15. Pejuang dan Penguatnya.

24 4 0
                                    

Vote and commentnya yuk:(


Happy reading!

***

Farrel menyenderkan tubuhnya pada tembok depan ruangan teater sambil sesekali mengetukkan jarinya.

Klek!

Cowok itu berbalik dan bersembunyi di balik tembok kala pintu ruangan teater terbuka.

"Yakin nggak mau bareng gue aja?"

Samar-samar terdengar kekehan kecil yang membuat Farrel melirik.

"Nggak, Ta. Gue bisa sendiri kok."

Suara yang berasal dari gadis berambut panjang itu membuat sudut bibir Farrel tertarik ke atas.

Lama tak menyapanya.

Teman dari gadis itu sudah pergi, meninggalkan sosok itu sendiri di sana.

Farrel keluar dari persembunyiannya kala gadis yang menjadi alasannya menunggu berjam-jam di depan ruang teater itu beranjak dari sana.

Sepasang netra karamel itu menatap sendu punggung yang kian lama kian menjauh dari pandangannya. Kaki jenjangnya perlahan melangkah maju, memilih mengikuti dari jarak yang lumayan jauh.

Bukannya Farrel tak mau menghampiri dan meminta maaf atas apa yang ia perbuat. Itu hal gampang sebenarnya.

Hanya saja, ia cukup tau diri.

Dia yang membuat gadis itu pergi ketika gadis itu mati-matian ingin tinggal. Tak seharusnya dia memintanya untuk kembali ketika langkah itu sudah sepenuhnya berbalik darinya.

Ini hukuman untuknya. Diapit oleh rasa rindu dan menyesal. Ingin mendekat karena rindu, namun kembali dipukul mundur oleh kenyataan bahwa dia lah yang menyebabkan hal ini terjadi.

Lagipula, Alana sudah memiliki kekasih baru.

Alana tiba-tiba berbalik dengan gerakan cepat membuat Farrel yang terkejut pun mencoba mengalihkan pandangan ke arah lain. Mengambil ponsel yang ada di saku hoodie-nya dan menempelkannya pada telinga, pura-pura menelepon seseorang.

"Halo, Van."

"Makanya lo tuh jangan suka taruh kancut sembarangan. Diangkut tikus beneran, kan."

"Demen lah dia, mayan anjir buat tempat beranak."

Mata Alana menyipit, memandang aneh cowok yang tengah berjalan tanpa menoleh ke arahnya itu. Tangannya bergerak menahan tudung hoodie abu-abu milik cowok itu.

Mau tak mau Farrel berhenti, merutuk dalam hati karena kecerobohannya. Dia berbalik, mencoba untuk stay cool kembali. "Apa lo?"

Bodoh. Kok kesannya nyolot gitu, sih?

"Ngapain lo ngikutin gue?"

Farrel gelagapan. "E-enggak! Siapa juga yang ngikutin lo."

Alana melepaskan tautan telunjuknya pada tudung hoodie cowok itu. "Yaudah." Dia kembali menatap ke depan dan melanjutkan langkah.

Gitu doang?

Sumpah gitu doang?

Farrel menepuk pelan pipinya agar tersadar. Memangnya apa yang ia harapkan? Dia berbalik, ingin melangkah pergi. Namun sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Lo nggak mau jelasin apa-apa gitu?"

Farrel terbungkam. Perlahan tubuhnya berbalik, mendapati Alana yang kini menatapnya. "Lan—"

SUARA || WinwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang