9 bulan kemudian
Seorang wanita berambut pirang panjang dengan perut buncitnya kini melangkah pelan melewati lorong rumah sakit dan memperhatikan sekitar dengan was-was dari balik kacamata beserta masker hitam yang menutupi setengah wajahnya.
"Ya, kita akan kembali melakukan pengecekan lagi besok."
"Baik dokter, saya permisi."
Suara asing tersebut membuat wanita itu menghentikan langkah dan terduduk di kursi tunggu sambil memperhatikan seorang suster yang melangkah melewati lorong sepi di hadapannya.
Diikuti seorang dokter yang kini menoleh dan langsung menghentikan langkah ketika wanita itu melambaikan tangan padanya. Membuat pria tersebut terlihat kebingungan bahkan tak mengatakan apapun saat ini.
"Dokter, aku ingin meminta sedikit bantuan padamu." ucapnya terdengar cempreng sebelum bangkit dan melangkah mendekati sosok Edgar yang kini hanya terdiam dengan wajah datar. Terlihat begitu tak berminat pada wanita hamil tersebut.
"Hubungi resepsionis di lantai bawah dan suster akan membantumu untuk menemui dokter kandungan. Maaf nyonya, saya bukan dokter kandungan." ucapnya menolak dengan halus bahkan sebelum wanita itu mengatakan permintaannya.
Mungkin Edgar sedang lelah dan cukup muak untuk bertemu para wanita cantik bahkan berbadan indah. Atau mungkin pria itu hanya ingin menepati janjinya untuk berubah. Yaitu dengan cara menghindari para wanita di lingkungan kerjanya.
Baru saja hendak melangkah pergi Edgar sedikit menghembuskan napas kasar saat merasakan pegangan pada salah satu lengannya yang terbaluti seragam kerja untuk melakukan operasi.
"Boleh bantu aku ke toilet, pinggangku sangat sakit." ucapnya meminta bantuan yang mana kali ini berhasil membuat Edgar terdiam dengan pandangan yang turun pada perut buncitnya.
"Tentu nyonya, mengingat jika istriku juga sedang hamil besar." ucapnya tersenyum ramah seraya menerima pegangan pada tangannya dan mulai melangkah menuntun wanita tersebut untuk mendekati toilet terdekat.
Sampai di hadapan pintu toilet wanita itu sedikit menjauh sebelum menoleh pada Edgar yang masih memperhatikan gerak geriknya. Mungkin was-was karena wanita hamil harus sagat hati-hati bahkan hanya untuk berjalan.
"Saya permisi---"
"Tidak, ikutlah." potongnya membuka pintu toilet lalu menarik paksa lengan Edgar yang terlambat menolak ketika menyadari jika pintu telah tertutup rapat dan menyisakan mereka berdua yang saling terdiam.
"Apa maumu? Aku tidak mengenalmu!"
"Berhenti membentak." peringat wanita itu dengan nada yang dingin sebelum menarik lepas kacamata beserta masker yang menutupi setengah wajahnya. Membuat Edgar langsung mematung kaget saat menemukan sosok wanita tersebut ternyata adalah wanita yang dirinya kenal.
"Rodella? Sialan, apa yang kau lakukan?!" bentaknya setengah berbisik dan langsung melangkah mendekat seraya memeluk erat tubuh wanita hamil tersebut sebelum mendaratkan ciuman pada bibirnya.
"Semalam kau tak pulang, aku merindukanmu."
"Oh sayang, aku memiliki jadwal operasi. Maafkan aku," ucapnya terlihat menyesal sebelum mendaratkan kecupan pada kedua pipi Rodella lalu melingkarkan tangan pada pinggul istrinya. "Kau sendirian?"
"Iya, aku menggunakan mobilmu---"
"Kau menyetir?!" tanya Edgar menatap wanita tersebut dengan tatapan tak percaya, mengingat jika menyetir adalah salah satu hal yang dapat membahayakan wanita hamil.
Dengan ragu Rodella menganggukan kepala yang mana hal tersebut berhasil membuat Edgar menghembuskan napas kasar sebelum memberikan kecupan selama beberapa detik pada kening istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSANE [H.S]
Mystery / ThrillerRodella Morris, gadis cantik dengan kehidupan sederhananya rupanya mampu membuat sosok Edgar yang bekerja sebagai seorang dokter terkesan akan keramahannya. Siapa sangka jika pertemuan singkat itu justru membuat Edgar tak lagi berpikir dan segera me...