Mentari pagi ini terlalu malas menunjukkan sinarnya, membuat langit yang harusnya berwarna biru menjadi temaram. Awan hitam juga ikut bergerumul, menambah gelapnya angkasa. Bisa dipastikan hari ini akan turun hujan.
Perempuan dengan perut besar itu duduk bersandar sambil meminum teh hangat untuk meredakan sakit di perutnya. Sudah dua kali perutnya kram sejak bangun tidur. Selain kram, perutnya juga beberapa kali terasa mulas. Sejujurnya ia takut itu adalah kontraksi, tapi Bima harus berangkat kerja hari ini. Pria itu baru saja mendapat kabar bahwa jabatannya di kantor naik.
Kana terlihat sibuk memakan buah naga, sedangkan Noval masih fokus dengan puzzel yang sedari tadi belum ia selesaikan. Mereka terlihat anteng dengan kegiatannya masing-masing.
Citra sesekali meringis saat rasa mulas itu menghampiri. Sebisa mungkin ia redakan dengan cara menyibukkan diri. Ia membereskan piring Kana lalu membersihkan wajah putra kecilnya yang sudah bewarna merah hingga ke baju.
Selesai mengganti pakaian Kana, Citra lantas mengemasi beberapa pakaian dan barang yang sekiranya ia butuhkan untuk di bawa ke rumah sakit besok. Kana duduk di kasur seraya berusaha membuka pouch yang berisi minyak telon, bedak, dan kebutuhannya yang lain. Citra terkekeh saat Kana melempar pouch begitu saja karena tidak berhasil membukanya.
"Kok di buang sih sayang? Ini, kamu mainan ini aja ya. Bunda beres-beres dulu." Tutur Citra dan menyodorkan satu keranjang bola berwarna-warni. Anak itu lantas menumpahkan seluruh isi keranjang.
Tak lama kemudian Noval berlari masuk ke kamar. Ia membawa mainan di tangannya lalu memamerkannya pada Citra.
"Ndaaa, No bisa. No kelen ndak, Nda?"
(Bunda, No bisa. No keren tidak, Bunda?)
Citra meraih puzzel yang sudah tersusun rapih dari tangan sulungnya. Perempuan itu tersenyum lebar sambil mengusap lembut kepala Noval dan berkata, " Keren sekali anak Bunda. Nanti Kana diajari ya, Kak?"
Anak itu mengangguk mantap lalu mendekat dan menyentuh perut ibunya.
"No uga maw ajalin dedek ni talau dah lahil."
(No juga mau ajarin dedek ini kalau udah lahir.)
Perempuan itu mengangguk lalu mencium kening Noval. Anak itu kemudian naik ke tempat tidur dan mulai bermain dengan sang adik.
Hari semakin siang, tapi langit malah semakin gelap. Awan-awan hitam itu hanya terus berkumpul tanpa segera menjatuhkan bebannya ke bumi. Jika hujan turun nanti pasti akan deras dan lama.
Noval dan Kana sedang tidur dengan pulas. Citra bisa melakukan kegiatan lain tanpa di ganggu oleh dua putranya. Perempuan itu membereskan mainan yang berserakan, mencuci piring, lantas membuatkan makan siang untuk dua balitanya.
Di tengah-tengah memasak perutnya kembali di serang rasa mulas. Perempuan itu mematikan kompor dan segera menyandarkan punggung di kursi. Sesekali menarik napas untuk meredakan rasa sakit. Setelah dirasa sakitnya berkurang, ia kembali melanjutkan kegiatannya.
"Ndaa." Panggil Noval.
"Iya, sayang. Bunda di dapur, Nak." Balas Citra sambil membereskan peralatan masak yang baru selesai ia gunakan.
"No maw minyum." Ucap bocah itu memandangi wajah bundanya yang sedikit kelelahan. Citra mengangguk lalu mengambilkan air minum dalam gelas plastik kecil.
Setelah minum anak itu menyerahkan gelasnya pada Citra dan berkata, "Matcihh."
"Sama-sama, sayang." Balas Citra kemudian anak itu berjalan kembali ke kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakara Bunda | norenmin [END]
Fiksi PenggemarMohon untuk tetap tinggalkan VOTE dan KOMENTAR walaupun sudah end. [⚠️Alur sedikit cepat dan belum direvisi. Harap maklum jika masih berantakan.] ~•~•~•~•~•~ Kesedihan itu sementara, pun dengan kebahagiaan yang akan pudar jika habis masanya. Bunda a...