Chapter 36

12.1K 696 36
                                    

Tepat setelah mengatakan itu, Alice berlari keluar restoran. Meninggalkan seorang Dante yang terdiam kaku. Gadis itu sangat malu, sungguh. Tak terpikirkan olehnya jika akan mengungkapkan isi hatinya segamblang itu pada Dante. Pria yang bahkan mungkin tak sudi untuk mencintainya.

Kepala Alice menggeleng-geleng, terus membawa kakinya berlari. Hingga tak terasa dia terdampar di sebuah danau jauh dari restoran tadi. Tak pikir panjang, ia duduk di salah satu bangku, sedikit mengatur napas dan sesekali mengencangkan syal yang melilit lehernya.

"Sialan. Alice! Apa yang kau lakukan tadi?!" Mata Alice terpejam kuat. Mencoba menghilangkan ingatan buruknya tadi.

"Alice." Seseorang memanggilnya. Suara itu terasa asing. Perempuan, itu pasti bukan Dante. Lalu siapa yang memanggilnya itu.

Kepala Alice menoleh perlahan ke belakang. Wajahnya membeku, bukan hanya seorang wanita cantik yang membawa tas bermerek dengan kaca mata hitam yang bertengger di atas hidungnya. Tapi ada juga sepuluh pria berpakaian jas rapih yang berjajar rapih di belakangnya. Masing-masing dari mereka membawa senapan laras panjang dengan setelah jas hitam rapih.

Alarm bahaya mulai terdengar di otaknya. Perlahan Alice mulai berdiri, memeluk tubuhnya sendiri dengan mata awas menatap ke depan.

"Si-siapa kalian?!" Alice bertanya dengan suara lantang.

Bibir wanita itu nampak terbuka tersenyum manis. Tanganya bergerak melepaskan kaca mata miliknya. "Hay, Alice Cassandra Keivalova, putriku."

Kedua bola mata Alice membulat. "Ap-APA?!" Kenapa wanita itu tau nama panjang yang diberikan spesial dari ayahnya itu. Tidak. Tubuh Alice mendadak lemas. Apa dia benar-benar mamahnya yang ia nanti selama ini.

"Alice—"

"Tidak! Ini terlalu mengejutkan. Kau bukan mamahku! Mamahku sudah mati!" Alice mengepalkan tanganya, bersiap berlari pergi. Namun, itu tak mudah. Karena tangannya langsung di cekal oleh dua orang pria berbadan besar. Belum sempat berteriak, mulutnya langsung di sumpal dengan sebuah kain yang telah mereka berikan cairan bius.

Tubuh Alice mendadak lunglai. Kelopak matanya tak sanggup terbuka. Yang terakhir ia lihat hanyalah senyuman manis dari wanita itu seraya tubuhnya di bopong masuk ke dalam mobil.

"Dante ..." Bibirnya berucap lirih, sebelum akhirnya kesadarannya mulai hilang seutuhnya.

__________

"Ayah anda telah tiada lima jam lalu, Teresa yang membunuhnya. Wanita itu mengambil semua aset ayah anda, setelah dia setuju untuk menandatangani surat perjanjian yang di ajukan Teresa."

"Dan—"

"Dan?"

"Dan ternyata Teresa memiliki seorang anak perempuan. Yang tak lain dan tak bukan adalah nona Alice." Adam mengakhiri kalimatnya dengan suara lirih seolah menunggu reaksi tuannya.

Kepala Dante terangkat, matanya memicing, terkejut. Tentu saja. Bagaimana bisa dia baru tahu bahwa Alice anak Teresa. Dan sekarang gadis itu pun menghilang entah kemana setelah pernyataan cintanya di restoran tadi.

Gigi Dante menggertak hebat, tangganya mengepal kuat di atas meja kaca. "Kenapa kau baru memberitahuku sekarang, huh? Dasar bodoh!"

BRAK

Suara keras gebrakan meja membuat seluruh kepala para bawahan Dante menundukkan kepalannya dalam-dalam. Mereka sama sekali tak berani menatap tuannya yang tengah mengamuk.

Dante bangkit dari duduknya. Menendang kursi kayu yang di dudukinya ke tembok hingga kursi itu hancur terbelah menjadi beberapa bagian.

"Dalam waktu 24 jam kalian harus menemukan Alice dan Teresa! Jika lebih dari itu, maka nyawa kalian yang menjadi taruhannya!" Suara lantang dingin itu membuat para bawahan Dante termasuk Adam langsung mengangguk dan beranjak pergi meninggalkan ruangan.

"Gadis sialan, di mana kau sekarang." Desis Dante. Matanya menatap jauh ke luar jendela hotel yang ada di lantai dua puluh.

Dari saku celanannya dia mengeluarkan ponselnya, berniat menghubungi seseorang. Tapi sebelum itu, ada sebuah email masuk. Itu dari orang tak di kenal. Dante yang penasaran lantas membukanya. Meng-kliknya, membacanya dengan wajah serius.

Jangan cari aku dan anakku, karena seberapa banyak kau mengerahkan para anak buahmu, kau tetap tak akan bisa menemukan dan menyentuh kami. Hiduplah dengan normal seperti tak terjadi apapun.

Salam untuk ibu dan kakakmu

Teresa

Dante menggeram marah, ponsel di tangannya langsung ia banting ke lantai. Urat-urat di lehernya bahkan sangat jelas terlihat. Pria itu memgggila, ia membating semua benda-benda yang ada di sekitarnya. Perasaan dan hatinya benar-benar tengah kacau kali ini.

Bagaimana bisa gadis yang menyatakan perasaannya satu jam lalu adalah anak dari selingkuhan ayahnya. Kenapa ia selama ini bagai orang bodoh yang tak tahu apa-apa.

"Alice sialan, dimana kau?!"

BRAKK

_____________

BYEE

Trapped with the devil Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang