005| Narrow

275 58 8
                                    

From u

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

From u

Di sabtu sore kegiatan Jimin memang tidak begitu padat, untuk itulah Jimin bisa menjemput Saehan di kampusnya. Oke, Jimin akan koreksi. sebenarnya Jimin malas untuk hal ini. Tapi, ini semua atas suruhan Kim Joohan —calon ayah mertuanya itu menyuruh untuk lebih sering berinteraksi dengan Saehan. Jadi dengan malas-malasan Jimin pacu gas sepelan mungkin, sengaja biar terlambat, agar gadis itu menunggu dan kesal di sana.

Anggaplah ini masa pendekatan mereka sebelum tanggal pernikahan ditetapkan, tuan Kim sebenarnya banyak menyuruh Jimin untuk sering-sering bertemu Saehan. Tetapi, Jimin terlalu pintar memberi alasan untuk bolos sejauh ini, dia bilang sibuk, sedang di luar kota, ini, itu, dan masih banyak alasan-alasan Jimin. Namun tentu Jimin tidak selalu bisa seperti itu. Ada kalanya Jimin mengiyakan. Sampai akhirnya hari ini dia menjemput Saehan di kampus, berbekal alamat yang sudah tuan Kim Joohan bilang. Memang betul adanya, Jimin teramat malas untuk ini, jadi dia menjemput Saehan karena terpaksa, bukan karena memang punya waktu luang.

Sebenarnya, Jimin punya banyak waktu luang.
Dia akan benar-benar sibuk jika dia dapat seorang klien, apalagi jika menjelang persidangan. Jimin lebih banyak mengambil kasus-kasus ringan. Waktu antara kesibukan dan lenggangnya punya proporsi yang cukup, dan selama ini, Jimin menikmati proses pekerjaanya.

Jimin hidup dalam ketenangan sekarang ini, dia mencintai pekerjaanya, dia punya tabungan yang cukup, punya waktu istirahat yang cukup dan teman-teman yang cukup. Semuanya dalam porsi yang cukup. Tetapi, dengan seenaknya perempuan Kim itu datang dengan porsi gegatis dalam hidupnya. Hari-harinya jadi sempit,  Saehan banyak menyita ruang di dalam pikirannya, itu buat Jimin merasa pengap.

Tekanan mental yang diterima Jimin sewaktu kecil, bukannya mudah untuk dilalui. Umurnya masih rentan kala dia mengisolasi diri, Jimin menutup semua akses dunia luarnya, termasuk menutup diri pada keluarga paman dan bibinya. Bisa dikatakan itulah fase terberat dalam hidupnya. Saat awal-awal Jimin diadopsi oleh paman dan bibinya, hati Jimin memanglah masih sempit. Dia masih belum terima kehadiran orang tua baru, karena Jimin belum melupakan bagaimana keluarga kandungnya berakhir tragis. Namun, seiring berjalannya waktu, Reika lahir dan tekanan yang Jimin pikul secara ajaib perlahan terasa ringan. Melihat Reika yang mungil dan dia berada di tengah-tengah keluarga yang hangat, Jimin akhirnya tersadar bahwa dia cuma perlu melepaskan beban, supaya dia bisa kembali menyambung hidup.

Sekarang, Jimin telah jauh dari rasa sakit. Karena cita-citanya telah tergapai, dan dia juga memiliki keluarga baru yang harmonis. Ibu Juhee yang hangat, ayah Daehyun yang rajin dan Reika yang tingginya mentok 150 cm. Jimin menyayangi mereka bertiga, lebih dari nyawanya sendiri. Untuk itu, Jimin rela lakukan apa saja, termasuk menikahi Saehan yang moralnya rusak.

Masih begitu terekam jelas dalam bilik otaknya bagaimana ibu Juhee membagikan ayam gratis pada seluruh pelanggan di restoran mereka sebagai perayaan atas diterimanya Jimin di kantor hukum kala itu, rasanya baru kemarin juga Jimin melihat ayah Daehyun menggendong Reika yang masih bayi. Ah, betapa sayangnya Jimin pada keluarga ini. Semuanya selalu terasa baru dan hangat.

From U [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang