Part 8

101K 12.4K 2.9K
                                    

Warning! Vote dulu ya biar sama-sama enak🌟

***

Lisa terdiam melihat pemandangan di depannya, ia menyaksikan sendiri jasad nya yang dikebumikan. Tanpa sadar butir bening jatuh dari pelupuk mata indah nya itu.

Papi nya yang bernama Wijaya berusaha menenangkan mami nya yang semakin histeris saat melihat jasad Lisa di timbun tanah.

"Kok nyesek ya?" lirih Lisa, sambil menghapus air mata nya.

"Anak kita pih, dia belum meninggal! Mami yakin dia gak akan tega ninggalin kita hiks!"

"Sabar mi, ikhlasin dia. Kalau mami terus menangisi nya dia akan semakin berat untuk pergi."

"Tapi Lisa janji mau kasih mami cucu yang banyak hiks, kenapa dia boong pih? Kenapa?!"

"Mi jangan bahas cucu lagi, ini yang menyebabkan Lisa pergi. Dia gak tahan karena kamu terus membebani dia padahal belum waktu nya dia memikirkan masalah orang dewasa seperti itu," ucap Wijaya, sedikit kesal dengan watak istri nya itu.

Miranti terdiam merenung, mata nya menatap lurus ke arah gundukan tanah yang sudah selesai di timbun.

"Lisa,"

"Hiks maafin mami nak, mami gak akan minta cucu lagi tapi mami mohon.."

"Kembali sayang, mami gak sanggup hidup tanpa kamu," Miranti terjatuh, tangan nya mengelus nama sang anak yang terukir di nisan itu.

"Mami," lirih Lisa tak kuat menahan sesak yang menghimpit nya, ia ingin memeluk tubuh rapuh mami nya itu dan mengatakan kalau ia masih ada walau di tubuh yang berbeda. Namun tak mungkin mami nya akan percaya dengan hal mustahil seperti itu.

"Lisa mau apa, hm? Mami udah buat sate kesukaan kamu, ayam geprek, sosis bakar, bakso, Lisa cantik nya mami mau apa lagi sayang bilang sama mami?"

"Biar mami belikan kalau perlu dengan toko nya sayang," Wijaya menghela nafas, ia membiarkan istri nya untuk mengeluarkan unek-unek nya.

Mutia melihat gundukan mereh itu dengan bibir yang terangkat sebelah, "Gak akan ada lagi saingan gue dalam bidang pelajaran, Reyhan maupun karir," ucap Mutia pelan.

Mutia merubah raut wajah nya menjadi sesedih mungkin, dia mendekati Miranti dan Wijaya.

"Om, Tante, Mutia turut berduka ya. Maaf kalau Mutia gak bisa mencegah Lisa lompat dari roftoop," lirih Mutia dengan air mata yang keluar dari pelupuk mata nya.

Wijaya menepuk bahu Mutia pelan, "Gak apa-apa, mungkin ini udah jadi takdir anak om," Mutia tersenyum sendu ke arah Wijaya.

"Om dan tante yang sabar ya, Mutia yakin Lisa bakal di tempatkan di tempat yang sebaik-baik nya di sisi Tuhan, karena Lisa orang yang sangat baik," Wijaya mengangguk.

"Terimakasih karena kamu sudah mau jadi sahabat anak om, Lisa beruntung punya sahabat seperti kamu,"

"Mutia yang beruntung punya sahabat seperti Lisa, om. Mutia gak akan nemuin sahabat sebaik Lisa,"

Lisa mengepalkan tangan nya erat, sungguh ia ingin mendekat ke arah jalang sialan itu, berani nya dia menyebarkan berita hoak tentang kematian nya padahal dia sendiri yang sudah mendorong nya. Dan sekarang berani nya dia cari muka di depan kedua orang tua nya seakan-akan dia tak salah apa pun terhadap nya.

Lisa memejamkan mata berusaha mengontrol emosi yang siap meledak kapan saja, kalau saja tidak ada orang tua nya, ia pastikan akan membom mati si sialan Mutialonte itu.

"Jalang sialan! Gue pastikan lo bakal nyesel pernah lahir ke dunia ini!" desis nya dengan mata memerah. Pupus sudah harapannya untuk kembali pada raga asli nya, mungkin selama nya ia akan menetap di raga ini.

My Duda || Lalisa Transmigrasi (Pre-Order)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang