BAB 24 | Lamaran?

105 28 2
                                    

Jane tidak pernah menyangka kalau semua bualannya menjadi kenyataan, pria yang menjadi orang dalam kebohongan yang ia ciptakan sebagai kekasihnya pun pada akhirnya benar-benar menjadi kekasih sungguhan. Jane tahu betul, kalau semua hal yang didasari oleh sebuah kebohongan pada akhirnya tidak akan berhasil lama, semua akan terkuak juga pada akhirnya.

Untuk itu, Jane bermaksud mengutarakan semuanya kepada mereka. Saat hari dimana kedua orang tuanya terlihat santai di ruang keluarga, saat sang mentari masih malu-malu naik ke peraduannya, Jane menghamburkan diri ke dalam dekapan hangat sang Mama dan Papa, wanita bergaun tidur bergambar bunga daisi itu menitikkan air mata, dengan berat hati dia harus mengakui semua sandiwara yang ia ciptakan untuk membuat Mama dan papanya tidak lagi mendesak untuk segera menikah.

"Maafkan Jane, Mah, Pah," akunya, menyesali semua kebohongan yang telah ia lakukan.

Wajah sang papa terlihat begitu kecewa, sang mama bahkan jatuh pingsan. Wanita paruh baya itu begitu mendambakan putri semata wayangnya benar-benar bisa lepas dari julukan perawan tua yang disematkan oleh keluarga mereka. Setidaknya sang mama hanya ingin agar putri cantinya itu hidup normal seperti para wanita berumur kebanyakan. Bahkan banyak di luar sana yang secara usia berbeda jauh di bawah Jane tetapi sudah berkeluarga dan memiliki momongan. Sementara putrinya sama sekali cuek, dan cenderung mengalihkan perhatiannya pada pekerjaan dan pencapaian yang sedang dia daki, perlahan-lahan.

Papa segera menggotong tubuh Mama yang tergeletak begitu saja di lantai kamar Jane. Segera Papa menghubungi salah seorang saudara yang kebetulan bekerja sebagai seorang tenaga medis di salah satu rumah sakit swasta di Kota Kembang.

"Tenang saja, Om Bagus, Tante akan segera pulih kok," ucap seorang wanita cantik berseragam putih khas dokter. Wanita itu baru saja memeriksa kondisi tubuh Mama Jane, dia bahkan dengan cekatan memberikan cairan vitamin lewat suntikan pada tubuh wanita paruh baya yang masih terpejam di atas kasur tidur yang terlihat nyaman.

Baik Jane dan juga papanya sama-sama mengembuskan napas lega. Wanita cantik berseragam dokter itu mengatakan kalau Mama Jane hanya kelelahan, terlalu stress dan hanya butuh istirahat. Dia juga berkata, "Kalau bisa, jangan buat beban pikiran Tante semakin bertambah," ujarnya yang segera diiakan dengan anggukan kepala Jane dan papanya.

"Terima kasih, Jasmine," ucap sang papa, dia lalu melirik ke arah Jane.

"Tuh dengerin, jangan buat Mama kepikiran," kata Papa seraya menatap tajam ke arah putri semata wayangnya.

Setelah kepergian Jasmine, Jane mengakui satu hal lain dari bualannya. "Mah, Pah, tentang masalah kalau Jane pernah berbohong kalau Arter adalah pacar Jane, itu dulu, saat kalian masih saja mendesak Jane untuk segera memamerkan calon kepada keluarga kita," ucap Jane merasa kesal saat ingat desakan demi desakan dari keluarganya.

"Tapi, saat ini, Arter sungguhan adalah pacar Jane. Pria yang sebentar lagi menikah dengan Jane, Pah, Mah," ucap Jane dengan mata berkaca-kaca, tangannya masih saja menggenggam tangan sang mama yang tergeletak lemah.

"Percaya sama Jane, Pah, Mah ... Kalau bukan kalian, siapa lagi orang yang mendukung dan percaya kepada Jane." Wanita berambut pendek sepundak itu menitikkan air matanya.

Papa mengusap lembut rambut Jane. Pria yang rambutnya sudah mulai terlihat banyak warna putih itu tersenyum, dia lalu berkata, "Kapan kami pernah meragukan kamu, Sayang? Bahkan, saat kamu berbohong pun, kami percaya kan, hm?"

Jane mendekap erat tubuh sang papa seraya mengucapkan permintaan maaf lagi dan lagi, sampai akhirnya Mama mulai terjaga dari pingsannya.

"Jadi, kamu dan Arter resmi mau menikah kan, Sayang?" tanya sang mama, suaranya terdengar begitu lemah.

Let's Get Married ✔️ (TERBIT) ‼️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang