29. | Mbah Seluruh Umat

347 97 4
                                    

HAPPY READING
AWAS BANYAK TYPO!
🥰🥰🥰

HAPPY READINGAWAS BANYAK TYPO!🥰🥰🥰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

KERETA kita segera tiba
Di Jatinegara kita 'kan berpisah
Berilah nama, alamat serta
Esok lusa boleh kita jumpa pula
Esok lusa boleh kita jumpa ...
pula

Noureen menatap Supriyadi dengan ragu. Pemuda itu tampak tidak bersuara sejak kali pertama ia bernyanyi. Sesuai janjinya tadi, ia telah menyanyikan lagu Juwita Malam untuk Supriyadi. Benak Noureen yang sempat dihinggapi rasa tidak percaya diri menjadi luruh setelah kekasihnya itu tersenyum sembari bertepuk tangan. Bahkan ketidakyakinan dalam diri Noureen digantikan oleh sebuah senyuman.

"Kau sangat mahir menyanyikannya, Nour. Bung Ismail pasti merasa bahagia jika melihatmu bernyanyi seperti ini."

Noureen tersenyum. "Terima kasih, Priyambodo. Kau terlalu berlebihan." Ia mencoba menstabilkan gemuruh dalam dadanya.

"Aku berkata jujur, Nour. Kau benar-benar menghayati isi lagunya. Jika saja ada alunan biola di sini, pasti akan lebih menakjubkan. Sayang aku bukan Bung Soepratman atau Bung Syahrir yang dapat memainkan alat musik itu." Supriyadi tertawa hambar. Noureen tertegun.

"Kau tak perlu menjadi seperti Wage Rudolf Soepratman atau Sutan Syahrir, Priyambodo. Aku sama sekali tak menuntutmu menjadi seperti mereka. Aku tahu, bagaimana pun kau adalah Shodancho Fransiskus Xaverius Supriyadi, bukan W. R. Soepratman apalagi Sutan Syahrir. Asal kau tau, aku juga tak bisa bermain biola atau piano. Itu sebabnya saat ujian praktik di masa SMP aku memilih menjadi vokalis ketimbang pemain alat musik." Noureen terkekeh. Supriyadi yang tadinya tampak sedih pun tersenyum tipis.

"Aku sangat ingin melihat senyumanmu lebih lama lagi, Nour. Melihatmu berhasil dalam hidup, melewati segala kekurangan dan rintangan. Aku sangat ingin menyaksikan itu semua. Aku sangat ingin menggenggammu lebih lama. Tapi aku sadar, aku sama sekali tak mempunyai kendali atas itu."

Kekehan Noureen memudar. Ia menatap Supriyadi dengan mata berkaca-kaca. Meski tiba-tiba ia jadi tahu, keinginannya dan Supriyadi adalah sama. Ia ingin  lebih banyak waktu dengan pejuang empat lima itu.

Noureen meraih tangan kanan Supriyadi, lantas menggenggamnya dengan erat. "Kau tak perlu memikirkan semua itu, Priyambodo. Jika Tuhan merestui, tak ada sesuatu pun yang mustahil terjadi."

Dua sudut bibir Noureen membentuk senyuman yang mampu menghapus segala duka di benak Supriyadi setidaknya untuk sekarang ini.

"Lagipula kau tak boleh merasa sedih seperti ini. Bukankah kekasihku ini seorang pemimpin yang hebat, heh? Sejak kapan pemimpin besar seperti Shodancho Supriyadi bersedih hati selain karena memikirkan bangsanya?" Noureen tampak berusaha mengalihkan pembicaraan mereka.

"Seperti yang pernah kukatakan, kau milik negara, Priyambodo. Aku sama sekali tidak keberatan jika suatu hari kau harus kembali memenuhi panggilan ibu pertiwi. Aku sama sekali tidak akan menghalangimu memenuhi tugas. Kau adalah pemimpin yang besar, kau adalah pemuda dan pejuang yang tangguh. Aku tidak akan mencegahmu kembali menunaikan kewajiban sebagai seorang pejuang."

CLANDESTINE ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang