"Banyak alasan Lo-"
"OKI!" Bentak seorang pria yang tiba-tiba masuk menghentikan gerakan Oki yang akan meninju Kana.
"Pa-pa..." Lirih laki-laki itu terkejut melihat kehadiran papanya.
Jevan bisa sampai di gedung ini karena pria itu mengikuti Kana sejak meninggalkan rumah. Awalnya Jevan akan mengunjungi Citra, tapi ia justru melihat Kana pergi sendirian entah akan ke mana.
Pria itu sempat bingung untuk apa Kana mendatangi gedung kosong. Ia semakin penasaran karena terdapat motor sang anak yang terparkir di depan gedung. Alhasil ia mengikuti Kana sampai di ruangan ini.
Jevan sempat menyeritkan dahi pada seseorang yang menjaga pintu di ruangan itu. Bodohnya adalah Oki meminta bantuan pada orang-orang sang papa. Jelas Jevan akan lebih dipatuhi dari pada Oki dan Jevan berhasil menghentikan tindakan buruk sang anak.
"Apa-apaan kamu? Siapa yang ajarin kamu kayak gini? Ha?" Tanya Jevan dengan tatapan nyalangnya.
"Pa, Oki cuma-"
"Pulang. Papa akan dengerin penjelasan kamu di rumah." Final Jevan memotong ucapan sang anak.
Tanpa banyak berkilah Oki lantas meninggalkan tempat itu. Sedangkan Jevan merangkul Kana dan mengantarnya pulang.
~•~•~•~•~•~
Sesampainya di rumah Oki lantas melepas jaket dan membantingnya di sofa. Ia akan menunggu sang papa yang akan memarahinya.
Tepat setengah jam Oki duduk menanti Jevan, suara mobil terdengar berhenti di depan rumah. Jujur, jantung Oki berdetak kencang. Tapi, ia juga kesal karena gagal meluapkan emosinya pada Kana.
Pria dengan dasi yang sudah dilonggarkan masuk bersama wajah tegasnya. Matanya lantas mencari keberadaan sang anak.
Tak sampai satu menit, Jevan berhasil menangkap sosok Oki yang duduk dengan kepala tertunduk.
"Ada masalah apa kamu sama Kana?" Tanya Jevan penuh tekanan.
"Papa kemarin pergi seharian kan sama dia sampai melupakan hari ulang tahun Oki. Oki udah tunggu Papa, tapi Papa nggak pulang-pulang. Papa juga dekat dengan ibunya Kana kan? Oki nggak suka, Pa. Oki selai bilang kan sama Papa kalau Oki nggak akan pernah setuju ada perempuan lain yang masuk ke keluarga kita selain mama."
Jevan menghela napas panjang mendengar penjelasan sang anak. Pria itu lantas duduk dan menyandarkan punggungnya ke sofa.
"Oki, dengerin Papa. Semua yang kamu pikirkan itu salah. Kamu sudah salah paham Oki."
"Papa kemarin ada urusan yang sangat-sangat penting. Bahkan Papa bolak-balik dari kantor ke tempat lain untuk nemuin klien-klien Papa. Papa memang sempat bertemu Kana, tapi itu tidak sengaja dan Papa hanya mengantarnya pulang. Masalah ibunya Kana, Papa nggak ada hubungan apapun dengan dia. Papa sudah pernah janji kan sama kamu kalau nggak akan mencari pengganti mama dan Papa akan tepati janji itu. Papa pulang sampai larut malam juga untuk cari kado buat kamu. Tapi, waktu Papa mau kasih kado itu kamu sudah tidur. Sekarang kadonya masih di kamar Papa, nanti kamu bisa ambil."
Oki terdiam mendengar semua penuturan Jevan. Anak itu merasa bersalah sudah berpikir yang tidak-tidak pada papanya sendiri. Jujur, Oki hanya takut Jevan pergi.
"Biar kamu nggak curiga lagi, Papa akan cerita sedikit tentang ibunya Kana. Boleh?" Tanya Jevan lembut dan dibalas anggukan oleh Oki.
Jevan mengeluarkan ponselnya lantas mencari sebuah foto di galerinya. Setelah menemukan satu foto lama itu, Jevan berpindah tempat duduk di samping sang anak.
"Kamu lihat ini." Ucap Jevan seraya menyerahkan ponselnya.
Oki yang sedari tadi menunduk lantas meraih benda pipih itu. Ia melihat ada foto dua pasang suami istri bersama dengan tiga bayi laki-laki.
Itu adalah foto yang diambil di hari ulang tahun pernikahan Jevan dan sang istri yang ke-3. Bersama dengan Bima, Citra, Kana bayi, dan Noval yang saat itu masih berusia 2 tahun.
"Iya, itu ibunya Kana. Nama dia adalah Citra Ayu." Ucap Jevan saat melihat Oki memperbesar bagian wajah Citra untuk diamati.
"Suami Citra namanya Bima. Dia meninggal tepat di hari kelahiran Juna, anak terakhir mereka, karena sebuah kecelakaan. Papa dan mama berteman akrab dengan mereka sejak SMA. Mereka berdua sahabat baik Papa. Dulu saat masih susah, apa pun masalahnya Papa selalu mendatangi Bima. Pun saat Papa sudah menikah, Bima masih menjadi tempat untuk Papa berbagi kesulitan. Bima selalu ada untuk Papa."
"Kepergian Bima saat itu cukup membuat Papa terpukul. Papa seperti kehilangan cahaya hidup. Tapi, Papa kembali bangkit lagi saat melihat Citra yang begitu kuat menerima semua kenyataan pahit dalam hidupnya."
"Suatu hari Papa tanpa sengaja bertemu Citra di rumah sakit saat memeriksakan kesehatan mama mu. Saat itu mama mu baru saja divonis kanker dan sudah sampai di stadium lanjut. Lantas kami bercerita pada Citra dan kembali berkomunikasi lagi hingga saat ini."
"Kamu harus tahu, Citra lah yang sudah membantu Papa merawat mama mu selama sakit. Kamu harus dititipkan di rumah nenek karena saat itu Papa benar-benar kewalahan. Beruntunglah ada Citra yang selalu menemani mama mu hingga pada akhirnya mama mu pergi."
"Citra adalah sahabat terbaik yang pernah Papa dan mama mu punya, Oki."
"Maafin Oki, Pa. Oki nggak tau." Ucap Oki benar-benar dengan perasaan bersalahnya.
"Minta maaflah pada Kana. Bersikaplah dewasa. Kamu sudah buka Oki kecil yang dulu lagi. Jangan memandang orang lain dari fisiknya, Nak. Jangan pernah semena-mena hanya karena kamu merasa lebih kuat dari mereka. Karena kamu juga belum mampu sekuat mereka jika ada di posisi itu. Ngerti kan maksud Papa?"
"Iya, Oki ngerti. Maaf Pa." Ucap Oki lagi lantas dibalas anggukan dari Jevan.
Pria itu lantas beranjak dan mengacak kecil puncak kepala Oki yang tertunduk. Detik berikutnya ia berjalan meninggalkan sang anak yang tengah mengintropeksi diri.
Laki-laki itu merutuki dirinya sendiri atas perbuatan jahat yang selama ini telah ia lakukan pada Kana. Bahkan ia sudah melakukannya selama bertahun-tahun.
Lantas apa yang harus ia lakukan sekarang? Oki terlalu gengsi untuk meminta maaf pada Kana secara tiba-tiba.
Oki mengacak rambutnya frustrasi. Ia kemudian berdiri lalu meninggalkan rumah untuk menjernihkan pikirannya di luar.
___________
___________
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakara Bunda | norenmin [END]
FanficMohon untuk tetap tinggalkan VOTE dan KOMENTAR walaupun sudah end. [⚠️Alur sedikit cepat dan belum direvisi. Harap maklum jika masih berantakan.] ~•~•~•~•~•~ Kesedihan itu sementara, pun dengan kebahagiaan yang akan pudar jika habis masanya. Bunda a...