7 - Luka Pertama Kana

4.2K 492 42
                                    

Pagi ini mentari terbit dengan begitu percaya diri. Sinarnya membuat langit terlihat cerah. Birunya terbentang dari ujung ke ujung tanpa semburat awan putih sedikitpun. Angin juga berembus tidak sedingin tadi malam membawa hawa sejuk yang menyegarkan.

Pertengahan tahun 2012 adalah tahun terakhir Noval memakai baju biru-putih. Tapi, ini adalah tahun pertama bagi Kana duduk di bangku SMP. Tak terasa bukan, mereka sudah memasuki fase remaja awal. Fase dimulainya hal-hal yang diharapkan akan selalu indah.

Meskipun dunia Kana masih terlihat gelap, dirinya memberanikan diri untuk masuk ke sekolah umum. Di kotanya ada beberapa sekolah yang menyediakan Unit Pelayanan Terpadu untuk murid disabilitas tunanetra. Agar ia semakin siap terjun di dunia sosial saat dewasa, Citra mengizinkan Kana untuk bergabung di sekolah non-disabilitas.

Di minggu-minggu pertama adaptasi Kana memang sedikit tidak mudah. Tapi, atas dukungan keluarga dan pihak sekolah Kana bisa bertahan sampai sekarang. Pada awalnya Citra sangat mengkhawatirkan kondisi Kana, tapi mengingat Noval satu sekolah dengan Kana membuat ibu tiga anak itu lebih tenang.

Kini ketiga anaknya sudah sibuk dengan kegiatan sekolah masing-masing, membuatnya semakin leluasa untuk bekerja. Selain menerima laundry di rumah Citra juga mulai menerima tawaran jika dipanggil ke rumah-rumah yang membutuhkan bantuannya.

Citra yang dulu selalu diratukan oleh Bima kini harus bekerja apapun bentuknya, asal halal Citra bersedia melakukannya. Perempuan yang dulu selalu diperhatikan dan dijaga oleh suaminya kini tidak mampu untuk mengeluh dan harus mampu menjadi pelindung untuk ke tiga anak-anaknya.

"Sudah, ayo naik." Tutur Noval lalu menguatkan kakinya untuk menyangga sepeda.

Kana mencari-cari bahu kakaknya lantas naik dan berdiri di bagian belakang. Setelahnya pria yang semakin terlihat tampan itu mengayuh pedal membawa mereka ke jalanan.

Kana memejamkan matanya berusaha menikmati angin yang berembus ke wajah. Noval juga mencoba untuk menghirup banyak oksigen dari udara yang belum terkena polusi. Keduanya sangat menikmati perjalanan.

Sesampainya di sekolah Noval langsung memarkirkan sepedanya dan berjalan beriringan bersama Kana. Kalau di lihat dari jauh mereka seperti dua anak kembar. Sama-sama tampan dan memiliki postur tubuh yang hampir sama.

Noval mengantar adiknya sampai ke depan kelas dan setelah Kana masuk dirinya lantas bergegas ke kelasnya sendiri. Sudah menjadi hal biasa bagi Kana diantar sang kakak sampai kelas seperti ini. Sebenarnya Kana bisa melakukan sendiri, tapi Noval bilang akan berhenti saat dirinya sudah lulus.

Kana meletakkan tas di meja dan meraba kursi yang akan ia duduki. Saat dirasa kursi pada posisi yang benar seorang siswa dengan sengaja menarik kursi tepat saat Kana akan menjatuhkan bokongnya.

Alhasil anak itu terjatuh hingga kepalanya terbentur meja. Kana mengaduh dan berusaha untuk berdiri kembali. Tangannya meraba kursi yang lain, tapi ia tak menemukannya.

Saat itu jantungnya berdegup kencang, hatinya juga terasa nyeri saat mendengar teman-temannya terkekeh. Tidak ada yang membantunya sama sekali, mereka seperti terhibur dengan kesulitan yang Kana alami.

Bocah berusia 12 tahun itu hanya berdiri dan diam tertunduk. Ia mencoba agar tidak menangis walau ingin sekali menangis. Kejadian ini bukan pertama kalinya, tapi sudah beberapa kali sejak masuk sekolah.

Hingga bel berbunyi Kana masih berdiri. Ia belum mendapat bantuan satupun dari temannya. Seorang guru perempuan masuk membawa beberapa kaset dan buku tebal. Melihat satu muridnya tidak duduk guru itu lantas bersuara.

"Kana, kenapa tidak duduk?" Tanya guru itu lembut membuat Kana mengangkat kepalanya.

"Saya tidak punya bangku, Bu." Jawabnya pelan. Perempuan berbaju cokelat itu menyeritkan dahi mendengar jawaban muridnya.

Lakara Bunda | norenmin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang