Assassin - 10

278 39 2
                                    


Adeline mengeratkan pejaman matanya karena sinar matahari yang menembus celah gorden. Tubuh malas itu membalikkan badannya kesamping guna menghindari sinar matahari yang menggangu tidur nya.

Matanya perlahan terbuka, nafasnya berhembus pelan kemudian disambung tetesan air matanya.

Ia masih belum bisa menerima sebuah fakta, bahwa orang yang ia cintai adalah seorang pembunuh yang membunuh ayahnya.

Ia marah, benci, dan sedih. Semua perasaan itu menjadi satu. Tapi tiba tiba secuil rasa sayang muncul, membuat perasaan Adeline makin berantakan. Rasa sayang itu sedikit mengacaukan sistem pikir nya, tiba tiba ia bisa sedikit memaafkan tapi detik kemudian rasa benci itu kembali datang.

Benar benar hancur dunia Adeline rasanya.

Adeline menyibakkan selimut dan kemudian mengambil posisi duduk, dalam hati ia terus berkata untuk menguatkan hatinya menghadapi semua cobaan. Apa yang harus ia lakukan selanjutnya?

Memenjarakan Solon?

Benar, bagaimana pun lelaki itu adalah penjahat yang sudah membunuh papa meski dibayar. Namun Adeline perlu bukti, karna kematian papa diduga sebagai peluru nyasar karena tidak ada bukti selama ini. Berarti Solon adalah penembak handal, ia benar benar membereskan segalanya dengan baik hingga polisi tidak dapat menemukan bukti pembunuhan.

Lagi lagi helaan frustasi Adeline keluar dari mulutnya, diikuti tangannya yang menyibak rambutnya. Wanita itu segera berkemas karena harus ke kampus, tidak ada waktu istirahat untuk mahasiswa kedokteran. Jadi ia harus masuk untuk belajar.

Tak bisa mengendarai mobil karena takut oleng sebab tak fokus, Adeline memilih menggunakan bus sebagai transportasi nya menuju kampus. Disana, menuju ke luar ia menemukan Solon dengan kemeja coklat turun dari lantai 3 hendak kebawah. Menyadari kedatangannya ketika sedang mengunci pintu mengharuskan Adeline melakukannya dengan cepat dan turun kebawah tergesa-gesa.

Ia, tak bisa menatap wajah pembunuh itu meski ingin.

Masih dengan langkah tergesa-gesa ia menuju halte yang lumayan jauh dari kos kosan. Sesampainya disana ia menunggu bersama murid murid sekolah dari smp hingga sma. 3 menit ia dan yang lain menunggu, bus yang ia tunggu datang. Mereka termasuk Adeline masuk terburu buru agar bisa duduk di sisa kursi.

Disamping jendela tempat Adeline duduk ada seorang pria dengan earphone menggantung ditelinga nya. Cukup melihat wajahnya sekilas, dan mengagumi ketampanan lelaki itu. Adeline kembali fokus ke depan saat bus mulai berjalan.

Bus berjalan lumayan cepat, karna supir bus harus mengantarkan para murid sekolah tepat waktu sebelum jam 7 dimana mereka masuk. Berbeda dengan Adeline yang sengaja berangkat pagi karena harus menyelesaikan tugas nya. Bus kembali menyalip kendaraan lain seperti truk dan mobil pribadi yang sedang terburu buru juga.

Penumpang sedikit demi sedikit telah turun, sisanya lelaki disamping Adeline dan 2 laki laki kemudian 1 perempuan. Adeline pikir mereka juga kuliah di kampus yang dama dengannya. Dan, dugaannya benar ketika mereka berlima termasuk dirinya turun di halte kampus.

Adeline turun dan segera melangkah pergi menuju gedung fakultas nya, namun sebelum itu ia mampir di gazebo yang letaknya tak jauh dari gedung nya. Ia mengeluarkan laptop dan mengerjakan tugasnya. Sudah 30 menit ia mencoba mengerjakan tugasnya, tapi pikiran akan Solon terus mengganggu konsentrasi nya.

Adeline memegang batang hidungnya, kemudian memijit nya pelan.

"Gue harus gimana?..." Desisnya pelan.

Matanya perlahan mulai berkaca kaca sebab terlalu frustasi memikirkan masalahnya.

Solon adalah pembunuh papa.

Bagaimana dengan Sunghoon?

Mereka satu orang, Adeline. Orang itu memiliki kepribadian ganda yang mengerikan.

Satu sisinya dapat membunuh seseorang dengan kejam, satu sisinya dapat membuat Adeline jatuh cinta dan bahagia disampingnya.

Bagaimana dengan memaafkan nya?

Apa dengan memaafkannya, papa akan kembali?.

Bukannya kamu sudah tak peduli dengan nya, bahkan akan kehadirannya?.

Sebenci apapun aku pada papa, mengharapkan dirinya meninggal bukan suatu kebahagiaan, aku juga sedih. Bagaimanapun ia adalah papa yang pernah ku sayang dan memiliki tempat yang spesial.

Jadi, mau kau apakan si Solon itu?

Yang jelas, masuk penjara dan membayar kejahatannya sudah cukup kan?

Kau yakin akan hal itu? Bagaimana dengan hati mu?





































Hati ku?

Hahaha






















































Sialan



















































Benar juga

































Aku benar benar menyayangi nya, apa aku sanggup melakukan itu??



























"Woy??"

"Lo gakpapa?" Tanya Haewon khawatir, sebab Adeline terlihat termenung sambil berkaca kaca dan hampir menangis.

Bulir air mata Adeline turun ketika kesadaran nya sudah kembali.

Lalu Adeline menggeleng sebagai jawaban atas perasaan yang ia rasakan, helaan nafas yang terlihat berat itu membuat Haewon turut sedih akan masalah yang dihadapi sahabatnya. Haewon menggambil tempat duduk disamping sahabatnya, lalu menepuk pundak sahabatnya dan memeluknya.

Membiarkan Adeline menangis dalam diam, yang sudah menjadi kebiasaan nya.

"Denger, lo itu anak baik Del. Gak salah kalo lo mau egois, lo berhak ngelakuin itu selagi hal yang lo lakuin gak salah." Saran Haewon, setelah mencoba mengetahui kondisi Adeline.

Benar, ia berhak egois.

Tapi, apa egois ingin memiliki Sunghoon yang telah membunuh papa diperbolehkan?.

Lagi lagi Adeline mengeluarkan air matanya setelah kembali memiliki itu. Kenapa, takdir bermain main dengannya. Mengapa semesta tidak bisa membiarkan seseorang datang di kehidupan Adeline untuk membawa kebahagiaan setelah beberapa tahun hidupnya sangat datar.

Seseorang yang dapat membuatnya tersenyum dengan mudah, justru harus menghilang dan pergi karna kasus pembunuhan ini.

"Lo, mau gue panggilin Solon?" Tawar Haewon, ia pikir dengan datang nya Solon akan membuat sahabatnya membaik.

Namun setelah mendengar nama itu diucapkan oleh sahabatnya, Adeline justru kembali menangis. Ia tak bisa melakukan itu lagi, ia tak bisa dekat lagi dengan Solon. Solon dan Sunghoon adalah pembunuh, yang telah membunuh papa Adeline.

Dan Haewon tidak tau akan fakta itu, haruskah Haewon tau?.

"Oke oke, sorry. Gue gak bakal panggil Solon, jangan nangis lagi doong, please." Ucap Haewon sedikit panik dan memohon pada Adeline.

Perasaan dilemma ini, Adeline sangat membencinya. Ketika ia harus memilih antara papanya yang meninggal kan nya ketika hidup maupun kini meninggal, atau lelaki dengan dua kepribadian yang membuatnya jatuh.














To be continued
🦋 © crxdia

sekali lagi maaf, part aku ubah karna rasanya alur cerita ini terlalu cepet dan emosi Adeline sebagai anak yang kehilangan ayah karna dibunuh oleh crush nya sendiri kurang tersalurkan. Jadi aku ganti chapter ini.

maafin aku yang gak bisa bagi waktu nulis sama urusan pribadi yaa.

Solon the assassin [3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang