21 - Juna Sudah Sembuh

3.4K 428 55
                                    

Di bawah langit hitam tanpa cahaya rembulan, Noval sibuk merapalkan doa agar Juna bisa bertahan. Tangannya menggenggam satu tangan adiknya yang sudah tak bertenaga. Jantungnya berpacu cepat seperti motor yang ia kendarai saat ini.

Memarkirkan motornya asal, Noval menggendong kembali Juna di punggung lalu berlari menuju unit darurat. Anak itu masih bisa merasakan punggung hangat sang kakak. Telinganya juga masih bisa mendengar deru napas Noval yang tersengal. Beberapa perawat yang berjaga lantas membawa Juna masuk dan menyuruh Noval menunggu di luar.

Pria itu begitu mencemaskan adik bungsunya. Ia terlihat mondar-mandir di depan pintu sambil berdoa agar Juna bisa baik-baik saja.

Dua puluh menit kemudian seorang perempuan dengan jas putih dan stetoskop yang menggantung di leher ke luar dengan wajah yang sulit untuk di mengerti. Noval lantas bangkit dari duduknya.

"Saudara Noval ya?" Tanya dokter itu.

"Iya, Saya Noval. Bagaimana keadaan adik saya, Dok?"

"Saat kami sedang memeriksa kondisinya, dia meminta Saya untuk memanggil kamu. Apapun yang terjadi nanti, Saya minta kamu untuk tetap tenang. Ya?"

"Tapi, adik Saya baik-baik saja kan, Dok?" Tanya Noval lagi memastikan dan hanya dibalas anggukan oleh sang dokter.

Noval masuk dan menghampiri Juna yang terbaring di brankar dengan selang oksigen di hidungnya. Anak itu tersenyum lemah.

"Kak..." Lirih Juna.

"Iya, Kakak di sini. Kamu mau apa? Apa yang sakit? Bilang sama Kakak, Juna..."

Tangan mungil Juna meraih tangan Noval. Anak itu menggenggamnya begitu erat. Noval lantas melihat bahwa pandangan Juna sudah berbeda. Sorot matanya bukan seperti sorot mata adiknya.

"Makasih ya, Kak. Kakak selalu ada untuk Noval. Kak Noval adalah kakak terbaik yang Juna punya. Kakak adalah pria terhebat di hidup Juna. Kak Noval juga sudah Juna anggap sebagai ayah."

"Dok, tolong periksa lagi adik Saya. Juna, kamu diperiksa dulu ya..." Ucap Noval saat melihat Juna meringis menahan sakit.

Perempuan yang berdiri tak jauh dari pasiennya itu hanya diam, membiarkan Juna menyelesaikan pembicaraan dengan sang kakak.

"Kak... Juna cuma mau bilang, jangan menyalahkan diri sendiri atas apapun yang terjadi. Semua sudah Tuhan atur, jadi Juna nggak mau lihat Kakak sedih lagi. Sebentar lagi satu beban Kakak akan hilang, janji harus senyum. Oke?"

"Maksud kamu apa? Juna, kamu diperiksa dulu ya. Kakak mohon, bertahan sebentar lagi. Atau mau Kakak panggilkan bunda? Kakak jemput bunda dulu ya? Mau ya?" Noval tak mampu lagi membendung air matanya. Pipinya sudah benar-benar basah.

"Enggak Kak. Jangan panggil bunda ke sini. Nanti Kakak bawa Juna saja ke rumah. Sekali lagi terima kasih ya, Kak. Juna juga minta maaf karena selama ini telah merepotkan. Juna sayang sekali sama Kakak."

"DOK! PERIKSA ADIK SAYA! CEPAT!"

"Dok, jangan dulu. Saya mau peluk Kakak sebentar ya." Ucap Juna pada sang dokter yang sudah mendekat.

"Kak, peluk Juna sekali lagi. Juna janji akan sembuh."

Noval praktis memeluk tubuh mungil Juna. Pria itu mengusap lembut surai hitam adiknya. Isakan Noval tak membuat Juna sedih, justru membuatnya tersenyum.

Tangan kecil itu mengusap punggung sang kakak. Sesekali menepuk-nepuk kecil. Hingga akhirnya usapan dan tepukan itu tak terasa lagi di punggung Noval. Pria itu lantas mengeratkan pelukannya.

Ia tahu, adiknya sudah tiada.

Adiknya sudah pergi dari pelukannya.

Juna menepati janjinya. Dia sudah sembuh setelah memeluk sang kakak. Dia benar-benar sembuh sampai tak merasakan apapun lagi.

Lakara Bunda | norenmin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang