KONDISI salah satu kamar di asrama Daidan PETA Blitar yang mulanya lengang menjadi dipenuhi ketegangan kala satu dari dua puluh lima orang berseragam warna krem muda berhias pin merah lengkap dengan dasi cokelat dan topi baret bersuara.
"Bung sekalian, saya dengar bahwasanya rencana pemberontakan kita sudah tercium tentara Nippon. Bukankah sebaiknya pemberontakan ini kita lakukan segera? Mengingat penderitaan rakyat sudah sedemikian parahnya." Meski jam menunjukkan pukul delapan tepat, tak ada satu pun raut penat di wajah dua puluh lima pemuda itu.
Si pemilik kamar-yang tadinya bersuara-tampak memperhatikan rekan-rekannya. "Bukankah seharusnya kita tidak perlu menunggu lebih lama lagi, terlebih-lebih siang tadi kurang lebih pukul dua tepat ada sebuah gerbong kempetai datang dari Semarang. Sebagian dari mereka pada saat ini sedang bermalam di Hotel Sakura dan mungkin sekali kempetai itu sengaja didatangkan ke Blitar untuk menangkap anggota tentara PETA Blitar atau setidaknya mengadakan operasi dalam Daidan."
Bundanco Halir Mangkudijaya-pemilik kamar-menatap dua atasannya bergantian. Dua pemuda dengan pangkat lebih tinggi dari Bundanco Halir itu tampak terdiam. Keduanya terlihat berpikir, sebelum salah satu dari mereka bersuara.
"Ucapan Bung Halir mengenai kedatangan anggota kempetai itu memang benar adanya. Rencana kita untuk memberontak memang sudah tersiar di mana-mana. Kedatangan Syidokasyikan Hosino tempo hari sudah menjadi bukti nyata jikalau rencana kita sudah diketahui Nippon." Shodancho Muradi-sang pembuka pertemuan rahasia hari ini-bersuara. "Apakah mungkin rencana yang kita susun sejak September 1944 kita laksanakan malam ini, Bung Supriyadi?" Muradi kembali menatap rekan seperjuangannya.
Sosok di samping Muradi yang sedari tadi tak bersuara pun membuka mulut. "Menunggu apalagi? Penderitaan rakyat sudah sampai dipuncak dan sudah tidak tertahankan lagi."
Muradi beralih menatap dua puluh tiga orang yang sedari tadi menyimak pembicaraan mereka dengan raut muka tegas. "Bagaimana bapak-bapak beserta bung sekalian?" Ia menyangsikan kesiapan daidan lainnya.
"Mereka sudah mengetahui semuanya," timpal Shodancho Suparyono cepat. "Kalau kita memulai, mereka akan dengan sendirinya mengikuti gerakan kita. Harus ada yang mempelopori terlebih dahulu, Bung." Ia menambahi dengan bersemangat. Tak ada setitik keraguan pun tercetak di diri shodancho itu. Bahkan perkataannya terdengar begitu yakin.
Supriyadi berdehem. "Dalam perang Bratayuda, Sang Kresna memuji para kesatria yang berani mengorbankan jiwa-raganya dengan tidak menanyakan lebih dahulu, untuk apa?" Nada bicaranya dipenuhi semangat yang membara.
"Kresna, Arjuna, dan Baratayudha tidak ada hubungannya dengan pemberontakan kita, Bung." Salah seorang tentara PETA bersuara, merasakan atmosfer yang sudah mulai berubah. "Bagaimana rencana kita yang sebenarnya?" Ia menambahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLANDESTINE ( SELESAI )
Fiksi Sejarah⚠️⚠️ JANGAN LUPA FOLLOW DAN VOTE UNTUK KENYAMANAN BERSAMA ⚠️⚠️ DILARANG KERAS MEMPLAGIAT CERITA❗❗ 🏆#2 in sejarah [28 September 2022] 🏆#39 in timetravel [28 September 2022] 🏆#4 in indonesia [15 Desember 2022] 🏆#1 in sejarahindonesia [28 September...