028| If [Epilog]

388 59 18
                                    

FROM U • EPILOG

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

FROM U • EPILOG

Saehan selalu berharap semua hal buruk yang menimpa hidupnya adalah mimpi, layaknya bunga tidur yang tidak memiliki arti lalu terlupakan seiring bergantinya hari. Sayangnya hal-hal buruk itu selalu saja nyata dan tanpa bisa Saehan tepis justru hal buruk itulah yang membuatnya jadi wanita sekuat ini. Yah, selama Jimin masih hidup dan mereka masih tinggal di bawah atap yang sama, Saehan yakin apa pun yang menimpa kehidupan mereka dia bisa dengan mudah melaluinya.

Meski tidak bisa dipungkiri bahwa tragedi penembakan itu adalah hal yang paling sulit Jimin lupakan atau mungkin sama sekali tidak bisa. Tubuh Jimin pulih dengan cepat karena menerima perawatan yang super teliti, tepatnya ketika tubuh Chris menerima pemakamannya Jimin mulai siuman. Namun, sejak hari itu Jimin tidak pernah lagi tidur dengan nyenyak.

Bahkan hingga hari ini.

Saehan merasakan guncangan pada ranjangnya, dia terusik lantas pelan-pelan membuka mata dan saat itulah dia tidak menemukan sosok suaminya di mana pun. Ini sudah biasa, setiap malam Jimin akan terbangun untuk merokok di balkon, pria itu menghabiskan sepanjang malam di sana dengan bayang-bayang masa lalu di kepalanya.

Kali ini, Saehan tidak membiarkan Jimin meratapinya sendirian, maka setelah dia menyibak selimut dan meraih sandal rumah di bawah kasurnya Saehan menyusul Jimin ke balkon.

Udara malam langsung menghunus kulit Saehan saat dia menggeser jendela kaca yang menghubungkannya ke teras balkon. Di sana, ditemuinya Jimin sedang berdiri di dekat pembatas-pria itu bergeming membelanginya-mungkin tidak sadar akan kedatangan Saehan, Jimin sedang mengisap sebatang rokok sambil membiarkan cahaya bulan menyirami tubuhnya.

Dengan langkah tanpa suara serta gerakan yang selembut sutra Saehan mengulurkan tangannya untuk memeluk perut Jimin, pria itu sempat bereaksi dengan menoleh sedetik ke arah belakang di mana kini Saehan sedang menempelkan wajahnya di punggung Jimin. Lantas dengan hati yang menghangat, Jimin membalas pelukan itu dengan mengusap-usap punggung tangan Saehan di perutnya.

"Kenapa menyusul?"

Sambil mencari-cari posisi yang nyaman Saehan menjawab. "Tidak bisa tidur, rasanya seperti jadi janda." Saehan sempat tertawa. "Kurang belaian, tiap malam tidur sendirian."

Jimin menyusul dengan tawa ringan, mematikan api rokoknya dan menarik tubuh Saehan untuk dipeluknya dari depan. Sambil mendekap tubuh Saehan yang harum, Jimin memikirkan kalimat istrinya itu barusan. Sejak saat itu, mereka memang jarang melakukan hubungan intim, sesekali pernah itu pun kalau-kalau dirinya sangat butuh perhatian dan sentuhan, Saehan akan selalu siap melayaninya kapan pun Jimin ingin hal itu, tapi Jimin egois, karena setiap kali Saehan membutuhkan sentuhannya, dia selalu kosong karena menghabiskan waktunya di teras balkon.

From U [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang