2. Blurry Heart

176 37 8
                                    

Semua terlalu tiba-tiba. Bahkan mungkin kata syok tidak cukup untuk menjelaskan apa yang dirasa So Eun. Diam dalam keterpanaan, hanya itu yang bisa dilakukan gadis itu sekarang.

Min Seok pun tergagap saat mau melanjutkan ucapannya. "M-m-aksudku...b-b-begini... Ah, Myung Soo, bantu aku."

Myung Soo yang sedari tadi sibuk dengan ponsel, akhirnya bersuara. "Maksudnya pacar pura-pura, agar Haraboji tidak memaksanya untuk kencan buta."

"Hah?" Tetap saja So Eun kehilangan kemampuan berpikirnya saat ini.

"Iya, itu maksudku."

"Dalam jangka waktu tertentu saja. Sekarang Min Seok Hyung harus fokus untuk pameran tunggalnya yang juga akan digelar di luar negeri. Ini tidak mudah jadi tak bisa diganggu dengan perkara kencan buta. Tapi Haraboji tak mau mengerti, dia baru akan diam kalau Hyung memperkenalkan kekasih padanya," ucap Myung Soo lagi dengan begitu lancarnya.

So Eun mengepalkan tangan, entah kenapa tapi ada kemarahan yang bertalu-talu di dadanya. Ia berdiri lalu melangkah tanpa mengucap sepatah kata pun.

"So Eun, kenapa pergi?" Min Seok bingung, ditepuknya lengan Myung Soo. "Apa dia marah?"

"Kenapa tidak berbasa-basi dulu dengannya? Aku juga jadi langsung bicara to the point, 'kan," keluh Myung Soo.

"Aku gugup. Heol, bagaimana bisa, aku, seorang Kim Min Seok begitu gugup dan tak tahu harus bicara apa?"

"Biasa juga seperti itu."

Min Seok terdiam sejenak. "Benar. Selama ini aku hanya bicara sedikit depan publik karena meski sudah berusaha menghapal apa yang harus dikatakan, tetap tak bisa terdengar alami. Kau lebih lihai dan sudah sangat terbiasa menuturkan sesuatu meski ada kebohongan di dalamnya. Seharusnya sejak awal kuserahkan ini padamu, kenapa aku bicara langsung dengan So Eun dan mengacau?"

Myung Soo mengepalkan tangan. "Jika maksudmu adalah soal narasiku terhadap lukisan, itu kebenaran."

"Tapi tetap saja ada ... ah, kenapa aku menyebut soal ini? Kembali ke So Eun, bagaimana sekarang, dia sepertinya marah."

"Mau bagaimana lagi? Tugasku untuk membujuknya, 'kan?"

"Adikku, kau sungguh pahlawan dalam kehidupanku. Pergilah untuk membujuknya, biar aku yang membayar tagihan makanan ini."

Myung Soo tak tahu apakah So Eun langsung pulang atau pergi ke suatu tempat. Panggilan teleponnya tak dijawab. Alhasil, Myung Soo hanya berkendara pelan menyusuri jalanan tanpa tahu hendak menuju kemana. Mencoba ke rumahnya dirasa tak mungkin, sungguh tak leluasa berbicara di sana karena So Eun tinggal bersama paman dan bibi beserta anak mereka. Sampai akhirnya Myung Soo terpikir untuk kembali ke studio. Meski kemungkinan kecil So Eun ada di sini karena nyaris bisa dipastikan gadis itu pun marah padanya tetapi Myung Soo tak mengabaikan kemungkinan tersebut.

Sejumput dugaannya ternyata tak meleset, dalam keremangan cahaya bulan yang menyusup lewat kaca jendela, Myung Soo melihat So Eun duduk di atas sofa dengan kedua tangan menyilang di dada. "Rupanya kau di sini," ucapnya sembari menyalakan lampu. Tak lupa ia juga menutup tirai jendela.

"Kau dan kakakmu, tak ada ketulusan dalam berteman denganku. Aku hanya semacam objek yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Orang kaya dimana-mana sama saja, memandang rendah orang di bawah mereka."

"Haraboji, Min Seok Hyung, dan Min Ji. Aku tumbuh besar bersama mereka, aku tak pernah punya teman sampai bertemu denganmu. Rasanya seperti mimpi bisa menjalin pertemanan tapi itu nyata adanya. Sama halnya dengan ketulusanku, itu bukan kepalsuan. Terserah kalau kau tidak percaya, aku tak bisa memaksa. Sekarang, kembali pada masalah Hyung, kami hanya mau meminta pertolonganmu," kata Myung Soo sambil duduk di kursi kerjanya.

Between the Lies [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang