#14

884 165 43
                                    

17.25

Kafe.

Apa kalian tau bagaimana rasanya ketika seseorang yang kalian sayang, tapi tidak memandang dan menghargai kalian?

Sooyaa sudah merasakannya.

"Kamu mau menjadi apa kalau terus seperti ini?"

"Ini pilihanku, biarkan aku berada di sini. Aku tidak tertarik dengan tawaran itu."

"Serius? Jangan mempermalukan nama keluarga."

Ucapan pria yang kini duduk di depan Sooyaa membuat dirinya mengepalkan tangan. Dia paling tidak suka dikatakan seperti itu.

Mempermalukan keluarga?

Memangnya apa yang salah dengan menjalani bisnis kafe? Tidak ada. Yang salah hanya pemikiran pria itu.

"Pulang lah," tatap pria itu datar.

"Maaf, aku masih ingin di duniaku."

"Sudah dua tahun lebih kamu dibebaskan. Apa belum cukup?" Tanyanya tajam.

Sooyaa menggeleng. "Masih banyak yang harus aku lakukan untuk kafe ini."

"Apa? Kafe ini tidak ada apa-apanya dengan perusahaan kita."

"Iya, kafe ini tidak ada apa-apanya dibanding perusahaan itu. Tapi, kafe ini sangat berarti untukku karena aku memulainya dari nol."

"Hanya itu? Jangan berbohong. Kamu melakukan ini karena pegawaimu dan sahabatmu kan."

"Benar, itu alasan keduaku."

Pria itu tersenyum remeh mendengar balasannya. Dia menatap isi ruangan itu dengan tatapan merendahkan. Dia melihat foto-foto prestasi yang terpampang di dinding ruangan tanpa ada rasa kagum sedikitpun.

Kemudian dia bangun setelah meminum teh yang disajikan untuknya.

"Setidaknya teh ini memuaskan. Semoga kamu bisa berpikir lebih baik saat kita bertemu kembali."

Sooyaa tersenyum sopan. "Hati-hati di jalan."

Setelah kepergian pria tersebut, Bona masuk dengan wajah khawatir. Dia suka memiliki perasaan tidak enak ketika melihat pria itu berdua dengan Sooyaa.

"Kamu gak papa kan? Apa yang dilakukannya?" Tanya Bona cemas.

"Aku gak papa. Kami hanya mengobrol ringan dan bertukar sapa."

Walaupun dirinya tidak percaya, Bona tidak ingin bertanya lebih lanjut. Dia tidak ingin memaksa Sooyaa bercerita apa yang tidak diinginkannya.

"Tadi aku kaget banget pas tau kamu berduaan di ruangan ini."

"Kenapa harus takut? Gak ada hal buruk yang terjadi."

"Namanya juga khawatir, Soo." Cibir Bona.

"Ya sudah aku pergi dulu, Bon. Ada janji."

Bona tersenyum menggoda melihat Sooyaa bersiap keluar. "Mau ketemu dengan Jennie?" Tanyanya menahan tawa.

"Jangan menggodaku. Aku sudah menganggapnya adik." Balas Sooyaa tidak terima.

"Adik atau saudara kembar?"

"Kenapa malah saudara kembar?" Heran Sooyaa.

Duh, Bona semakin tersenyum mendapat reaksi keheranannya.

"Kamu harapin aku bilang kekasihnya, gitu?"

Sooyaa melotot saat sadar sudah dijebak oleh Bona. Dia melempar bantal sofa di sampingnya dengan kesal. "Kamu menjebakku!"

SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang