Masih terlalu pagi ketika So Eun keluar dari kamarnya. Suasana rumah pun masih sepi, hanya suara-suara di dapur yang menghangatkan. Bibinya memang paling awal terjaga untuk memasak. Dilangkahkannya kaki menuju dapur dan serta merta So Eun memeluk bibinya dari belakang. "Imo..."
Se Wan terkejut, ini bukan kebiasaan So Eun. "Kau mengigau? Jalan sambil tidur?"
"Berawal dari penasaran, aku sengaja cari masalah dengannya, siapa tahu dapat sedikit perhatiannya. Tak cukup dengan itu, aku terus mengganggunya agar menjalin pertemanan. Begitulah awalnya. Seiring waktu, aku benar-benar berteman dengannya, melihatnya tersenyum dan tertawa."
"Lalu?"
"Kukira, dia hanya sulit untuk bergaul. Tapi, begitu dalam memaknai pertemanan kami bahkan menganggapku berharga, jadi kepikiran dia mungkin punya masalah yang sangat rumit."
"Rupanya kau mendengarkan obrolan kami semalam. Jujur saja, aku tak tahu harus bagaimana. Tapi yang jelas, aku makin mencemaskanmu."
"Kenapa?"
"Jika benar dia menghadapi sesuatu yang pelik, bukankah kau bisa saja terseret? Dia bilang akan melindungimu apapun yang terjadi. Aku mungkin berlebihan, tapi kalimat itu menyiratkan kalau dia memang menghadapi sesuatu yang tidak mudah."
"Justru aku mesti berada di sisinya."
"So Eun-ah ..."
"Imo, jangan memintaku untuk menjadi egois. Yang kubutuhkan adalah dukungan darimu."
Air mata Se Wan menitik begitu saja. "Aku melewati begitu banyak kesulitan. Jadi yang kuinginkan sederhana saja, hidup berkecukupan dan damai seperti ini. Sebisa mungkin tak bersinggungan dengan orang-orang kelas atas."
"Tapi ... dia hanyalah seorang Kim Myung Soo bagiku."
Se Wan menghela napas. "Aigoo, kau membasahi bajuku." Dilepasnya tautan tangan So Eun yang melingkari pinggangnya. Se Wan berbalik memeluk So Eun. "jangan menangis, nanti aku dimarahi ibumu."
So Eun malah makin tergugu.
"Geurae, menangislah sampai lega." Untuk beberapa saat, Se Wan membiarkan So Eun menangis seraya mengusap-usap punggungnya. Setelah dirasa tenang, barulah ia berucap lagi, "kecemasanku beralasan, tapi tak semestinya aku mengabaikan hatimu. Bagaimanapun, kau berhak memilih jalan yang kau inginkan. Dia pasti sosok berharga juga bagimu, dan aku akan percaya padanya."
Pelukan hangat dan kata-kata dukungan tersebut menenangkan So Eun. Setidaknya, kini ia hanya tinggal fokus saja pada Myung Soo tanpa harus menghadapi omelan bibinya lagi.
"Sudah selesai menangisnya? Sekarang, biarkan aku memasak dengan tenang, oke?"
So Eun mengangguk.
"Siapa tahu, masalah peliknya sudah selesai. Selama ini tanpa kau sadari, sudah memberinya kekuatan serta dukungan. Tinggal berharap, keluarganya tidak mempermasalahkan hubungannya denganmu. Berteman juga merupakan sebuah hubungan, 'kan?"
So Eun tersenyum pias. "Kadang, ada kalanya Myung Soo terlihat seperti sosok yang tidak kukenal. Entah mengapa, merasa ada sesuatu yang tidak kuketahui dan dia tak mau membaginya."
"Setiap orang bukankah punya rahasia? Tapi, dia tampak baik-baik saja, jadi bisa saja apapun masalah yang ada, sudah berhasil diatasinya."
"Kuharap begitu. Tapi, aku juga takut. Imo, sebenarnya aku takut kalau Myung Soo mesti menuruti semua yang diperintahkan keluarganya. Bagaimanapun juga, dia berhutang budi pada mereka."
"Lihatlah dirimu, punya ketakutan juga, 'kan? Tapi terus saja dekat dengannya. Kalau aku, berpikir pendek saja. Sebelum ditinggalkan atau apapun itu, maka jadilah pihak yang pergi lebih dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Between the Lies [Completed]
Fiksi PenggemarDi antara larik-larik elegi dusta yang menyelubungi kehidupan Myung Soo, ada gelak tawa, derai suka cita dan cinta yang bukan lagi ilusi. Namun, Myung Soo baru tergerak untuk merengkuh semua itu ketika keluarga angkatnya mulai mengusik satu-satunya...