Jane sekali lagi memeriksa barang-barang bawaannya. "Sudah aman," ucapnya dengan penuh percaya diri setelah memastikan dompet, ponsel, charger, laptop, serta tas make up kecil miliknya ada di dalam tas ransel yang ia bawa.
Dia ke luar kamar seraya menjinjing tas kecil berwarna cokelat, langkahnya riang saat menuju kedua orang tuanya yang tengah duduk bersantai di depan televisi.
"Mah, Pah, Jane izin hari ini mau ketemuan sama teman dulu ya." Pamit wanita cantik dengan rambut pendek sepundak yang kali ini sengaja ia tata dengan jepit rambut hingga tengkuknya terlihat jenjang. Poninya ia tata rapi sementara rambut-rambut halus yang mencuat ia biarkan begitu saja agar kesannya lebih natural.
"Kamu mau pergi jam segini, Sayang?" tanya Mama seraya melirik ke arah jam dinding yang terpatri masih menunjukkan pukul setengah enam pagi.
Jane mengangguk sembari tersenyum memperlihatkan lesung pipi miliknya, lalu berkata, "Mama tahu sendiri kan, kalau Jane berangkat lebih dari jam enam dari Buah Batu, pasti deh macet."
Mama mengelus pucuk kepala putrinya yang sudah berpakaian dengan sangat rapi, kaus putih yang dibungkus dengan blazer berwarna biru dongker dengan motif bunga yang tidak terlalu kentara karena warnanya yang samar, sementara setelan bawahannya ia memgenakan celana kulot dengan warna senada.
Sang mama mengiakan, mencium pipi chubby putrinya sebelum dia berlalu pergi mengendarai mobil matik berwarna hitam miliknya. Awalnya Jane ingin menggunakan motor saja mengingat jalanan padat Kota Bandung, tapi dia urungkan saat ingat kalau dirinya pasti akan bau asap kendaraan.Wanita dengan wangi buah yang manis itu sudah berhasil menghubungi Lemon water yang menjadi pemenang dalam ajang event menulis dari kantornya.
Awalnya dia meminta alamat untuk bisa datang berkunjung agar lebih sopan dan formal sebagaimana yang diminta oleh Rosalyn, bosnya. Tetapi, Lemon water menolak, dia beralasan sedang ada acara di salah satu hotel di kawasan Setia Budhi Bandung, acara launching dan penandatanganan buku kedua miliknya.
Jalanan tidak terlalu padat di pagi hari. Jane tidak harus berkutat dengan rasa suntuk karena harus terjebak macet sementara Lemon water menunggunya, itu sungguh tidak lucu. Untung saja dia datang tepat waktu di tempat yang sudah dijanjikan.
"Masih ada waktu, baru jam delapan lewat lima belas. Enaknya aku sarapan dulu kali ya," ucap Jane bermonolog.
Wanita itu ke luar dari dalam mobil yang sudah terparkir menuju Coffee Shop, restoran yang diperuntukkan bagi tamu dan buka dua puluh empat jam. Jane duduk pada salah satu kursi kayu rotan yang klasik bernuansa serba putih. Segera dia memesan salah satu menu yang tersedia pada pilihan Menu Breakfast.
Sembari menunggu pesanan datang, Jane menghubungi nomor baru yang sejak semalam terus saja menghubunginya.
"Halo," ucap Jane saat mendengar suara dari seberang telepon menyahuti panggilannya.
"Maaf ya, aku baru menghubungimu sekarang. Aku cuma sedang lelah dengan semua hal kemarin. Kamu tahu kan, orang tuaku mendesak agar aku segera menikah, sementara aku pacar saja belum punya, gimana mau nikah coba?" Jane menarik napas sebentar sebelum melanjutkan kalimatnya.
Wanita itu terus saja berbicara tanpa jeda sembari menuju ke arah toilet.
"Aku bingung kenapa semua orang terus-terusan tanya tentang pernikahan. Memangnya menikah itu ajang siapa cepat, apa? Seenaknya sendiri bilang perawan tua!" Nada suara Jane meninggi.
Mengingat bagaimana kemarin dia dipermalukan oleh keluarga Tante Euis, emosinya kembali tersulut, dia bahkan tidak sadar saat sebelah tangannya terangkat karena memukul udara sambil lalu, sialnya pukulan itu justru tidak sengaja mengenai seorang pelayan yang tengah membawa baki berisi pesanan.
Byur!
Sebuah minuman tumpah tepat mengenai meja yang di atasnya penuh dengan berkas, novel-novel yang menumpuk dan laptop yang sedang menyala.
Rasa panik yang tiba-tiba muncul membuat Jane semakin tidak fokus dan justru berjalan mundur dan sekali lagi berakhir dengan menabrak seorang pelayan lain yang sedang terburu-buru menuju meja tersebut sembari membawa lap dan tongkat pel.
Kaki Jane terantuk salah satu kursi dan membuatnya terjungkal menubruk sesuatu yang mengaduh tepat di bawahnya.
"Apa kamu sudah gila?" omel suara dari seorang pria yang berada di bawah Jane. Pria itu menjadi bantalan Jane saat terjatuh.
Jane yang mendarat tepat di dada pria itu buru-buru menarik diri dari tubuh pria itu, mengangkat tubuhnya dan beranjak dari pangkuan pria itu.
"Maaf, maaf, aku nggak sengaja," sesal Jane dengan wajah bersalah.
Pria asing itu menatap Jane dengan mata yang menyipit, bibirnya ditekuk, dia lalu beranjak tanpa mengatakan apapun kepada Jane.
Pria asing itu melayangkan jari telunjuknya ke arah meja dengan berkas, novel-novel dan laptop yang basah karena tumpahan air yang tadi tidak sengaja dijatuhkan oleh Jane.
"Sebaiknya kamu pikirkan apa yang harus kamu lakukan untuk semua kekacauan yang sudah kamu buat," ucapnya dengan nada dan tatapan tidak bersahabat.
Mulut Jane terkatup, dia menggigit bibir bawahnya, tangannya memilin ujung blazer yang ia kenakan. Wanita itu panik bukan main. Belum lagi dia bingung bagaimana menghadapi pria asing yang nampak sangat marah itu.
"A--aku." Suara Jane terbata-bata, kepalanya tertunduk, dia benar-benar menyesal karena sudah teledor.
"Sebelumnya, aku sungguh minta maaf ... Aku nggak sengaja, aku ...." Jane kehilangan kata-katanya.
Rasanya kedua matanya perih. Belum lagi suara-suara bisik yang terdengar dari segala penjuru menyalahkannya.
Ya Tuhan ... Kenapa semua hal nggak berjalan dengan baik, sih? Katanya dalam hati.
Dia tidak sanggup mengangkat wajahnya. Sekarang sudah banyak orang yang mulai mengerumuni dirinya. Seolah-olah dia adalah penjahat yang siap dihakimi massa.
Melihat air wajah ketakutan yang kentara di wajah Jane, pria asing itu melayangkan pandangannya ke arah orang-orang yang berkerumun.
"Kalau kalian tetap ingin mendapatkan buku dengan tanda tanganku, bisakah kalian ke luar sekarang?" ucap pria asing itu dengan nada dingin.
Tidak lama semua kerumunan itu bersih dalam sekejap mata. Zefran meminta tolong kepada pelayan untuk membantu membersihkan kekacauan yang terjadi.
"Bisa tolong bantu bersihkan di sini?" ucap pria itu kepada para pelayan yang tidak jauh dari situ.
Halo ... Terima kasih sudah mampir ke ceritaku 🥰🙏 jangan lupa dukung ceritanya ya, dengan vote bintang nya ❤️ ramaikan kolom komentar juga boleh banget ... Terima kasih banyak banyak 😘🫰
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's Get Married ✔️ (TERBIT) ‼️
RomanceBagaimana jadinya kalau pepatah "Mulutmu harimaumu" menimpa Jane wanita cantik berusia 30 tahun bermulut besar yang hobi melantur hanya untuk menutupi statusnya sebagai jomlo sejati, dari keluarganya maupun dari rekan kerjanya. "Aku sudah bilang k...