"Kamu marah?" tanya Sunghoon pada Adeline yang berdiri di depannya karena meninggalkan dirinya dibelakang.
"Mana ada? Aku mana punya hak buat marah?"
"Terus kenapa langkah kaki nya kaya gitu kalo ngga marah?"
"Suka suka aku lah?!" lalu Adeline masuk kedalam apartemen meninggalkan dirinya diluar.
Sunghoon mengusak wajahnya, frustasi. Bagaimana caranya ia bisa menjelaskan pada Adeline jika diajak bicara saja perempuan itu sangat susah?? Dengan langkah lambat, lelaki itu masuk kedalam apartemen Adeline. Sudah dipastikan perempuan itu mengurung diri di kamarnya, melihat pintu itu tertutup rapat.
Sunghoon meletakkan tasnya dan jas nya di sofa, kemudian berdiri di bibir pintu kamar Adeline. Dengan ragu, Sunghoon mencoba mengetuk pintu itu. Namun tak ada jawaban dari dalam.
"Adeline?"
"Love, are you there?"
Sunghoon mengetuk pintu nya lagi, dan lagi lagi tak ada jawaban dari dalam. Sunghoon mencoba membuka pintu kamar itu dan terbuka, rupanya pintu itu tak di kunci. Sunghoon melangkah kan kakinya masuk kedalam, menemui Adeline yang tengah menangis di gulungan selimut.
Sunghoon duduk ditepi kasur dengan perlahan lalu menepuk kepala Adeline yang masih menangis tanpa suara di balik selimut.
"Hey? Tell me what makes you crying hm?"
"Love.. dont do this"
"Please dont crying okay?"
"I hate see you crying" ucap Sunghoon lagi.
"But you're the one who makes me cry," ucapnya dibalik selimut.
"Makanya ayo ngobrol, kita selesain ini biar ngga ada salah paham, jangan ngindarin aku kaya gitu."
"Kamu mau tau tentang Daisy kan??" ucap Sunghoon.
Dari balik selimut, Adeline mengintip Sunghoon dengan raut wajah khawatir nya.
"Say it," pinta singkat Adeline.
"Sini pangku dulu dong?"
"Ish! Langsung cerita ajaa" seru Adeline dengan suara serak sehabis menangis.
Layak nya boneka, Sunghoon mengangkat Adeline dan mendudukkan nya di pangkuannya tanpa menghiraukan penolakan nya. "Biar enak ceritanya," ucapnya agar Adeline bisa patuh.
Karena sudah di dekapan nya Adeline tak bisa menjawab, harus nya ia sangat marah, bukan tersipu karna berada di pangkuan Sunghoon dan suara berat Sunghoon yang membuat jantungnya berisik tak karuan.
Harus nya ia teriak, menangis bahkan memukul Sunghoon sebagai pelampiasan rasa cemburunya.
Namun kini ia menjadi lemah didalam dekapannya, Sunghoon menyebalkan.
"Namanya Daisy, temen ku dari kecil, lebih tepatnya dari sd" Sunghoon mulai bercerita, dalam dekapan Sunghoon Adeline menyimaknya dengan baik.
"Adeline, dia ada disaat aku kesepian waktu mama ngga ada, lebih tepatnya karna mama meninggal dan papa sibuk kerja."
"Tapi disaat aku mulai bosan dan muak dengan semua, Daisy dateng, dia yang bikin aku bertahan hidup dan menghadapi semua, dia udah kaya adik aku perempuan ku sendiri."
"Meskipun dia lebih muda, tapi dia lebih dewasa dalam hal apapun, bahkan aku ngga bisa bikin keputusan tanpa dia."
"Daisy udah punya pacar kok, kamu jangan khawatir."
Tentu saja, dengan kalimat terakhir itu membuat hati resah Adeline kembali tenang. Dengan perlahan Adeline menunjukkan wajah nya kepada Sunghoon yang sudah menunggu nya sedari tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Solon the assassin [3]
De TodoCinta, adalah perasaan yang sulit dijelaskan dan mampu mengacaukan hubungan Sunghoon si pembunuh bayaran dengan Adeline si mahasiswi kedokteran. Sebenarnya ada apa dibalik hancurnya hubungan dua orang itu?