyembunyikannya dariku." Selena semakin memojokan, menggodanya.

Alice masih heboh sendiri dengan mata terbelalak lebar. "Tunggu apa ini Selena? Apa aku terkena AIDS?"

"Kau tak tahu itu?"

Kepala Alice langsung menggeleng. "Tidak!"

Selena tersenyum geli. "Itu kecupan manja dari Tuyul."

"Yang benar saja kau?"

Tlak Selena menjitam kepala Alice keras. "Itu cupang, bodoh!"

"APAAA!" Alice berteriak, tangannya bertopang di bahu Selena, menatap gadis itu serius. "Siapa yang mencupangku?"

"Tuyul." Selena geram. "Bodoh, mana ku tahu!"

_____

Terimakasih telah membaca cerita ini 💗

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Trapped with the devil Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang