84. | Perintah sang Jenderal

266 63 1
                                    

HAPPY READING
🥰🥰🥰

HAPPY READING🥰🥰🥰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

"MARI masuk, Nak Pierre. Anggap saja rumah sendiri."

Meski sedikit sangsi, Pierre mengekori Pak Barraq. Pemuda itu lantas duduk di salah satu kursi setelah Pak Barraq mempersilakan.

"Saya baru tahu kalau Lammert punya putra seperti kamu. Terakhir kali berkunjung ke Semarang tiga tahun lalu, kalau nggak salah waktu itu hanya ada dua saudara perempuanmu, Mbak Farre sama Rose. Waktu itu Rose juga masih usia SMA. Sekarang sudah mau menikah saja dia."

Pierre terkekeh. "Saya empat tahun terakhir memang sedang mengikuti pelatihan tentara di akademi militer, Om. Mungkin itu sebabnya saya belum pernah melihat Om Barraq. Saya juga terkejut, pulang-pulang dari pendidikan adik saya sudah bawa pasangan. Padahal kakaknya ini masih sendirian."

Pak Barraq mengangguk-angguk. "Mungkin saja. Jadi sekarang kau sedang sibuk apa? Masih pendidikan atau bagaimana?"

Pierre menggeleng. "Tidak, Om. Saya sudah lulus Akmil. Sekarang saya sudah bertugas di Surabaya. Masih letnan satu."

"Letnan satu? Berapa usiamu?"

"Saya dua puluh enam tahun, Om."

"O-oh dua puluh tahun. Putri pertamaku Mira, dia masih SMA. Sekarang usianya masih tujuh belas tahun. Beberapa bulan lagi lulus. Nah ini orangnya."

Pierre mengikuti arah pandang Pak Barraq. Tampak seorang remaja berseragam lengkap tengah memasuki rumah. Merasa diperhatikan, gadis itu menoleh, membuat tatapan keduanya bertemu.

"Ra, kenalin nih anak teman ayah. Namanya Pierre anak Om Lammert. Nak Pierre ini abdi negara lho."

Noureen menatap Pak Barraq sekilas sebelum menghampiri Pierre. Menyalami pemuda itu, Noureen lantas berlalu memasuki rumah tanpa sepatah kata.

"Maafkan Mira, ya, Nak Pierre. Dia tidak biasanya seperti itu."

Tatapan Pierre pada ambang pintu terputus. Ia beralih menatap Pak Barraq. "Tidak masalah, Om." Pierre bangkit dari posisinya. "Kalau begitu saya permisi dulu, Om. Saya harus kembali ke asrama."

Pak Barraq bangkit dari posisinya. "Buru-buru sekali. Tidak ingin menunggu ibunya Mira pulang? Ibunya Mira masih menghadiri pertemuan orang tua di sekolah Freya, adiknya Mira."

Pierre menggeleng. "Lain waktu saja, Om. Saya akan datang kemari lagi. Saya benar-benar harus kembali."

Pak Barraq mengangguk. "Kalau seperti itu, baiklah. Jangan sungkan untuk main kemari, ya. Sampaikan salamku untuk Lammert dan ibumu."

CLANDESTINE ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang