22. Mencoba Rela

17 4 0
                                    

****

Cowok dengan dengan balutan seragam dan jas almamater itu mengarahkan kameranya pada hamparan berwarna biru dengan hiasan gumpalan putih bak kapas empuk yang konon katanya punya tujuh lapisan.

Langit. Langit itu....

Namanya mirip dengan Abangnya Manda.

Apasih, Gema tidak bisa mengucapkan kalimat-kalimat puitis yang norak layaknya penulis.

Ya, karena dia bukan penulis.

Cowok itu menurunkan kameranya hingga mengarah ke depan. Kerumunan para murid SMA Dirgantara setelah pembubaran upacara beberapa detik yang lalu nampak pada kameranya. Garis wajahnya menurun tatkala melihat salah satu siswa diantara kerumunan yang beberapa kali sengaja menabrakkan diri pada siswi yang berada di depannya.

Gema melangkah cepat menghampiri dan menahan pundak siswa tadi. Siswa dengan penampilan urakan serta baju dikeluarkan itu menoleh sengit kearah Gema.

"Ada masalah apa lo?" Tanyanya nyolot.

Gema terkekeh pelan sembari mengalungkan kameranya di leher. Melirik depan dan mendapati siswi yang menjadi korban tadi menoleh ke arahnya, Gema mengangguk pelan lalu kembali menatap siswa di depannya. "Orang mah sekolah buat belajar, ya. Bukan nyari cewek nggak bersalah buat dijadiin pemuas nafsu."

"Bukan urusan lo, anjing!"

Cowok itu mengarahkan bogeman ke arahnya, namun dengan cekatan Gema menahannya dengan gerakan santai. "Otak lo tuh isinya selangkangan sama ribut doang, ya?"

"Emang gunanya mereka apalagi, hah?" Balasnya seraya terkekeh bak orang gila.

Tangannya bergerak menempeleng kepala siswa itu keras-keras. "Lebih berguna daripada modelan kaya elo, sampah."

"Ngomong apa-"

"Lo enyah atau gue laporin ke bk?" Tatapan Gema menghunus dingin, membuat siswa di depannya berdecak.

"Baperan tai."

"Gue awasin lu, ya, mulai sekarang," katanya sebelum siswa itu berlalu pergi dari hadapannya.

Gema menghela berat setelahnya. Bukan apa, tapi kadang dia malu sendiri memikirkan mengapa banyak oknum segendernya yang melakukan hal tak bermoral kepada seorang perempuan tak bersalah. Jika boleh protes, Gema hanya ingin bertanya; mengapa akibatnya harus selalu ditanggung oleh perempuan?

Apakah itu adil?

Luka mental yang mendalam, hasil dari perbuatan, dipandang buruk, mengapa semua harus ditanggung oleh pihak perempuan?

Ah, sudahlah. Memangnya kapan dunia ini adil?

Cowok itu beranjak dari tempatnya, niat ingin mengembalikan kamera ke ruang jurnalistik, namun urung karena matanya tak sengaja menangkap cewek yang tengah memarahi beberapa murid yang bukannya masuk ke dalam kelas malah nongkrong di taman.

"Masuk kelas woi! Sekolah dibayarin bukannya ngeladenin pelajaran malah ngereview perbuatan orang-orang. Kelakuan lo aja belum bener, heran."

SUARA || WinwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang