🌹 23. Bahagia kah?

198 10 0
                                    

Anabela terbangun dari tidur nyenyaknya yang baru bisa dia rasakan lagi setelah sekian lama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anabela terbangun dari tidur nyenyaknya yang baru bisa dia rasakan lagi setelah sekian lama. Saat matanya terbuka, ia terkejut melihat Sebastian sedang berdiri bersandar di engsel pintu tengah mengamatinya.

"Good morning, Sleeping Beauty," sapa Sebastian mengulas senyum kecil nan hangat.

Anabela beranjak duduk di atas ranjang. "Sejak kapan kau berdiri di sana?"

"Entahlah. Dua jam yang lalu?" sahutnya nampak tak yakin.

Anabela terkekeh. Tidak mungkin Sebastian berdiri di sana untuk mengamatinya selama dua jam.

"Aku sudah membuatkanmu sarapan. Ayo kita makan," ajak Sebastian.

"Kau terlalu baik, Sebastian. Jangan terlalu mengkhawatirkanku seperti itu."

"I'm sorry, Miss Hoover. Aku memang mengkhawatirkanmu, tapi sekarang aku lebih khawatir pada bayimu," aku Sebastian yang membuat Anabela memutar bola matanya.

"Ayo!" ajaknya lagi.

Akhirnya, Sebastian dan Anabela sarapan bersama dengan tenang. Diam-diam, ada hati Anabela ingin melirik Sebastian dengan berbagai pemikiran dalam kepala.

Anabela berpikir, "Ini yang akan aku dapatkan jika bersama Sebastian."

Sempat terlintas kalimat itu dalam pikirannya sekarang. Jika Anabela memilih Sebastian, mungkin hidupnya saat ini tidak akan dipenuhi dengan ketakutan atau rasa tidak aman.

Sebastian akan memberikan seluruh perhatiannya. Bahkan lelaki itu memberikan reaksi seperti seorang suami penuh haru saat pertama kali melihat potret calon bayinya ketika menatap foto hasil USG.

Andai Jonathan seperti itu.

"Kenapa terus melihatku? Apa aku terlihat lebih menggiurkan untuk dimakan daripada sarapanmu?" goda Sebastian.

Anabela terkekeh. "Tidak juga. Aku hanya sedang berpikir, mungkin wanita yang bersamamu kelak akan sangat beruntung memilikimu yang bisa membuat sarapan seenak ini."

"Apa kau merasa beruntung?" tanya Sebastian dengan santainya.

"Aku?"

"Ya. Kau wanita yang bersamaku dan mencicipi sarapan buatanku sekarang. Apa kau merasa beruntung saat bersamaku?"

Anabela tertegun mendengar penuturan itu. Dia berdeham mengatur tenggorokan sebelum kembali menyuapi mulut dengan makanan.

"Aku anggap diammu adalah iya," cetus Sebastian lalu meneguk minumannya.

"Setelah ini, kau mau jalan-jalan? Aku akan menunjukkan tempat yang bagus di sekitar sini," tawar Sebastian.

"Oke," sahut Anabela lalu kembali sarapan tanpa mempedulikan pandangan hangat Sebastian padanya sekarang.

Setelah menghabiskan sarapan, mereka berdua berjalan-jalan santai melewati beberapa pepohonan yang menjulang tinggi di belakang rumah Sebastian.

Mereka sekarang sedang berjalan menyusuri sisi danau sambil berbincang hangat satu sama lain.

"Jadi kenapa kau meninggalkan Italia dan kembali ke sini? Apa di sana membosankan?" tanya Anabela yang penasaran.

Sebastian sejenak menoleh pada Anabela. "Aku kembali karena mengira sudah berdamai dengan perasaanku. Tapi ternyata belum."

Anabela mendadak canggung. Bukan tidak tahu kalau kalimat itu mungkin saja ditujukan juga padanya.

"Ada bagusnya aku kembali ke sini. Kau jadi punya seorang pengawal sepertiku," lanjut Sebastian yang mencoba mencairkan suasana dengan candaab.

"Kau bodoh," celetuk Anabela yang membuat Sebastian menoleh utuh kepadanya.

"Kau diberi kesempatan untuk terbang bebas, Sebastian. Tapi kau malah kembali ke sini dan melihatku begini."

"Tubuhku memang bebas, tapi tidak dengan perasaanku, Ana."

Anabela menghentikan langkah setelah mendengar kalimat lembut itu dari mulut Sebastian.

"Aku tidak bisa terbang bebas saat separuh jiwaku terkurung dan tersiksa di sini."

"A-apa maksudmu?" Anabela pura-pura tidak paham.

"Ana, kau tahu aku mencintaimu dari dulu. Kenapa kau memilih bersama lelaki berengsek itu yang sudah melukaimu ratusan kali?"

Anabela memberanikan diri membalas tatapan Sebastian yang sungguh-sungguh.

"Sebastian, aku kira... kita jangan membahas ini lagi," kata Anabela mencoba abai.

"Kau memilih Jonathan karena memang mencintainya? Kau memilih dia bukan sekedar karena dia membantumu membayar hutang atau membiayai pengobatan ibumu, kan?"

Anabela bergeming, tak memberikan komentar tentang hal itu. Namun tak menjawab pun, Sebastian sudah mengerti dari raut wajah yang ditunjukkan Anabela saat ini.

"Apa aku mencintai orang yang salah?" tanya Anabela dengan hati-hati.

Sebastian memandangi danau di depannya dengan helaan nafas kasar. "Hal yang harus kau ingat adalah mencintai orang yang salah hanya akan merugikanmu dan kau akan menjalani kehidupan yang tidak bahagia..."

Perkataan itu membuat Anabela tertunduk memikirkannya.

"Kau bahagia saat bersama Jonathan?"

"Kau bahagia saat bersama Jonathan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SOMETHING BETTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang