Suara daging ayam yang masuk ke wajan berisi minyak panas membuat mata Kana terbuka. Ia juga mendengar Juna yang sudah bernyanyi mengikuti soundtrack kartun di tv. Memejamkan mata sejenak, laki-laki itu lantas turun dari ranjang.
Menunggu antrian kamar mandi, Kana berjalan menuju meja makan. Ia menggolekkan kepalanya di atas sana yang menarik perhatian Citra.
"Kana kamu istirahat aja ya, jangan masuk sekolah dulu." Suara Citra membuat laki-laki itu mengangkat kepala.
"Kana gapapa kok, Bun. Lagi pula hari ini ada presentasi kelompok, masa iya cuma numpang nama. Nanti juga pulangnya nggak terlalu siang, Kana bisa istirahat sepulang sekolah."
Citra menghela napas pelan mendengar penuturan sang anak. Iya mengangguk lantas meneruskan kegiatan memasaknya.
Laki-laki itu berdiri setelah mendengar suara khas pintu kamar mandi yang terbuka. Menampilkan Noval dengan rambut basah dan handuk yang disampirkan di bahu.
Waktu menunjukkan pukul enam tepat. Keluarga kecil Citra kini sudah siap untuk sarapan. Perempuan itu dengan telaten mengambil nasi untuk diletakkan di piring anak-anaknya. Noval dan Juna memperhatikan sang bunda dengan senyum yang mengembang.
"Bunda kok beda ya hari ini, kayak lagi bahagia. Dapat rezeki apa?" Tanya Noval yang menyadari bahwa Citra terlihat begitu sumringah.
"Ada deh. Makanya, nanti dari sekolah langsung pulang ya. Sore ini bunda mau ajak kalian jalan-jalan." Jawab Citra dengan senyum yang terus mengembang.
"Wah, beneran Bun? Kita mau ke mana?" Tanya Juna dengan antusias.
"Bunda kasih taunya nanti, biar kalian penasaran dulu." Balas Citra lantas duduk di samping Kana. Pria itu hanya mendengarkan saja. Meskipun begitu Kana juga senang, terlihat dari garis senyum yang tergambar jelas.
Hari ini Noval mengantar Kana ke sekolah. Dia masih merasa khawatir dengan kondisi sang adik. Apalagi Kana belum pernah berjalan sendiri di jalanan tanpa white cane, itu bisa membahayakan keselamatannya.
Setelah memastikan Kana masuk ke sekolah dengan selamat, Noval lantas melajukan sepeda ke jalanan lagi. Masih ada waktu sepuluh menit sebelum gerbang di tutup. Pria itu mengayuh pedal dengan lebih cepat.
Di sisi lain Citra tengah mencuci piring sambil memikirkan tempat mana saja yang akan ia kunjungi bersama anak-anaknya nanti. Semalam perempuan ini membuka tabungannya dan setelah ditambah bonus-bonus dari beberapa orang yang memanggilnya bekerja di rumah mereka jumlahnya lumayan banyak.
Ia berencana untuk membelikan white cane baru untuk Kana dan beberapa barang yang dibutuhkan kedua anaknya yang lain. Citra akan mengajak mereka naik bus nanti. Sambil menikmati sore di akhir pekan, perempuan itu juga berencana untuk mengabadikan banyak momen lewat kamera ponselnya.
Hari semakin siang dan Citra belum selesai dengan pekerjaannya. Matanya melirik ke arah jam dinding di dekat dapur, sebentar lagi bungsunya pulang. Ia membilas bersih tangannya dari busa deterjen dan mulai menyiapkan makan siang.
Baru saja akan memanaskan lauk, Juna masuk dengan denan wajah lesu. Perempuan itu lantas menghampiri sang anak.
"Juna, kok mukanya ditekuk. Kenapa?" Tanya Citra lembut seraya mengambil tas dari punggung Juna.
Anak itu menyerahkan selembar kertas pada ibunya. Citra sedikit terkejut dengan isi surat itu, tapi berusaha untuk tetap tenang.
"Nanti Bunda carikan uangnya ya. Kamu tenang aja." Ucap Citra sambil mengusap pucuk kepala Juna.
"Tapi itu tidak sedikit Bunda. Juna heran deh, masa hal seperti itu diwajibkan. Apa mereka tidak memikirkan siswa yang kondisi ekonomi keluarganya seperti Juna?"
"Sudah tidak apa-apa. Sekarang kamu makan dulu ya. Bunda siapin sekarang." Juna mengangguk lantas mengganti pakaiannya sambil menunggu sang bunda menyiapkan makan siang.
Study Tour ke Pulau Dewata selama lima hari harus diikuti oleh seluruh siswa kelas lima dan enam di sekolah Juna. Biaya yang harus dikeluarkan hampir menyentuh angka dua juta, nominal yang tidak sedikit bagi Citra.
Tapi, bagaimanapun juga ia harus bisa mengusahakannya. Ini mungkin akan menjadi pengalaman tak terlupakan untuk Juna. Apalagi selama ini dia tak pernah mengajak Juna berlibur seperti keluarga pada umumnya. Citra terlalu sibuk bekerja untuk bisa menyambung hidup keluarganya.
Perempuan itu lantas menyelesaikan pekerjaannya hingga tak terasa siang akan segera berakhir. Kedua anaknya sudah pulang, tinggal menunggu kepulangan Noval.
Tepat pukul tiga Noval menghentikan sepedanya di halaman rumah. Pria itu dengan semangat masuk seraya mencari keberadaan sang ibu.
"Bun, jadi pergi kan?" Tanya Noval antusias.
"Iya jadi. Kok malah kamu yang semangat banget?" Balas Citra lalu terkekeh melihat tingkah sulungnya.
"Hehe, kan jarang-jarang kita ada kesempatan kayak gini. Ya udah, Noval mandi dulu ya." Ucap Noval lalu dibalas anggukan dari sang bunda.
Pria itu lantas berjalan cepat menuju kamar. Di kamar ia melihat Kana yang sedang mengeringkan rambutnya. Laki-laki itu baru saja selesai mandi.
"Waaa, udah mandi aja kamu. Tapi, itu tangan kamu kenapa?" Tanya Noval saat melihat tangan Kana di plester.
"Aaa, ini tadi jatuh hehe. Kana belum terbiasa jalan tanpa tongkat, jadi tadi ada batu Kana nggak liat. Tapi, cuma luka dikit aja kok." Jelas Kana seraya tersenyum.
Tadi di trotoar dekat sekolah kaki laki-laki itu tak sengaja menyandung conblock yang rusak. Kana praktis tersungkur dan tangannya terluka. Di saat seperti itu anehnya tak ada satu pun siswa yang membantu Kana, padahal di sana banyak teman-temannya yang berlalu lalang menunggu jemputan.
Kana berdiri sendiri dan berusaha berjalan dengan lebih hati-hati. Ada rasa sedih yang hinggap di hatinya, karena kondisi seperti itu yang Kana hindari selama ini. Tapi ia bersyukur, karena jatuh di trotoar dan bukan di jalanan yang ramai kendaraan.
Kini ketiga putra Citra sudah siap di teras dengan gaya berpakaian yang sama. Celana panjang dengan kaos dan kemeja yang kancingnya sengaja dibuka. Hanya berbeda warna dan jenis kain saja. Ketiganya terlihat begitu tampan dan ceria.
Citra ke luar dengan rok sebetis dan baju dengan warna senada. Perempuan itu mengikat rambutnya sedikit dan terlihat ada lipstik tipis di bibirnya. Ah, Citra terlihat cantik sekali sore ini. Bahkan ketiga putranya terpesona dengan kecantikan sang bunda.
Mereka lantas berjalan beriringan menuju halte. Noval berada di sisi Kana dan Juna berada di sisi Citra.
Menunggu sekitar lima menit, bus yang mereka nanti akhirnya datang. Ke empatnya lantas naik satu per satu. Di dalam perjalanan mereka asik mengobrol sambil memandangi jalanan yang mulai ramai.
Tujuan pertama mereka adalah toko perlengkapan sekolah langganan Citra di dekat alun-alun kota. Rencananya ia ingin sekalian membeli makanan jadul di sana.
Lima belas menit perjalanan akhirnya mereka sampai di lokasi tujuan. Juna terlihat begitu antusias. Ia lantas menarik tangan Noval untuk segera masuk ke toko. Sedangkan Citra memilih berjalan santai bersama Kana.
Anak bertubuh mungil itu memilih beberapa alat tulis yang sekiranya sudah hampir habis persediaannya di rumah. Pun dengan Noval yang memilihkan hal yang sama untuk Kana.
Juna semakin girang ketika bundanya mengatakan untuk dia memilih tas baru. Maklum, tasnya sudah hampir putus karena sudah ia pakai sejak bertahun-tahun yang laku dan tidak pernah diganti.
Noval membantu Juna memilih tas, adiknya itu mencoba satu per satu tas yang ada. Begitu pula dengan Kana yang saat ini sedang memilih buku catatan baru. Laki-laki itu meraba satu per satu buku yang ada dengan senyum bahagia.
Melihat ketiga anaknya tersenyum seperti ini membuat hati Citra menghangat. Baru hal seperti ini yang bisa ia berikan. Kedepannya citra berharap bisa membahagiakan anak-anaknya lebih dari ini.
_______________
_______________
![](https://img.wattpad.com/cover/322563886-288-k124117.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakara Bunda | norenmin [END]
Hayran KurguMohon untuk tetap tinggalkan VOTE dan KOMENTAR walaupun sudah end. [⚠️Alur sedikit cepat dan belum direvisi. Harap maklum jika masih berantakan.] ~•~•~•~•~•~ Kesedihan itu sementara, pun dengan kebahagiaan yang akan pudar jika habis masanya. Bunda a...