Kami sampai di minimarket, Fika mengambil beberapa snack dan minuman kaleng. Dia hanya diam tak membuka suara sampai kita tiba di kasir dan melakukan pembayaran
"Fik gue rasa lo harus bilang perasaan lo ke Dito"
"Lu tau kan Dito itu terlalu fokus kuliah, gue gak mau ngerusak fokusnya"
"Lo jangan sampai nyesel kalo Dito suka sama perempuan lain"
Fika berhenti ia berjinjit memegang bahuku "Gue gak mau Bra!"
Aku mengusak rambut Fika membuatnya berantakan dan angin malam semakin membuatnya berantakan "Lebih baik nyesel karena ditolak, lo sendirikan yang bilang lo gak mau cuman sekedar teman"
"Tapi kalo perasaan ini membuat pertemanan kita renggang gimana? lo sendirikan yang bilang kalau ada seseorang yang suka sama lo, lo bakal menjauh darinya. Gue gak mau Dito menjauh dari gue karena dia gak punya perasaan yang sama dengan apa yang gue miliki"
Aku melepas genggaman Fika pada kedua bahuku, dan menaruh kedua tanganku pada bahunya "Maka lo harus membuat Dito memilikinya"
"Lagipula itu gue bukan Dito, gak bisa disamain"
Fika melirik tanganku pada bahunya kemudian ia tersenyum dan mengangguk mantap
"Lo ganteng Bra"
Aku mengerti Fika selalu memujiku saat ia berterima kasih padaku "Memang"
"Tapi sayang gak menarik"
Aku menatap sinis Fika "Gue emang gak bawa tali"
"Lo selalu bisa membuat semua orang nyaman ada didekat lo, gue bersyukur punya teman seperti lo"
"Baru kali ini lo sadar bahwa gue sebegitu berharganya?" Fika menutup kedua telinganya dan tak menghiraukanku, dia berlari dan tersenyum jahil
"Gue harap percintaan lo mulus kek muka gue Bra!"
-⚘
"Terimakasih udah bantu kerjain tugas kelompok kami" Olva mengangguk "Terimakasih sudah cukup sadar diri dan mau nganterin gue pulang"
Aku memaksa menarik kedua sudut bibirku "Sama-sama"
Olva menguap lalu bersiap menutup pagar rumahnya, ia menatapku sebentar dengan sinis "Pergi lo dari rumah gue"
Aku kembali memaksakan menarik kedua sudut bibirku "Gak ada juga yang mau lama-lama disini" tepat setelah mengatakan itu pagar rumah Olva ditutup sempurna
Aku menghela nafas dan menaiki motorku, sebelum memakai helm aku melirik rumah Keyra dan betapa terkejutnya ketika salah satu lampu kamar rumah itu menyala. Aku memakai helmku dengan segera dan mengendarai motorku menuju rumah Keyra
Menekan belnya berkali-kali dan tak sabaran
"KEYRA KAMU DI DALEM KAN?" teriakku
"KEYRA KAMU DI DALEM KAN?"
Lama dan tak ada yang menyahut
"Kenapa kamu hilang begitu saja.., hiks!"
Pagar rumah Keyra terbuka dan menampilkan sosok wanita paruh baya yang masih terlihat cantik "Ada apa? kenapa kamu teriak-teriak di depan rumah saya?"
Aku memandang wanita itu sebentar, dia mirip dengan Keyra, aku yakin wanita itu adalah ibu Keyra
"Keyranya ada tante?"
Beliau mengamatiku dari atas hingga bawah "Kamu siapa? kenapa mencari keyra?"
"Saya temannya Keyra" wanita itu tampak sedikit terkejut
"Kamu jangan berbohong Keyra tak pernah menceritakan memiliki teman seperti kamu"
"Saya bisa bertemu dengan Keyra tante?"
"Keyra tidak ada dirumah"
"Saya mohon tante.., saya ingin sekali bertemu Keyra.."
Wanita itu mengelus bahuku sebentar dan tersenyum "Besok pagi kamu kesini ya, kita jenguk Keyra"
Keesokan harinya tepat pukul 7.00 pagi aku pergi ke rumah Keyra, disana sudah ada ibu Keyra yang menungguku
Awalnya aku bingung ketika bu Lisa-ibu Keyra mengajakku ke rumah sakit, sebenarnya Keyra sakit apa? pertanyaan itu yang saat ini mengelilingi benakku
"Keyra sakit apa tante?" aku tak sanggup untuk tak menahan menanyakan hal itu
"Nanti kamu lihat sendiri ya" bu Lisa memalingkan wajahnya "Keyra sudah lebih dari 3 tahun menahan penyakitnya"
Aku mengikuti langkah bu Lisa untuk menuju ruang dimana Keyra dirawat, dan kami berhenti di kamar bernomor 89. Bu Lisa melirikku sebentar lalu membuka perlahan pintu kamar itu
"Bunda Keyra-"
Ucapannya terhenti ketika melihatku ada di dalam ruang yang sama dengannya. Aku dapat melihat tatapan terkejutnya, bola matanya yang membesar, tak lama liquid bening menumpuk disana
Aku masih berdiri diambang pintu, apa dia benar Keyra yang aku temui 3 bulan lalu? yang saat ini di depanku adalah sosok gadis yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan kursi roda tergeletak di sampingnya
Wajahnya sangat pucat, rambutnya yang indah terlihat sangat tipis, luka memar menghias hampir seluruh kulit pucatnya, dan infus tertancap di pergelangan tangannya
"Abra..." bibirnya yang pucat memanggil namaku
Kakiku berjalan mendekat untuk memastikan apa dia benar-benar Keyra, bau obat-obatan merasuk memenuhi indra penciumanku
"Kenapa kamu disini?"
Pendegarakanku tak menghiraukan pertanyaannya, pandanganku masih tertuju pada satu arah, pada sosok itu. Hingga tanpa sadar tanganku sudah dapat meraihnya wajahnya, kutangkup wajah kecilnya yang tirus
"Keyra..."
-⚘
"Keyra itu cenderung memiliki rahasia dan pemalu, tapi kupikir dia orang yang kuat dan emosional, dan juga dia orang yang penyayang"
Dito hanya mengangguk mendengarkanku yang sedang menggambarkan Keyra yang ada dalam pikiranku
"Gue gak nyangka teman SMA gue bisa jatuh cinta secepat itu pada seseorang"
Aku tertawa, setiap orang pasti bisa jatuh cinta bukan itu hak setiap orang, tapi lucu kenapa aku bisa secepat itu menyukai seseorang. Aku memandang bintang yang bertaburan di langit malam
"Keyra pernah bilang semesta sedang menghukumnya, tapi aku tidak mengerti hukuman apa yang sedang semesta berikan?"
•
•
•
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent
RomanceBulan september, dimana hujan dengan habis-habisnya menghampiri negara Indonesia, di halte bus Abra bertemu seorang gadis yang tampak terjebak hujan sepertinya Gadis dengan buku tebal ditangannya -----❀ "Semesta sedang menghukumku, dan aku sedang me...