Jika ada hal bagus yang bisa aku lakukan di hari Minggu, maka itu adalah belajar. Sabtu kemarin sudah cukup sia-sia karena aku menghabiskan tujuh jam untuk berkencan. Meski aku mendapatkan waktu dua jam untuk belajar privat dengan Bas, itu masih kurang untuk mengalahkannya.
Berat untukku mengakuinya, tetapi Bas benar-benar berkompeten dalam menyelesaikan masalah di berbagai soal. Terlepas dari cara pengajarannya yang minim, metode yang dia tawarkan saat mengajariku benar-benar membantu.
Meski begitu, aku tidak boleh berpuas diri. Aku harus terus belajar, terus berlatih, dan mengalahkan Bas pada akhirnya. Setiap detik akan aku dedikasikan untuk belajar. Jika tidak bisa belajar, maka aku akan mengingat materi yang sudah dipelajari. Jika mengingat materi juga tidak mungkin, maka aku akan merencanakan cara belajar untuk selanjutnya.
"Aya, bantu Tante memasak!" Tidak terduga, pintu kamarku mendadak dibuka dari luar dan seorang wanita nampak datang dengan sebilah sodet. Dia yang mengenakan celemek dengan warna merah marun itu menyambung, "Baik itu Bas atau Aya, apakah kalian hanya akan menghabiskan hari Minggu di dalam kamar?"
"Ta-tapi, aku sedang belajar saat ini."
"Belajarnya nanti saja. Sekarang, ikut Tante untuk memasak. Anak gadis itu harus pandai masak. Memangnya, apa yang akan kau sajikan pada pacarmu nanti jika kau tidak bisa memasak?"
"Masih terlalu dini untuk membicarakan hal itu."
"Pokoknya, ikut Tante memasak!" Tetap abstain pada perintahnya, Bibi Evy meninggikan suara. Aku pun memaksakan diri untuk bangun, meninggalkan materi beserta soal latihan yang tengah aku pelajari.
________________
Mengenakan celemek merah muda dan memegang pisau, sejujurnya aku bingung tentang apa yang harus dilakukan saat berada di dapur? Apakah aku harus memulainya dari memotong sayuran? Tidak, kurasa aku harus mencucinya dulu sebelum memotong.
Banyak hal yang aku ragukan sehingga tetap membatu dan menunggu perintah. Kurang lebih, aku sepertinya kurang tahu bagaimana cara menempatkan diri dalam situasi ini. Aku pun pada akhir memutuskan untuk bertanya.
"Apa yang sebaiknya aku lakukan?"
"Ah, tolong kupas wortelnya. Setelah itu diiris bulat-bulat karena Tante ingin membuat sup."
Pada perintahnya yang sudah jelas itu, aku pun mengambil alat pengupas. Meski belum pernah menggunakan alat ini, aku tahu sebagian besar mekanisme kerjanya. Aku pun mulai menggeser pisau yang ada di alat pengupas, menyingkirkan kulit yang awalnya membungkus wortel mentah.
"Gerakan Aya sepertinya masih benar-benar kaku. Dengan ini, sepertinya Tante harus meminta Bas untuk berhenti membuat sarapan," ujar Bibi Evy sambil mengiris bawang dengan lihai. Gerakannya benar-benar efisien dan aku sedikit minder karena inferior dalam hal memasak.
"Kakak sepertinya sangat ahli dalam memasak. Apakah Tante yang mengajarinya?" tanyaku.
Sejenak, aku mendengar suara pisau yang beradu dengan talenan terhenti. Bibi Evy mengambil jarak untuk diam sebelum menjawab pertanyaanku.
Kembali mengiris bawang dengan lihai, Bibi Evy mulai menanggapi diriku dengan lembut. "Tante tidak pernah mengajarinya, tetapi Tante sering menjadi kritikus untuk masakannya."
"Kritikus?"
"Semenjak ayah kandungnya Bas meninggal, Tante harus mengambil posisi sebagai punggung keluarga. Tante bekerja dari pagi sampai sore, dan tiba di rumah saat malam hari. Em ... bagaimana bilangnya, ya? Tante sudah berangkat sebelum Bas bangun, dan Tante baru pulang saat Bas sudah tidur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Laki-Laki Bermulut Besar dan Gadis Bermata Besar ✅
Novela JuvenilSTATUS: ENDED Bas tidak pernah menyangka kalau dia dan mantan pacarnya akan menjadi saudara tiri saat SMA. Dari sekian banyak calon ayah sambung, kenapa ibunya harus memilih laki-laki yang merupakan seorang ayah dari mantan pacarnya? Meski begitu, B...