BAB 20 | Mencoba Bunuh Diri

119 25 4
                                    

"Panggilan masuk dari Kinara sampai tujuh belas kali?" Alis Jane bertaut.

Tidak bisanya Jane menjadikan mode senyap ponselnya, tapi hari itu, dia diminta oleh sang mama untuk menonaktifkan dering ponselnya dengan alasan Mama tidak ingin acara bersama calon menantunya terganggu.

Zefran masih bersama dengan keluarga besarnya di ruang tamu. Jane menyempatkan diri untuk menghubungi balik nomor Kinara, tapi nomornya tidak aktif. Tiba-tiba rasa was-was singgah dan membuat dirinya panik tanpa diminta. Tanpa pikir panjang Jane mencoba menghubungi Geni, beberapa kali dia menelepon nomor pria tampan yang cintanya bertepuk sebelah tangan, tapi masih belum ada jawaban.

"Ayo ... Angkat dong, Geni," ucap Jane seraya menggigit ibujarinya.

"Jane, Kinara masuk rumah sakit!" Suara Geni terdengar panik dari seberang telepon.

"Kok bisa? Kenapa?"

"Dia ... Dia mencoba untuk bunuh diri." Suara Geni terdengar bergetar.

"Di rumah sakit mana? Ada siapa di sana?" Tangan Jane bergetar, tubuhnya tiba-tiba lemas.

"Aku share lokasinya ya. Nggak usah ngebut. Kamu tenang saja, ada aku yang jaga Kina di sini." Geni berusaha untuk tetap tenang, dia tahu kalau dia sama paniknya, maka Jane pasti akan semakin kalut.

Segera setelah Jane mendapatkan lokasi rumah sakit tempat Kinara dirawat, dia izin kepada keluarganya untuk menjenguk Kinara. Tentu saja keluarganya mengizinkan Jane, dengan syarat kalau Zefran harus mengantarnya.

"Kami pamit," ucap Jane seraya melambaikan tangannya kearah keluarga besar yang melepaskan kepergiannya ke tempat Kinara.

"Kinara kenapa di rawat?" Tanya Zefran membunuh kesunyian dalam perjalanan menuju Semarang.

"Kinara, dia ... Dia mencoba bunuh diri, Arter," ucap Jane dengan mata berkaca-kaca.

Mendengar jawaban kekasihnya membuat Zefran kehilangan kata untuk berbicara lebih jauh. Keduanya kembali ditemani sepi. Jane bahkan tidak tahu alasan sebenarnya kenapa Kinara berhenti dari kantor dua Minggu lalu. Sahabatnya itu hanya pamit katanya ibunya sedang sakit keras dan memintanya untuk merawat ibunya, mengingat kalau Kinara adalah anak semata wayang di keluarganya.

"Apa mungkin alasan Kinara bukan ibunya yang sakit," gumam Jane, dia memaksa ingatannya kembali pada hari dimana Kinara berpamitan di kantor untuk berhenti kerja.

"Apa mungkin terjadi sesuatu antara Kinara dan tunangannya?" Jane bermonolog.

"Sudah jangan overtaking, aku yakin semua akan kembali normal. Kurasa hal yang paling dibutuhkan oleh Kinara saat ini adalah doa, Jane," ucap Zefran sambil berkonsentrasi pada jalanan di depannya.

"Kamu benar, Arter." Jane segera diam, dia memosisikan dirinya untuk berdoa kepada Tuhan untuk kesembuhan Kinara yang tengah terbaring pada ranjang dingin rumah sakit.

Di tempat lain, di salah satu rumah sakit di Semarang, seorang pria bertubuh jangkung terlihat bercucuran keringat di dahinya, tatapannya kosong melihat ke arah ruang dimana Kinara sedang mendapatkan tindakan dari dokter.

Geni memijat kepalanya yang terasa nyut-nyutan, dalam benaknya berkeliaran adegan di rumah berukuran besar bergaya lawas. Geni berlarian untuk sampai ke depan pintu rumah itu. Saat tangannya mengetuk pintu rumah, seorang pria dengan wajah penuh dengan bewok keluar dengan luapan amarah yang kentara di wajahnya. Matanya melotot, urat-urat menonjol di wajahnya, rambut keritingnya menambah kesan angker pada wajah pria itu.

"Dasar bajingan gila! Jangan pernah kembali lagi ke sini!" pekik seorang wanita paruh baya dengan sebuah pisau yang ia acungkan ke arah pria berpenampilan preman pasar yang baru saja keluar dari rumah seraya menabrak tubuh Geni.

Let's Get Married ✔️ (TERBIT) ‼️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang