Ini adalah gelas kelima yang Sebastian teguk sampai habis. Dia sudah dilanda mabuk ditambah frustasi memikirkan sesuatu dalam kepalanya.
"Sebastian, maaf aku baru datang," ujar Anabela yang kini mendaratkan bokong di kursi sebelah Sebastian.
"Mendengar suaramu saat menghubungiku tadi, aku sudah menduga kalau kau sedang mabuk," kekeh Anabela.
"Sejak kapan?" tanya Sebastian sambil terus menunduk menahan rasa mabuknya.
"Apanya?" tanya Anabela tak mengerti.
"Kau... dan Jonathan."
Anabela berpikir sejenak. "Entahlah. Aku hanya merasa semuanya terjadi begitu cepat."
"Kau menyukainya?" tanya Sebastian sedikit menoleh.
Anabela mengangguk-ngangguk kecil. "Kakakmu lelaki yang baik. Dia bahkan membantuku membayar semua hutang ayahku serta pengobatan ibuku."
"Kau menyukainya hanya karena itu?" Sebastian tersenyum miris.
"Aku tidak tahu, Sebastian. Aku merasa senang setiap bersamanya. Dia lelaki yang memperhatikan segala hal, termasuk begitu memperhatikanku."
"Kau tidak senang saat bersamaku?" tanya Sebastian menoleh sepenuhnya pada Anabela yang kini terdiam.
"Ana, kau belum mengenal Jonathan sepenuhnya. Dia orang yang..." Kalimatnya terhenti.
Kepala Sebastian langsung ditarik ke masa lalu, pada bayangan saat dirinya melihat Jonathan kecil berdiri memegang pisau di depan seekor anjing putih yang sudah mati berlumuran darah hanya karena kesal anjing itu tidak patuh saat bermain dengannya.
"Sebastian, kau sekarang sedang mabuk jadinya melantur. Aku akan mengantarmu pulang," tawar Anabela sambil membantu Sebastian untuk berdiri.
Tiba-tiba seseorang menahan tangan Anabela. Saat dilihat, ternyata orang itu adalah Jonathan. Keberadaannya menciptakan rasa heran pada benak Anabela, mempertanyakan dari mana Jonathan tahu dirinya berada di dalam bar itu.
"Dia memang selalu seperti ini. Biarkan saja," kata Jonathan sambil menarik tangan Anabela agar tidak memegang Sebastian lagi.
Anabela tersentak kaget saat Jonathan menarik tubuh Sebastian yang masih lemah karena mabuk hingga jatuh tergeletak di lantai. Hal itu menimbulkan kekagetan pada orang-orang sekitar.
"Jonathan, kita harus membawanya pul--"
"Ana!" bentak Jonathan cukup keras yang membuat Anabela tersentak. Menyadari hal itu, Jonathan menormalkan raut wajahnya menjadi tenang.
"Aku sudah menyuruh salah satu karyawanku untuk membawa anak ini pulang. Sekarang kita pergi dari sini," ajak Jonathan seraya menarik tangan Anabela begitu saja untuk keluar dari sana.
Anabela menahan ringis kesakitan saat merasa cengkraman tangan Jonathan di pergelangannya begitu kuat. Kasar.
"Jonathan, tanganku sakit," ungkap Anabela.
Jonathan melepaskan tangannya saat hendak menggapai pintu mobil. Dia menyadari sikap kasarnya barusan hingga merasa begitu bersalah melihat raut kesakitan Anabela.
"Maafkan aku, Ana." Jonathan memeluk tubuh Anabela lalu menangkup lembut wajahnya.
"Aku hanya... tidak ingin kau bersama Sebastian. Saat mabuk, dia kerap melakukan apapun termasuk tidur dengan para wanita. Aku tak ingin kau--"
"Aku hanya ingin membantunya untuk pulang, Jonathan."
"I know, honey. Tapi, mengertilah. Kau tidak tahu bagaimana sifat Sebastian sesungguhnya. Kau harus berhati-hati meski dia adikku. Aku hanya ingin kau aman. Okay?"
Mendengar hal itu, Anabela memandangi wajah serius Jonathan lalu memberi anggukan kecil yang membuat lelaki itu kembali memeluknya.
Selama di perjalanan, Anabela hanya terdiam mengelus-elus pergelangan tangannya yang tadi Jonathan cengkram. Sakitnya seakan terasa sampai sekarang yang membuat Anabela sedari tadi terus kepikiran.
"Jonathan," panggil Anabela.
"Ya?" sahut Jonathan yang masih fokus menyetir.
"Dari mana kau tahu... aku di sana?" tanyanya. "Aku belum memberitahumu kalau aku pergi ke sana."
"Itu tidak penting," jawab Jonathan lalu menggenggam sebelah tangan Anabela saat dia menyetir.
"Kau mau makan malam apa sekarang, hmm?" tanya Jonathan seakan mau mengalihkan topik pembicaraannya.
"Terserah padamu," sahut Anabela agak pelan.
"Kau mau memasak untukku?"
Anabela menoleh. "Sure."
"Baiklah. Kita akan belanja bahan-bahannya dulu."
Sayangnya, pikiran Anabela tak fokus sedari tadi. Dia memikirkan nasib Sebastian apakah benar sudah dibawa pulang dari bar itu serta sikap Jonathan yang dirasa kasar saat menariknya tadi.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Jonathan dari belakang. Dia meletakkan gelasnya yang berisi wine di pantri sebelum memeluk Anabela dari belakang.
"A-aku hanya bingung mau memasak apa sekarang," sahutnya berbohong.
Jonathan mengambil alih pisau dari tangan Anabela untuk disimpan lalu membalikkan tubuhnya agar mereka bisa berciuman dengan leluasa.
"Aku tidak mau kau memikirkan hal lain saat bersamaku," bisik Jonathan saat ciuman mereka berdua terlepas.
Sebelah tangan Anabela diambil lalu diarahkan untuk membelai sisi wajah Jonathan sebelum dikecup lama.
"Aku ingin tangan ini hanya menyentuhku," katanya tertunduk sambil mengelus tangan Anabela.
"Kau mengerti kan perasaanku, Ana?"
Anabela membalas tatapan Jonathan yang terlihat ingin mendominasi sesuatu.
"I love you," akunya kembali mencium telapak tangan Anabela dengan begitu lembut.
"Aku juga... mencintaimu, Jonathan." Anabela mencoba menghempaskan semua pikiran negatifnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMETHING BETTER
FanfictionAnabela Hoover mengalami kekerasan dalam pernikahannya oleh Jonathan Reeves. Semua yang membantu Anabela menghilang. Banyak larangan dalam hidup yang membuat Anabela ingin lepas dan terbebas dari Jonathan.