34. | Kelicikan Dai Nippon

315 80 18
                                    

Happy reading!
😍✨

Happy reading!😍✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

NOUREEN memarkirkan motornya dengan hati-hati. Ia baru menuruni kuda baja itu setelah Supriyadi turun. Pemuda itu tampak mengacungkan jempol memberi apresiasi pada kekasihnya yang mau berusaha. Noureen sampai salah tingkah karenanya.

"Kau sudah mahir mengendarainya, Nour. Ke depannya kau tak perlu membutuhkan arahan dan pelatihanku lagi. Kau bisa mengendarainya sendiri."

Senyum di wajah Noureen memudar. Perkataan Supriyadi barusan secara implisit membicarakan tentang perpisahan mereka. Ia menggeleng cepat. "Kau berkata seakan-akan kita akan berpisah sebentar lagi. Aku masih membutuhkanmu, Priyambodo."

Supriyadi memilih bungkam. Ia hanya tersenyum sebagai balasan. Ia juga tak mau berpisah dengan gadisnya ini. Namun bagaimana pun, takdirnya sudah ditulis. Pertempuran antara ia dan tiga antek-antek Nippon itu tiba sebentar lagi.

"Eh kalian sudah pulang?"

Noureen dan Supriyadi sontak menoleh. Tampak Bu Melinda datang berpenampilan rapi, lengkap dengan tas selempang di pundaknya dan tas besar di tangan kanannya. Di sampingnya ada Freya dan Pak Barraq.

"Mau ke mana?" Noureen bersuara dengan nada sedikit ketus.

Bu Melinda tersenyum. "Kita akan menyusul adikmu bertanding ke Blitar. Tadi pagi saat kamu berangkat ke sekolah untuk pemotretan yearbook, adikmu berangkat ke Blitar bersama pelatihnya."

Alis Noureen bertautan. "Kita?"

Bu Melinda mengangguk. "Iya, kita. Ayah, ibu, Freya, kamu, dan Xaverius. Kita semua akan ke Blitar menyusul Ishan. Jadi, cepat bersiap. Kemasi barangmu, kita akan menginap sampai besok."

Noureen mengerjap berkali-kali. Ia tampak tidak percaya dengan perkataan ibunya. "Ibu serius?"

"Iya, Ra. Cepat bersiap. Kau juga, Xaverius. Kami tunggu di sini." Kali ini bukan Bu Melinda melainkan Pak Barraq yang bersuara. Dengan senyum merekah, Noureen bergegas memasuki rumah.

"Maaf, saya juga ikut?" Supriyadi yang sedari tadi diam pun bersuara. Pak Barraq mengangguk.

"Benar, kau juga. Kau sudah bersusah payah mengajari Mira berlatih sampai akhirnya dia bisa mengendarai motor itu sendiri. Sebagai balasannya, kami akan mengajakmu menonton Ishan bertanding di Blitar begitu pula Mira yang sudah mau berusaha."

"Tapi Anda sudah memberi gaji yang cukup untuk saya. Saya hanya tidak ingin mengganggu acara keluarga Anda dengan turut ikut serta di sana."

Supriyadi tampak segan. Sebenarnya ia memang berminat ikut, terlebih ke kota tempat ia berjuang, Blitar. Namun ia juga tidak ingin mengganggu waktu kebersamaan keluarga Noureen yang selama seminggu ini baru kali pertama kekasihnya bepergian bersama keluarga.

CLANDESTINE ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang