70. | Hujan dengan Segala Kisahnya

245 58 1
                                    

HAPPY READING
🥰🥰🥰

HAPPY READING🥰🥰🥰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

LANGIT yang biasanya cerah berubah menjadi mendung saat Noureen melajukan motornya keluar dari lahan parkir. Hari yang memang sudah berubah petang membuat hanya motor Noureen yang satu-satunya tersisa di halaman berukuran luas ini. Namun bukan itu yang menjadi masalah. Perkataan Samantha yang masih terngiang di benaknya membuat Noureen merasa sesak. Di balik kaca hitam yang menutupi wajahnya, air mata gadis itu kembali menetes. Semua kenangan bersama Supriyadi yang terlukis di setiap sudut jalan yang ia lewati membuatnya lemah. Noureen tidak bisa berbuat apa-apa selain berusaha tetap fokus berkendara dengan berurai air mata.

"Hei, aku mengatakan yang sebenarnya, Nona." Supriyadi terkekeh. Senyumannya tercetak jelas di kaca spion.

"Hei, kenapa kau memanggilku dengan sebutan Nona lagi?" Noureen menatap Supriyadi merajuk. Sudah dibilang ia sangat tidak menyukai panggilan "nona", tetapi tetap saja Supriyadi ini.

Supriyadi terkekeh. "Tidak ada. Aku hanya mengingat pertemuan pertama kita. Saat itu kau sangat ketakutan bukan melihat katak di perpustakaan? Saking takutnya kau sampai berteriak saat katak itu melompat-lompat. Padahal, jika aku boleh jujur. Teriakanmu jauuh lebih besar dari katak itu, Nona Nour." Supriyadi kembali terkekeh. Tampaknya ia begitu senang saat menjahili Noureen yang tampak kesal dari pantulan wajahnya di kaca spion.

"Katak itu memang menjijikkan, kau tahu? Baunya sangat tidak enak. Aku selalu ingin muntah jika mencium aroma katak apalagi jika harus berlama-lama dengan seekor katak. Sebenarnya itu bukan salahku. Pak Zayden saja yang kebangetan. Katanya sekolah adiwiyata, artinya sekolah dengan lingkungan bersih, indah, dan hijau, tetapi malah ada seekor katak di perpustakaan. Tidak elit sama sekali!" Noureen mengatakan itu dengan menggebu-gebu. Ia masih menyimpan kekesalan pada Pak Zayden karena insiden katak itu.

Supriyadi terkekeh. "Ya-ya. Kurasa Pak Zayden memang pantas mendapat hukuman," ujarnya menimpali.

"Dan kau pantas mendapat amarah dariku," ujar Noureen kesal.

Bukannya merasa bersalah, Supriyadi justru semakin tersenyum di balik helmnya. "Kalau begitu, marahi aku, Nona. Haruskah aku mengingatkanmu saat kau memilih mencuci seragamku dengan dalih sebagai tanda terima kasih saat pertemuan pertama kita, hm?"

Noureen terbelalak. Ia tampak salah tingkah mendengar perkataan Supriyadi. "Kau selalu mengingat segalanya," ujarnya sembari tersenyum malu. Supriyadi dapat melihat senyuman itu melalui kaca spion.

"Itu karena aku masih awet muda. Aku bahkan masih ingat saat kau mengunci diri di kamar dan menangisi pemuda asing sepertiku hanya karena ayahmu tidak memberi izin aku tinggal di rumahmu." Supriyadi kembali tersenyum sembari fokus menyetir menyusuri jalan raya.

"Harusnya kau tidak perlu mengingatnya. Menyebalkan," ujar Noureen kesal. Supriyadi ini terkadang membuatnya senang dan melayang, terkadang membuatnya kesal. Noureen sampai heran dibuatnya.

CLANDESTINE ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang