Sama seperti Adeline yang dilema akan perasaan nya. Sunghoon juga begitu sekarang.
Kantin, tempat mereka tak sengaja bertemu saat akan mengisi perut yang kelaparan disiang hari setelah belajar terus menerus hingga kepala panas. Baik Sunghoon dan Adeline, keduanya tidak ada yang saling menyapa. Bahkan saat kedua mata mereka bertemu, mereka akan saling membuang muka.
Sunghoon juga sangat dilema, ia ingin memperbaiki semua dan kembali berhubungan dengan Adeline. Tapi bagaimana dengan ayah nya yang ia bunuh karena tugasnya sebagai pembunuh bayaran?.
Daisy adalah satu satunya orang yang Sunghoon percaya, tentu saja karna keduanya tumbuh bersama selain itu Daisy juga tau tentang masalah akan tubuhnya dan hanya dia yang bisa Sunghoon ajak bicara.
Sembari mengaduk ice coffe latte dengan sedotan, Daisy memberi saran nya. "Ya mending lo pindah aja, jadi pembunuh bayaran kan emang pekerjaan lo. Jadi bukannya lo seharusnya gak punya rasa bersalah??"
"Memang jatuh cinta gak ada yang tau, bahkan alurnya kadang terlalu misterius untuk ditebak. Jadi sebelum perasaan lo makin menjadi dan mengganggu pekerjaan lo sebagai assassin yang ngak punya perasaan makin jauh, mending lo pergi dari sekitar Adeline."
"Bukan semata mata karna kakak udah bunuh papanya, tapi pekerjaan kakak juga bisa bikin Adeline dalam posisi berbahaya." Namun kali ini Daisy mengatakan nya dengan serius.
Sunghoon menghela nafasnya. "Kalo buat jauhin Adeline... Gue gak yakin apa gue bisa, soalnya gue udah bener bener jatuh cinta sama dia." Ucapnya dengan lesu.
"Iya gue tau. Tapi keadaan nya lagi nggak menguntungkan buat lo, kak."
Lagi lagi Sunghoon harus berpikir keras, dimana ia harus memilih pilihan yang teramat sulit. Tapi tentu saja ia tak ingin mengorbankan siapapun lagi dalam masalah ini, berbeda dari masalah yang biasa ia hadapi.
"Iya lo bener"
"Dari awal gue harusnya ngak boleh jatuh cinta saat jalanin misi" ucap Sunghoon setelah sadar.
"Bener sih, tapi siapa juga yang tau kalo cinta lo juga bakal dateng disaat jalanin misi?"
"Dan ini udah saatnya lo balik ke sana, ke dunia gelap lo. Dimana tempat seharusnya lo tinggal, kak Hoon." Kata Daisy.
Kini sudah menginjak 7 hari dimana Adeline tidak melihat Sunghoon ataupun Solon di manapun. Baik di kampus atau di kosan, pria itu sma sekali tak terlihat. Adeline tidak merindukan pria itu, ia hanya penasaran.
Sungguh, hanya penasaran.
"Gue akhir akhir ini nggak pernah liat Solon lagi deh, lo liat nggak?" Tanya Adeline pada Dania.
Dania yang hendak menyuapkan spaghetti ke mulutnya terhenti. "Engga, kenapa emang?" Dania bertanya.
"Gakpapa sih, cuma penasaran aja" jawab Adeline yang memicu raut wajah tak percaya milik Dania.
"Beneran" ucap Adeline lagi.
"Beneran bohong" sahut Dania yang masih tak percaya.
"Terserah."
Keduanya kembali makan makanan didepan mereka. Tapi entah mengapa, meski suasana cafe, cuaca, dan makanan yang enak tidak membuat Adeline merasa tenang. Seperti terdapat rasa gelisah yang tidak bisa Adeline jelaskan bahkan memahami nya, karena rasanya begitu asing dan seperti nya ini kali pertama ia merasakannya.
"Lo... kangen Solon?" Pertanyaan Dania menyadarkan Adeline dari lamunannya.
Seketika wajah Adeline dibuat kebingungan harus menjawab apa.
"H—ha?? Hah, ya ngak lah. Buat apa juga." Ucap Adeline sedikit gagap."Keliatan, bego." Ucap Dania yang langsung menusuk kedalam hati Adeline.
"Saran gue sih, kalo lo sebegitu cintanya sama Solon. Turunin ego lo terus tembak dia" ucapnya sambil mengunyah.
Mata Adeline berubah murung. Andai saja, jika tidak ada masalah. Ia akan langsung menghampiri Solon dan mengajaknya berpacaran duluan, seperti saran Dania. Tapi sayangnya, ia tidak bisa.
Sebuah fakta kejam menghalangi mereka bersama, sosok lain dari seseorang yang ia sukai terungkap. Bukan lah seharusnya ia bersyukur karna belum bersamanya dan berakhir selamat?? Tapi mengapa ia terus merasakan kekosongan?.
Rasanya ia seolah menginginkan Solon setiap hari nya, ia ingin Solon untuk nya seorang.
"Menurut lo..." Ucapan yang menggantung itu menarik perhatian Dania hingga berhenti makan dan mendengarkan dengan seksama.
"Tanggapan lo, kalo cowo ngelakuin kesalahan besar sampe dunia lo berubah. Lo bakal ngelakuin apa??" Tanya Adeline.
Mendengar pertanyaan itu justru membuat Dania mengerutkan keningnya. "Solon ngelakuin apa emang?." Tanya Dania penasaran berdasarkan pertanyaan yang diajukan oleh Adeline.
Adeline mengalihkan pandangannya, gerak kepalanya yang kaku saat menghindari tatapan Dania membuat sahabatnya itu makin curiga.
"Del, lo ngak gudeg kan?" Tanya Dania dengan sarkas.
"Jawab aja, jangan saran dari sesama temen, tapi saran seorang perempuan yang ngadepin masalahnya..."
Dania menatap Adeline dengan curiga sedangkan perempuan dihadapannya malah tersenyum canggung.
"Tergantung, kalo sampe dunia gue runtuh dengan segala isinya gue nggak bakal maafin dia tapi kalo engga ya gue bakalan maafin dia." Ucap nya sambil menyesap teh hangat.
"Karna cinta itu buta, kadang nyerempet bego" sambung Dania.
Adeline jadi terdiam setelah Dania memberikan sarannya. Dari hatinya yang terdalam, ia sangat ingin bisa bersama Sunghoon. Tapi fakta ia seorang pembunuh dan yang membunuh papa nya, kemudian memiliki dua kepribadian ganda membuat Adeline bingung.
Meski perasaan marah, benci, sedih, dan terluka. Perasaan campur aduk itu hanya datang sesaat lalu pergi. Seolah ia baik baik saja kemudian hari dan kembali mencintai Sunghoon, bukan kah itu sangat aneh?.
Adeline juga terheran, apa yang Sunghoon perbuat pada perasaan nya hingga ia merasakan hal tak masuk akal seperti ini.
Adeline mencintai Sunghoon, si pembunuh ayahnya.
Tentu saja itu hal gila, jika saja Adeline mengatakan pada Dania dan Haewon tentang masalah sebenarnya. Ia pasti akan dipukul dan dicaci maki habis habisan.
"Apa gue boleh ngikutin ego gue?" Tanya Adeline lirih, seperti orang putus asa yang kehilangan arah.
Dania memelankan kunyahan nya, kemudian menatap Adeline iba. "Tentu, selama itu gak merugikan orang lain dan bikin lo bahagia. I think it's fine."
"Even though the selfish decision I took was wrong?" Tanya Adeline lagi.
"Hm... Setidaknya lo tau salah dan benarnya sebuah perbuatan, jadi lo nggak bakal salah arah. Tapi kalau lo ngelibatin pilihan lo dengan dengan perasaan bukannya pemikiran, yang salah pun bakal jadi terlihat bener dimata lo" ucap Dania.
Lagi lagi Adeline tertampar dengan perkataan Dania.
"Solon buat masalah dan masalah itu nggak bisa bikin gue berhenti mencintai dia meski gue udah nangis kejer semaleman." Curhat singkat Adeline.
Kali ini Dania batuk, tebakan nya benar padahal seharusnya ia tidak kaget. Tapi melihat sahabatnya yang sedang dimabuk cinta hingga buta membuatnya geli.
"Lo udah tertular penyakit bego karna cinta, fix." Ucap Dania.
"Emang..." Ujar Adeline mengakui.
Dania memegang kepala dengan kedua tangan nya merasakan pusing. "Kalo menurut gue nggak usah, tapi kalo lo ngomong sama temen lo Haewon dia bakal jawab gas aja selagi lo bahagia. Jadi terserah lo deh pilih yang mana, karna nasihat dari gue juga bakal percuma kecuali lo ngalamin kejadiannya sendiri." Ucap Dania.
"Tapi lo harus inget Adeline, di dunia ini semua pilihan ada konsekuensi yang harus lo tanggung" ucap Dania dengan serius.
To be continued
🦋 © crxdia
KAMU SEDANG MEMBACA
Solon the assassin [3]
RandomCinta, adalah perasaan yang sulit dijelaskan dan mampu mengacaukan hubungan Sunghoon si pembunuh bayaran dengan Adeline si mahasiswi kedokteran. Sebenarnya ada apa dibalik hancurnya hubungan dua orang itu?