20. Tawa Untuk Akhir

20 3 0
                                    

HALOOOO

Happy reading!

****

Sadar tengah diperhatikan, Manda berdehem pelan membuat Gara memalingkan wajah kearah lain. 

Selanjutnya, Gara melajukan mobilnya entah kemana tujuannya Manda tak berniat bertanya. Dia tidak tau apa yang sebenarnya terjadi hingga membuat Gara menatapnya sesendu tadi. Tapi, dia tidak mau terus-terusan jatuh di lubang yang sama. Karena rentetan peristiwa tak mengenakan yang menerpa hubungan mereka belakangan ini, mungkin sikap Gara kali ini termasuk upaya agar dia tak beranjak pergi.

Apapun itu, Manda sudah muak. Akhir-akhir ini diantara beribu tumpukan pikiran yang berada di kepalanya, terselip sebuah kalimat yang pernah diucapkan oleh Gema beberapa saat lalu.

Katanya; tidak semua kata hati harus kita ikuti. Kalau sekenanya kata hati itu tidak bisa diterima oleh logika, memangnya wajar jika terus-terusan kita ikuti? 

Entah kita sadar atau tidak, keduanya saling berkontribusi pada setiap langkah yang kita ambil. Kita tidak bisa mengandalkan satu-satunya, keduanya harus diandalkan. 

Dan untuk segalanya, Manda sudah memutuskan satu hal.

"Lo nggak mau nanya gitu, kita mau kemana?" Ujar Gara memecah keheningan.

Manda menoleh, mengamati sekitar yang ternyata bukan jalan menuju perpustakaan kota. "Lah? Nggak ke perpus?"

"Emang gue ngomong mau ngajak ke perpus?" Balasnya melirik gadis di sampingnya.

Tubuhnya melemas di kursi, meniupi poninya yang menjuntai. "Jangan-jangan lo mau nyulik gue, ya?" Katanya random hanya untuk membuat Gara yang berada di kursi kemudi tertawa pelan.

"Kalo iya gimana?" Cowok itu lagi-lagi menanggapi pertanyaannya dengan pertanyaan membuat gadis itu menoleh sambil menyipitkan matanya.

Manda berdecak sebal. "Gara, dari dulu, tuh, ya,  kalo ditanya itu dibales sama jawaban sesuai sama pertanyaan. Bukan malah nanya balik!" 

Intonasi Manda yang dibuat melembut diawal membuat Gara meredakan tawanya dan menoleh sebentar dengan raut serius yang dibuat-buat. "Kalo bisa, gue pengen banget nyulik lo sampe semua orang, semesta, Tuhan, dan...keadaan nggak tau keberadaan kita, Man. Tapi gue nggak bisa," ujarnya.

Manda menatapnya lamat, seiring dengan mobil Gara yang melambat lalu berbelok ke sebuah tempat lembab dan berpasir. Pantai. Gara terkekeh setelahnya, terlihat seperti tak serius dengan perkataannya barusan. Namun, entah kenapa dia merasa sikap Gara sedari tadi menjadi semakin aneh. Tatapan cowok itu seakan menusuk Manda tepat di bagian dada. 

Manda sering menjumpai senyum tak sampai mata milik Gema, hal itu yang membuat dirinya dapat tau keadaan cowok itu walaupun hanya sekedar keadaannya sedang baik atau buruk. Namun, Manda kali ini menyadari satu hal, dirinya tak pernah sanggup untuk menatap netra Gara sebelumnya. Dan kali ini, secara tak sengaja, Manda berhasil menatap netra itu.

Sorotnya bagai menyimpan banyak hal, tak jauh beda seperti milik Gema. Anehnya, sorot yang biasanya putih bersih itu kali ini memerah seperti menahan tangis. 

Gara menghentikan mobilnya di tanah berbatu tak jauh dari pantai. Cowok itu membuka seatbelt-nya dan keluar dari mobil meninggalkan Manda yang masih termenung akan kalimat yang barusan dia lontarkan. Jika biasanya yang tak sanggup menatap adalah Manda, kali ini adalah Gara. 

SUARA || WinwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang