49. | Perhatian Supriyadi

267 75 3
                                    

Happy reading!!!
❤️❤️❤️

Happy reading!!!❤️❤️❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

"MIRA?!"

Supriyadi sontak terlonjak mendengar suara Bu Melinda. Pemuda itu refleks berdiri dan berjalan mundur, membiarkan orang tua Noureen melihat keadaan buah hatinya.

"Bagaimana dia bisa pingsan? Padahal sebelum ini Mira tidak pernah pingsan sama sekali." Bu Melinda tampak panik. Tangannya sibuk mengusap-usap punggung tangan sang buah hati bermaksud memberi kehangatan.

Supriyadi terdiam. Ia tidak berani menatap mata orang tua Noureen. Dalam benaknya, pemuda itu merasa bersalah. Jika saja ia tidak bertemu Noureen saat di perpustakaan, mungkin saat ini Noureen tidak pernah pingsan karena kesedihan yang dialaminya.

Sementara Bu Melinda memperhatikan putrinya yang masih terpejam, Pak Barraq tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Pria itu berdehem. Ditatapnya Supriyadi dengan ekspresi datar. "Ikut saya sebentar."

Supriyadi tidak bersuara. Ia berjalan di belakang Pak Barraq keluar kamar. Begitu mereka sampai di ruang tengah, di dekat meja makan, barulah langkah Pak Barraq terhenti.

Pak Barraq menatap Freya dan Ishan yang berdiri di meja makan, meminta dua anaknya memasuki kamar. Ishan dan Freya yang menyadari atmosfer tidak enak dari Pak Barraq pun memasuki kamar, meninggalkan kursi meja makan yang tadinya mereka tempati.

Pak Barraq kembali menatap Supriyadi. Tangannya ia kaitkan di belakang badan. "Mira sudah tahu tentang misimu?"

Supriyadi menggeleng. "Tidak, Nour hanya tahu jika besok kami akan berpisah. Saya sama sekali tidak menceritakan misi berbahaya itu padanya. Saya tidak ingin keselamatannya terancam." Ia berucap terus terang.

Tatapan Pak Barraq menjadi luluh. Ia menghela napas. Sekarang ia mengerti, kenyataan mengenai perpisahan dengan Supriyadi membuat anaknya sampai seperti ini. Noureen sudah mencintai Supriyadi setulus hati. Pasti sulit baginya jika diminta dan diharuskan mengikhlaskan kepergian pemuda itu.

"Kau harus tetap melakukan tugasmu, Shodancho. Jangan biarkan perasaan itu menjadi halangan untukmu menunaikan kewajiban. Anakku pasti tidak akan senang saat mengetahui hubungan kalian menghalangi langkahmu mempertahankan kemerdekaan. Mira hanya belum siap. Ini hanya perkara waktu. Lambat-laun, Mira pasti bisa menerima kenyataan pahit ini."

Pak Barraq mengambil napas. Tangannya menepuk pundak Supriyadi. "Cinta itu ... memberikan kekuatan, bukannya memperjelas kelemahan."

Supriyadi tertegun. Ia tidak berani menatap mata Pak Barraq. Dalam hati ia setuju dengan perkataan ayah Noureen. Gadisnya pasti tidak akan senang jika Supriyadi memilih mundur hanya untuk mempertahankan egonya.

"Mira sudah siuman! Mira sudah siuman!"

Pekikan senang Bu Melinda membuat Pak Barraq dan Supriyadi menoleh ke arah kamar Noureen yang terbuka. Dengan segera dua pria itu memasuki kamar Noureen.

CLANDESTINE ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang