Solon sudah tiba di Washington, dan memilih untuk tinggal di apartemen yang sedikit jauh dari rumah sakit, ia hanya memilih nya dengan asal lagi pula ia tidak akan pernah ketahuan. Karena ia harus membunuh target nya yang berkerja di rumah sakit, jadi ia harus berubah profesi menjadi dokter terlebih dahulu.Di sofa yang empuk ia mencari nomor panggilan milik Jaeyoon sepupunya yang berkerja juga di dunia hitam juga sepertinya.
"Halo?"
"Jino, bisa tolong bikinin gue identitas buat dokter di rumah sakit?"
"Lo masih kerja?"
"Iya"
"Lo bukan nya lagi nggak stabil akhir akhir ini?"
"Gue udah lebih sehat, lo bisa ngga?"
Helaan nafas terdengar. "Iya bisa, tapi cuma 2 hari doang hoon"
"Cukup, kalo bisa mulai besok"
"Iya bisa"
"Oke thanks"
"Tapi lo beneran—
"Bacot anjing"
Dengan jas putih yang identik dengan pakaian seorang dokter dan kacamata yang ia gunakan membuat pasang mata menatapnya sepanjang jalan di koridor. Sunghoon dengan identitas palsu buatan Jaeyoon berhasil masuk kedalam tanpa mengundang keanehan orang sekitar, justru orang orang memuji ketampanan Sunghoon dengan kacamata bulat dan poni yang turun.
Sunghoon masuk kedalam ruangan miliknya lalu menarik laci mejanya. Terdapat 3 macam benda yang selalu ia bawa sudah ia letakan di dalam laci itu, ada pistol, pisau, dan racun. Tinggal ia pilih membunuh orang itu dengan apa.
Sunghoon kembali menutup laci lalu melihat lihat berkas yang tersedia di meja, kemudian tak lama seorang suster datang lalu mengetuk pintu ruangan Sunghoon dengan perasaan gugup kemudian ia masuk setelah mendengar jawaban Sunghoon kemudian ia masuk sambil beberapa kali menutupi wajahnya dengan berkas yang harus ia serahkan pada Sunghoon.
"Dok, ini berkas yang dokter minta" ucap suster itu sambil mencoba santai.
"Iya terimakasih, kamu bisa melanjutkan pekerjaan mu lagi" jawab Sunghoon sambil menerima berkas itu.
Dengan mengulas senyum, malu. Suster itu mengangguk dan kemudian pergi keluar ruangan.
Sunghoon masih mengecek berkas, dan ia sungguhan menggarap nya. Meski ia lebih suka hukum entah mungkin karena Solon juga menyukainya tapi karena pekerjaan nya sekarang dokter, jadi ia harus menghadapinya. Lagi pula ini bukan pertama kalinya ia menjadi dokter.
Saat sedang menggarap proposal, seseorang kembali mengetuk pintu. Membuat Sunghoon mengalihkan pandangan nya ke pintu.
"Masuk" ucap Sunghoon.
"Maaf mengganggu waktunya dokter, tapi kepala rumah sakit memanggil dokter Solon" ucap nya.
Sedikit mengejutkan, pasalnya selama ia bekerja sendiri ia tidak pernah bisa menemui targetnya langsung. Tapi berkat kerja sama dengan sepupunya Jaeyoon segalanya jadi mudah.
'apa ku selesaikan saja sekarang ya?? Ah.. tidak, terlalu terburu buru, lagi pula banyak orang yang harus ku awasi gerak geriknya'
"Baik, tapi apa bisa menunggu sebentar? Hanya 10 menit karena saya masih harus mengurus ini"
"Bisa dokter"
"Saya ada di meja saya dan akan mengantarkan dokter ke ruangan kepala rumah sakit" jawab suster itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Solon the assassin [3]
RandomCinta, adalah perasaan yang sulit dijelaskan dan mampu mengacaukan hubungan Sunghoon si pembunuh bayaran dengan Adeline si mahasiswi kedokteran. Sebenarnya ada apa dibalik hancurnya hubungan dua orang itu?