Matanya terbuka perlahan, telinganya sayup-sayup mendengar suara rengekan anak kecil yang semakin lama semakin terdengar jelas. Tangan keriput terasa menggenggam erat tangannya. Manik mata itu lantas melirik ke arah seseorang yang sedang menangis sambil memangku Noval.
"Ibu.." Lirih Citra. Ibunya yang sudah tua renta itu lantas meminta suaminya memanggil dokter.
Tidak lama kemudian dokter datang dan kembali memeriksa kondisi Citra. Perempuan itu masih sangat lemas dan pucat. Ia juga belum bisa banyak bicara karena kepalanya yang terlalu pusing.
Lima menit diam dan hanya mendengar isakan sang ibu membuatnya teringat akan semua kejadian yang membuatnya berakhir di sini.
"Buk, Mas Bima di mana? Kana juga gimana keadaannya?" tanya Citra. Ibunya tidak menjawab malah tambah terisak.
"Bayiku, di mana sekarang?" tanya Citra lagi saat menyadari perutnya sudah rata.
Pria renta yang sedari tadi diam menahan tangis akhirnya mulai mendekati putrinya. Tangan itu mengusap lembut pucuk kepala Citra.
"Bayi kamu ada kok di ruang bayi. Kana juga ada, tapi masih dipantau sama dokter." ucap cinta pertamanya itu dengan lembut.
"Terus Mas Bima di mana, Pak?"
Ayah Citra dengan sekuat tenaga menahan diri agar tidak menangis. Dia bingung bagaimana caranya menyampaikan kabar kematian Bima pada anaknya. Anaknya sangat mencintai Bima, sama seperti saat mencintai dirinya.
"Bima ada kok. Tapi, dia ada di ruangan yang lain. Di samping ruangan Kana."
"Kondisinya baik-baik aja kan, Pak?"
"Iya. Bima baik-baik aja. Dia sehat, Nak." Balas bapak, membuat ibu semakin menangis.
Perempuan yang awalnya hampir percaya dengan ucapan bapaknya kini merasa bahwa semuanya tidak baik-baik saja. Hatinya mengatakan bahwa Bima sedang dalam kondisi buruk. Citra lantas merengek meminta untuk diantar ke ruangan sang suami.
Bapak diam saat putrinya bersikeras untuk bertemu Bima, pun dengan ibunya. Citra lantas turun dari brankar dan mencoba berjalan sendiri. Ia hampir saja terjatuh jika bapak tak menahan tubuhnya yang masih lemas. Mau tidak mau akhirnya bapak mengantar putrinya untuk melihat kondisi Bima.
Pria tua itu mendorong kursi roda putrinya dengan linangan air mata. Ia tidak siap menyaksikan hati putrinya hancur mengetahui bahwa pria yang dicintai sudah pergi.
Kursi roda itu berhenti di depan ruang ICU. Citra mendongakkan kepalanya, seolah bertanya mengapa bapaknya berhenti.
"Kana mu ada di dalam. Mau lihat?"
Sesuatu yang begitu nyeri merambat di hati Citra. Air matanya tanpa aba-aba terjun begitu saja. Kepalanya lantas mengangguk sebagai jawaban. Bapak membawa putrinya masuk ke ruangan itu. Meninggalkan istri dan cucu pertamanya di luar.
Dari luar Citra bisa melihat putra keduanya tengah terbaring dengan mata yang tertutup perban dan dada yang dipasangi banyak kabel. Hatinya begitu remuk mengetahui fakta bahwa Kana sudah tak bisa lagi melihat indahnya dunia. Baru kemarin dokter bilang Kana mengidap asma dan sekarang dokter mengatakan bahwa putranya buta.
Perempuan itu menangis dengan begitu pilu, setega itu semesta pada Kananya.
Tak lama di sana, Citra akhirnya minta untuk ke luar. Ia tidak sanggup melihat kondisi Kana yang biasanya tertawa kini hanya tidur di ruangan penuh suara alat medis.
"Nda.." Panggil Noval lantas berjalan memeluk kaki ibunya.
Perempuan itu mengecup dan mengusap pucuk kepala si sulung. Hatinya sedikit lega karena Noval dalam keadaan yang baik. Hanya ada beberapa luka di tangan dan kakinya, tapi itu tidak parah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakara Bunda | norenmin [END]
FanfictionMohon untuk tetap tinggalkan VOTE dan KOMENTAR walaupun sudah end. [⚠️Alur sedikit cepat dan belum direvisi. Harap maklum jika masih berantakan.] ~•~•~•~•~•~ Kesedihan itu sementara, pun dengan kebahagiaan yang akan pudar jika habis masanya. Bunda a...