BAB 5: Pada Olahraga dan Sistem SMA

152 20 0
                                    

Esok hari, saat dunia sekolah akan dipenuhi dengan seragam olahraga dan bau keringat, sebagian besar siswa sangat antusias dalam menyambut datangnya hari itu. Seorang laki-laki menulis sesuatu di papan tulis dan memperlihatkan punggungnya yang berpostur atletis dari depan kelas. Ada beberapa jenis olahraga yang mungkin saja dilombakan saat festival olahraga, dan kelas kami sedang berusaha membaginya saat ini.

Pria berpostur tinggi yang mengemban peran sebagai ketua kelas itu mulai bertanya dari depan kelas. "Apakah ada yang ingin mengajukan diri?"

Hampir semua siswa yang merasa hebat dalam olahraga mengangkat tangan. Mereka mengajukan diri untuk mengikuti berbagai mata lomba yang sekiranya sulit untuk dilakukan oleh orang biasa. Sampai ketika ketua kelas menyadarinya, hanya aku yang belum memilih mata lomba untuk berkontribusi.

"Bas, apakah kau tidak keberatan jika harus ikut lari estafet? Maafkan aku, tapi setiap siswa dipaksa harus berpatisipasi demi memperoleh evaluasi nilai fisik." Ketua kelas bertanya padaku dengan cukup ramah sampai aku merasa sedikit tidak enak padanya.

Tentu saja, aku sadar kalau setiap siswa wajib mengikuti festival olahraga karena festival ini juga bagian dari program sekolah. Hal terburuk yang mungkin menimpa siswa tanpa kontribusi adalah dropout. Aku tidak ingin itu terjadi, maka aku harus menyatakan bahwa diriku bersedia.

"Aku tidak keberatan, tetapi biar aku katakan pada kalian satu hal sebelum kalian kecewa." Perhatian sekelas langsung terarah padaku sampai suasana kelas menjadi hening. Ekspresi mereka adalah wajar mengingat diriku hampir tidak pernah bersuara sampai sekeras ini di dalam kelas. Aku pun menyambung, "Aku sangat payah dalam olahraga dan mungkin saja akan menjadi beban. Karena itu, aku mohon maaf."

Mendadak dan tidak diduga-duga, telapak tangan yang lebar menepuk punggungku dari belakang sampai aku menjadi terkejut. Ada tawa lepas yang terdengar dilanjut suara laki-laki dengan ekspresi ramah.

"Tenang saja, ada aku yang akan menutupi kelemahanmu di estafet lari!" Dia menusukkan ibu jarinya ke tengah dada, gestur yang memvisualisasikan bahwa dirinya benar-benar percaya diri.

Ketua kelas kemudian menimpali, "Terima kasih, Roi. Kau mungkin saja harus ditempatkan di posisi terakhir untuk membalikkan keadaan." 

Laki-laki penuh keceriaan yang dipanggil Roi itu menjawab, "Tenang saja! Aku akan menyusun strategi terbaik untuk menang." Dia memamerkan ibu jarinya sekali lagi, benar-benar gestur yang hiperaktif dan menyenangkan. Hanya saja, orang sepertinya tidak mungkin bisa cocok denganku.

_____________________

Estafet lari adalah mata lomba berkelompok di mana setiap kelas akan mengirimkan perwakilan kelompok untuk bertanding. Setiap kelompok terdiri dari delapan orang dengan susunan campur antara laki-laki dan perempuan. Kelompok estafet lari yang mewakili kelas 1-A terdiri dari tujuh laki-laki dan satu perempuan. Seorang gadis yang cukup percaya diri dengan kecepatan larinya, dia adalah Sasa.

"Karena tidak ada pelajaran untuk hari ini, mari kita lakukan yang terbaik untuk berlatih!" Roi mengatakan berbagai kalimat dengan penuh semangat, seakan-akan olahraga adalah separuh dari hidupnya. Laki-laki dengan iris mata berwarna jingga itu melanjutkan kalimatnya.

"Sebagai permulaan, aku ingin mengukur kecepatan lari kalian. Jika aku sudah punya gambaran, aku mungkin bisa menyusun strategi berupa urutan ke-berapa kalian akan berlari."

Atas dasar itulah, kami berdelapan sedang meminjam lapangan basket untuk latihan berlari saat ini. Serius, tidak bisakah kita berlatih sedikit lebih sore? Siang ini sangat terik dan panas, apakah orang-orang itu tidak takut dengan matahari?

Laki-Laki Bermulut Besar dan Gadis Bermata Besar ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang