3.Bertemu lagi

199 138 40
                                    

Happy Reading

Sial aku terlambat bangun, aku segera pergi ke kamar mandi, menggosok gigiku dan membasuh wajahku, disaat seperti ini mandi tak diperlukan

Aku mengancing kemejaku asal, mengambil tas dan menuruni anak tangga. Pemandangan pertama yang kulihat adalah bunda yang tengah berkutat di dapur

"Bunda kenapa tidak bangunin Abra" rengek ku, sebenarnya aku bukan tipe anak mami hanya saja aku suka saat bermanja dengan bunda

"Bunda sengaja nggak bangunin kamu, kalau kamu dibangunin bunda terus, kapan kamu mau mandiri hm" bunda mencubit pangkal hidungku gemas

"Tau ah" rajukku dan mencomot satu potong roti bakar yang baru menyembul dari alat pemanggang, suhu panas menjalar di tubuhku tapi ku hiraukan lalu meneguk seteguk susu yang bunda siapkan

"Bunda Abra berangkat!"

"Ya hati hati!"

Aku beranjak menaiki bus yang sudah ku yakini sudah penuh penumpangnya. Aku terpaksa harus menaiki bus karena sepeda matic ku yang masih di servis di bengkel, jarak rumahku dengan kampus juga tak terlalu jauh. Hanya butuh satu pemberhentian ketika menaiki bus, dan akan menghabiskan waktu sekitar 15 menit

Aku takut tak ada kursi kosong untuk ditempati tapi untung saja dugaan burukku tak benar terjadi, masih ada satu kursi kosong yang tersisa. Jadi aku tak harus berdiri di sepanjang perjalanan. Aku bersyukur akan hal itu

Langkahku dengan sendirinya terhenti, keningku berkerut berusaha memutar memori otakku kala melihat satu orang yang duduk disamping kursi kosong itu. Wajahnya tak tampak asing.

Buku tebal itu...

Wajah datar itu....

Ah, dia gadis sombong itu

Huftt. Dunia memang sesempit itu

Aku menghela napas. Lebih baik daripada harus berdiri.

Gadis itu tampak tak terusik dengan keberadaan ku, aku juga tak peduli. Tapi entah dorongan darimana aku ingin menyapanya

"Hai" sapaku berusaha ramah. Dia menoleh sebentar lalu melanjutkan bacaannya

"Berangkat ke kampus?" tanyaku

"Ya"

"Universitas mana?"

"Palapa"

"Wah kita sama! Jurusan apa?" tanyaku dengan nada sedikit menggebu. Entahlah mendengar jawabannya membuatku sedikit antusias. Hah itu memang sifatku

"Jangan terlalu kepo"

"Pelit sekali, semester berapa?"

"Empat"

"Kau seniorku! Perkenalkan aku Abra, mahasiswa jurusan administrasi bisnis semester dua!" seruku semangat, hah itu memang sudah refleks padahal niat awalnya aku ingin bersikap dingin dan cuek

"Tak ada yang bertanya" jawabnya sembari membalik halaman novel yang ia baca

Aku mencibir "Pedas sekali"

Aku melirik novel tebalnya itu. Apa yang menarik dari buku setebal itu? Aku pikir itu hanya menceritakan tentang kisah romansa dua orang atau tentang kisah sedih hidup sang tokoh yang berakhir dengan perpisahan seperti kematian, benar-benar tidak bermanfaat

"Kenapa kau senang sekali membaca buku?"

"Bukan urusanmu" jawabannya singkat sekali

"Apa yang menarik dari buku tebalmu itu?"

Dia menatapku jengkel "Aku bilang itu bukan urusanmu" lalu kembali melihat kalimat-kalimat yang berjejer dibukunya itu

Aku menarik bukunya hingga menjauh dari wajahnya "Hey lihatlah dunia" aku menunjukkan pemandangan jalan kota yang silih berganti melalui jendela bus

"Duniamu ada disini bukan di buku itu"

Dia menatapku semakin kesal, tanpa berkata dia kembali mendekatkan buku yang sudah kujauhkan darinya

Sangat tidak asik

Aku menyerah, kenapa para gadis selalu keras kepala? Apalagi dia yang duduk disampingku

Lagi atmosfer di dekatnya terasa sangat canggung, aku meliriknya sesekali yang begitu mengacuhkanku, aku menarik nafas dalam. Oke tidak apa-apa untuk memulai percakapan sekali lagi

"Siapa namamu?"

"..."

Dia tidak menjawab. Akh dasar sialan!

"Kenapa kau senang sekali mengacuhkan orang? Hey kuberi tahu ya hidup bukan cuman soal individual tapi juga sosial!"

"Aku tau" akhirnya dia membuka mulutnya

"Jadi siapa namamu?" oke ini terdengar sedikit memaksa, namanya memang tidak penting hanya saja aku tak bisa mengendalikan mulutku yang senang sekali berbicara

Dia memutar bola matanya malas "Jangan terlalu ingin tahu. Curiosity killed the cat"

Aku menaikkan satu alisku mendengar penuturannya "Tapi kupikir kucing yang punya rasa penasaran itu impossible" benar bukan? kucing tidak memiliki rasa penasaran

"Satu hal lagi, aku bukan seekor kucing"

"Keras kepala sekali"

-⚘


Aku menghela napas lega mendengar kabar bahwa dosen yang mengajar belum datang

"Tumben sekali telat" pertanyan pertama yang menyambutku saat aku baru saja mendaratkan bokongku di bangku kayu itu. Fika pelakunya. Dia temanku, kami berteman sejak awal masa maba

"Masih untung dosennya juga telat!" itu Dito yang menyahut. Kita sudah berteman sejak kelas 2 sma

"Telat bangun" jawabku

"Dasar!" Fika menggelengkan kepalanya

Aku meletakkan kepala ku diatas meja. Masih pagi dan aku sudah merasa malas, aku mengantuk. Kalian pernah mendengar kata 'semakin sulit maka semakin membuat penasaran' dan itulah yang kurasa saat ini. Siapa sebenarnya gadis itu. Dia sombong dan juga menyebalkan. Seperti membangun dinding besar yang ia buat untuk menutup dirinya dari orang lain.

Dugh!

Aku terbagun dari lipatan tanganku, menatap jengkel Dito yang memukul kepala belakangku dengan kertas yang digulung, tidak sakit tapi membuat terkejut

"Udah telat, malah males-malean pas sampe kelas"

"Jahat lu babi" sahutku

Fika memperhatikan kami sedari tadi dengan tertawa "Kesambet lu Fik ketawa-ketawa?" sarkas ku, tidak kok itu hanya bercanda

"Yaelah, pedes amat omongan lu. Ketawa itu ibadah asal kalian semua tau"

"Senyum" koreksi Dito yang entah sejak kapan malah fokus mencatat, entah mencatat apa

"Yaelah senyum sama ketawa sama aja kan"

"Beda monyet"

"Yaelah sama babi"

"Serah si anjing"

Oke, kalian jangan kaget sama temen-temenku yang toxic tapi mereka baik kok, pertengkaran mereka terus berlanjut sampai dosen datang, hal itu membuatku kesal karena gak bisa tidur






Tbc♡

EvanescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang