64. | Buah Pengorbanan

255 75 5
                                    

HAPPY READING
🥰🥰🥰


•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

"TUMBEN Ibu beri izin Kaiden masuk ke rumah."

Noureen berucap dengan nada rendah. Bu Melinda yang berdiri di sampingnya pun menoleh. Perkataan Noureen barusan dapat didengar jelas olehnya.

"Waktu kamu datang sendirian, ibu nggak tau kalau Xaverius sudah kembali. Beberapa saat setelahnya, remaja itu datang pengen ketemu kamu. Katanya dia punya kabar baik tentang Xaverius. Jadi, daripada lihat kamu sedih terus-terusan ibu kasih izin dia masuk."

Noureen tidak menjawab. Kakinya melangkah berbalik meninggalkan ambang pintu rumah. Kedatangan Kaiden memang membawa sedikit angin segar di benaknya.

"Mau ke mana?" Bu Melinda kembali bersuara.

Noureen sempat terdiam. "Kamar, mau tidur. Capek," jawabnya kemudian.

Bu Melinda menghela napas. "Ke kamar Xaverius?"

Noureen menggeleng. "Kamarku." Noureen masih saja menjawab dengan singkat, padat, dan jelas. Tampak sekali gadis itu benar-benar tidak berminat berbicara.

"Kalau dengan tidur di kamar Xaverius dapat mengurangi rasa kangenmu untuk pejuang itu, nggak papa. Kamu boleh kok tidur di sana. Yang penting kamu nggak sedih seperti tadi." Bu Melinda bersuara tanpa menatap Noureen. Pandangannya masih tertuju pada pekarangan rumah yang sepi. Adik-adik Noureen masih bersekolah, sementara Pak Barraq masih bekerja di kantornya.

Noureen kembali terdiam. Ia tampak berpikir. "Kalau Ibu pengen Mira merasa lebih baik ... " Ia menjeda perkataannya.

" ... biarkan kamar Xaverius tetap seperti itu. Jangan diapa-apakan. Mira yakin Xaverius akan kembali," sambungnya.

Bu Melinda terdiam. Ia tahu Supriyadi sudah pulang ke zamannya, tapi ia tidak yakin jika pemuda itu akan kembali lagi. Meski begitu Bu Melinda mengangguk. Ia tidak ingin melihat Noureen semakin sedih jika ia menolak.

"Kamar itu hanya untuk Xaverius, ibu atau ayah tidak akan menyewakan untuk siapa-siapa lagi. Kamu senang?" Bu Melinda berucap lembut. Ia tersenyum.

Noureen tersenyum tipis. Tanpa berkata-kata, ia kembali melangkah memasuki rumah. Tubuhnya benar-benar lelah saat ini.

•••

Alam 1945 yang indah berubah menjadi nestapa. Begitu banyak pertumpahan darah di mana-mana. Setiap noda merah dari segala sudut Kota Blitar tidak hanya berasal dari para tentara Jepang yang terbunuh. Namun ternyata banyak warga dan tentara PETA Indonesia yang turut menjadi korban.

Supriyadi tersenyum tipis. Ia tidak tahu jika dalam pertempurannya dahulu, banyak rekan-rekan PETA Indonesia yang terbunuh. Para tentara PETA yang tidak ikut memberontak dan masih memilih setia pada Jepang, turut menjadi tumbal pemberontakan.

CLANDESTINE ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang