025| Prisoner

235 52 4
                                    


From U

•••


Jimin adalah seorang yang taat pada peraturan lalu lintas, Hansol rekan sejawatnya di kantor firma hukum pun tahu betul akan hal itu, Jimin hampir tidak pernah menerobos lampu merah walau dalam keadaan mabuk sekalipun. Tapi, pengecualian untuk kali ini, lampu merah tak akan bisa menghambat dirinya menuju kantor polisi untuk perkembangan kasus hilangnya sang istri, Jimin tiba 30 menit kemudian setelah menerima panggilan.

Jimin berhadapan dengan seorang ketua tim satress kejahatan sekarang, sebagai seorang pengacara Jimin tahu jika suatu kasus telah ditangani oleh tim khusus, maka kemungkinan terbesarnya kasusnya adalah hal yang serius. "Kau pasti tidak akan mengiranya," kata si ketua tim.

"Bisa langsung saja?" Jimin mengetuk-ngetuk kakinya tidak sabar di bawah meja.

Si ketua tim terkekeh menanggapi itu, kemudian seorang pemuda masuk ke ruangan mereka dengan membawa dua cangkir kopi yang masih mengepul. "Ini salah satu anggota timku, dia seorang IT di tim kami, kemampuanya sangat berguna pada kasus istrimu." Si ketua tim memperkenalkan salah satu anggotanya yang baru saja datang seraya menyodorkan kopinya pada Jimin.

Jimin hanya membungkuk samar saat itu, lantas dilihatnya pemuda yang barusan diperkenalkan pamit undur diri setelah membalas salamnya. "Hyung, bisa langsung saja? Aku tidak butuh kopi."

Jimin mendesah sambil sandarkan punggungnya pada kursi, dia menatap Goo Namjoon yang sejak lama telah dikenalnya. Dulu sebelum gelar sebagai ketua tim satress kejahatan menyandangnya, Namjoon adalah seorang senior di Universitas yang Jimin masuki, di beberapa kesempatan pada masa lampau Jimin pernah beberapakali berdiskusi dengan pria itu mengenai kuliah—IQ Namjoon yang mencapai 148 itu terkenal di kalangan pada junior, termasuk Jimin yang kala itu kesulitan melewati kuliahnya, berbekal IQ yang luar biasa, tidak mengherankan Namjoon bisa mencapai posisinya sekarang.

"Baiklah, mari langsung saja." Namjoon menyalakan komputer di mejanya. "Kupikir kau sudah tumbuh jadi bocah yang lebih penyabar."

"Hyung harus menikah kalau ingin tau rasanya kehilangan istri." Jimin menyeletuk.

"Sudah, aku duda beranak 1, istriku hilang diambil pria lain. Puas?" Namjoon berujar dan Jimin membalasnya dengan gelak tawa.

Tapi, sedetik kemudian gelak tawa itu luntur. Jimin mengutuk dirinya sendiri kenapa sebuah tawa bisa meluncur pada momen-momen seperti ini? Tak seharusnya Jimin tertawa hanya karena sebuah perjumpaan dengan teman lama. Akhir-akhir ini sejak hilangnya Saehan, makanannya tidak enak, tidurnya tidak nyenyak, lantas tawa pun seolah jadi hal tabu.

"Jim, aku mengerti perasaanmu." Namjoon peka oleh resam Jimin yang murung. "Untuk itu, aku meminta kasus ini diserahkan pada timku. Kasus hilangnya istrimu memiliki perkembangan, kuharap kau siap mendengar hal ini."

Jimin menaikan wajahnya usai Namjoon berujar demikian. "Aku siap."

"Taksi yang hilang itu ditemukan tepat di mana terakhir kali di parkir. Seolah-olah dia sedang meledek polisi, itulah yang kupikirkan." Namjoon menggeser arah monitornya pada Jimin, dia menunjuk satu gambar sebuah taksi.

"Kamera dashboardnya?! Itu yang terpenting!" kalimat spontan yang keluar dari Jimin begitu Namjoon selesai bicara.

"Kosong tanpa memori. IT sudah berusaha melacaknya menggunakan GPS, tapi eror. Kusimpulkan satu hal, bahwa orang ini cukup memahami teknologi, mungkin bisa disebut sebagai peretas." Namjoon melipat tanganya.

From U [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang