🌹 12. Masih Mencintai

237 12 0
                                    

Tok! Tok! Tok!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tok! Tok! Tok!

Pintu diketuk oleh seseorang. Jonathan yang sedang meninjau sesuatu di laptopnya menyempatkan diri untuk memberi izin pada Regina yang kini masuk ke dalam ruangan.

"Ini kopimu, Mr. Reeves."

Jonathan mengangguk kecil lalu kembali mengalihkan perhatian pada laptop. Regina berjalan dengan tatapan tergoda pada Jonathan, bahkan setiap hari dia memberikan tatapan dan rasa itu pada atasan tampan nan seksinya ini.

Regina tersenyum saat suatu ide melintas dalam pikiran. Dia pura-pura tersandung dengan kakinya sendiri sehingga kopi menciprat baju yang Jonathan kenakan.

"I'm sorry, Mr. Reeves!" seru Regina segera mendekati Jonathan yang kini beranjak bangun dari duduknya sambil menepuk-nepuk bagian kemeja dan jasnya yang terciprat kopi.

"Maafkan aku, Mr. Reeves. Aku akan membersihkannya untukmu," kata Regina dengan tatapan menggoda pada Jonathan. Tangannya bergerak melepas jas yang Jonathan kenakan saat tubuh mereka berdua saling menempel.

"Jika kau melakukan ini lagi, aku akan memecatmu."

Tanpa disangka, kalimat itu keluar dari mulut Jonathan dengan raut yang begitu serius. Sampai-sampai Regina memundurkan langkah sehingga tubuhnya tak menempel lagi pada Jonathan.

"Memangnya aku tidak tahu jika kau tertarik padaku dan berusaha menggodaku selama ini?" tambah Jonathan sambil melepas jasnya sendiri lalu dilempar pada Regina begitu saja.

"Bersihkan itu!" titahnya sambil melepas dasi lalu kembali duduk di kursi.

"Kenapa kau masih di sana?" tanya Jonathan yang membuat Regina mengerjap lalu buru-buru keluar dari ruangan. Regina tertegun dengan sikap Jonathan yang terus menangkis godaan demi godaan yang dilemparkan padanya selama ini.

Saat Jonathan hendak kembali fokus bekerja, telepon di atas meja kerjanya berdering. Ia segera mengangkat panggilan itu yang ternyata dari bagian front office di lantai bawah.

"Mr. Reeves, ada seseorang yang ingin menemui anda."

"Siapa?"

"Sebastian Reeves."

Jonathan menghembuskan nafas kasar sebelum menjawab, "Biarkan dia masuk."

Tak lama kemudian, Sebastian sudah ada di dalam ruangan Jonathan. Lelaki itu malah berjalan-jalan melihat sekitar tanpa mempedulikan tatapan tajam Jonathan dari meja kerjanya saat ini.

"Mau apa kau kemari?" tanya Jonathan dengan wajah dingin.

Gerakan Sebastian tiba-tiba berhenti sambil memandangi sebuah lukisan abstrak menggambarkan seorang lelaki sedang memeluk seorang wanita yang beraut sedih.

"Aku ingin tahu keadaan Ana," ungkapnya yang membuat Jonathan memberikan kekehan kecil.

"Untuk apa kau menanyakan istriku?"

"Apa dia baik-baik saja?" tanya Sebastian tanpa mempedulikan pertanyaan Jonathan barusan. Lelaki itu kini berbalik, menatap Jonathan yang masih melemparkan sorot tajam.

"Kau tidak berhak menanyakan itu saat dia hidup bahagia denganku," sinis Jonathan.

"Dia wanita yang kucintai. Kau tahu itu, Jonathan." Sebastian melangkah mendekati meja kerja Jonathan.

"Wah. Apa kau lupa tentang omonganku saat itu? Padahal aku serius saat mengatakan kalau aku akan membunuhmu jika menyakiti Ana."

Jonathan yang sedari tadi diam kini malah tertawa kecil dengan nada meremehkan. "Kau masih berharap pada istriku ternyata."

"Aku masih mencintainya," aku Sebastian dengan raut wajah serius. "Kau tahu alasanku pulang ke sini?"

Jonathan tak mau berkomentar saat ia sudah tahu hal apa yang akan dikatakan oleh adiknya itu.

"Karena aku merindukan wanita-ku yang kau rebut, Jonathan."

"Hentikan omong kosongmu. Pergi dari ruanganku!" usir Jonathan tak mau mendengarnya lagi.

"Memangnya aku tidak tahu kalau selama ini kau terus menyiksanya?"

"Sebastian!" bentak Jonathan.

"Jika kau tidak sanggup memberikan kebahagiaan padanya, kembalikan Anabela padaku," tegas Sebastian dengan cepat sehingga menciptakan keheningan selama beberapa saat.

"Kau mengiming-imingi kebahagiaan padanya. Setidaknya... Kau memberikan sedikit rasa itu pada Anabela, Jonathan."

Di sisi lain, wanita yang kedua lelaki itu bicarakan kini tengah berusaha mengeluarkan rasa mual yang sedari tadi melanda. Dia terus menunduk muntah-muntah di westafel. Anabela menyadari kondisinya saat ini. Kakinya mendadak lemas terduduk di lantai dengan tatapan panik saat air pada keran wastafel dibiarkan terus mengalir.

"Tidak... " gumam Anabela menggeleng-gelengkan kepalanya dengan penuh rasa takut.

 " gumam Anabela menggeleng-gelengkan kepalanya dengan penuh rasa takut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SOMETHING BETTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang