"Tolong lepaskan," ucap So Eun yang sempat mematung sesaat.
"Pelukan sebagai teman pun kau enggan, So Eun?"
"Mianhae." So Eun bukannya tak punya hati hingga tak bisa berempati dan memberikan penghiburan untuk Min Seok, namun lelaki itu memeluknya sambil menyatakan perasaan. Pelukan sebagai teman, itu jelas omong kosong belaka.
Terasa So Eun mendorongnya, Min Seok pun melepaskan gadis itu dari pelukannya. "Setidaknya, kasihanilah aku."
"Kau terbiasa mendapatkan apapun yang diinginkan, apa aku juga mesti menuruti egomu itu?"
"Rasa kasihan, tak ada juga? Sejahat itu aku di matamu?"
"Iba, tentu saja ada. Tapi, kau gunakan kisah pedihmu untuk menarik hatiku. Aku tak bisa memenuhi itu. Jika memang kau sendiri muak, maka sudahilah semuanya dan bukalah lembaran baru. Pikirkan apa yang ingin kau lakukan—"
"Bersamamu! Itulah lembaran baru yang kuinginkan," potong Min Seok cepat.
"Kumohon jangan libatkan aku."
"Karena Myung Soo, 'kan? Kau tahu So Eun, beberapa kali aku bertanya memastikan hubungan kalian padanya. Hanya teman apanya? Ah, mengesalkan." Min Seok memijiti kepalanya, sebenarnya ia mulai merasa pusing, badannya pun sedikit menggigil.
So Eun menyadari ada yang tak beres, apalagi kini Min Seok bersin-bersin.
"Sepertinya aku kedinginan."
So Eun pun mengajak Min Seok ke teras, ia sendiri masuk untuk membuat teh. "Tak tahu dia di sini dari jam berapa, kalau sakit bagaimana?" Meski cemas, So Eun tetap menggerutu.
"Suruh saja masuk. Sini, biar aku yang buatkan minuman. Kubuatkan teh jahe, dan ajak dia makan pagi sekalian."
"Imo..."
"Aku tak akan bertanya apa-apa padanya."
"Dia terus saja bersin, sebaiknya suruh masuk," timpal Ji Sang yang sedang membaca surat kabar.
Mau tak mau So Eun menurut, dan Min Seok tampak senang ketika dipersilakan masuk.
"Maaf, merepotkan pagi-pagi." Min Seok membungkuk hormat.Ji Sang melipat koran yang dibacanya. "Duduklah. Aku Park Ji Sang, pamannya So Eun. Tak tahu hal penting apa sampai kau mencari keponakanku pagi-pagi sekali. Yang jelas, kami tak bisa mengabaikan tamu begitu saja."
"Ini tehnya, hangatkan tubuhmu." Se Wan memberikan teh jahe pada Min Seok. "Aku Kim Se Wan, bibinya So Eun."
"Ah, iya, senang bertemu dan berkenalan dengan kalian. Terima kasih banyak untuk tehnya." Min Seok langsung menyeruput teh, kehangatan menjalari tubuhnya. Memberi sedikit efek tenang. Namun, tak lama kesalnya terbit lagi saat So Eun bersuara.
"Aku sudah menelepon Myung Soo, dia akan datang menjemputmu."
Min Seok tak ingin membuat keributan, akhirnya hanya mengangguk.
Suasana sedikit canggung sampai Ji Hu keluar dari kamar lalu melihat Min Seok. "Omo, Pelukis Kim? Bagaimana bisa kau ada di sini? Ada apa ini?" Lalu Diliriknya So Eun. "Eonni, apa ada ka—"
So Eun mendelik tajam dan memberi kode agar Ji Hu tutup mulut.
Namun Min Seok balas menyapa dengan akrab, membuat kedua orangtua Ji Hu mengernyit dan akhirnya pertanyaan pun meluncur dari bibir Se Wan.
"Saat tadi Ji Hu menyapa, kukira dia mengenalimu karena kau orang terkenal, tapi tampaknya kau mengenal putriku juga. Benar seperti itu?""Ah, iya. Pernah bertemu. Aku bahkan masih punya hutang janji pada Ji Hu untuk melanjutkan tur di gedung Woosung Artpreneur."
Ji Hu buru-buru memberi penjelasan lanjutan, "Saat aku ulang tahun, Pelukis Kim memberi hadiah berupa tur di Woosung."
KAMU SEDANG MEMBACA
Between the Lies [Completed]
Fiksi PenggemarDi antara larik-larik elegi dusta yang menyelubungi kehidupan Myung Soo, ada gelak tawa, derai suka cita dan cinta yang bukan lagi ilusi. Namun, Myung Soo baru tergerak untuk merengkuh semua itu ketika keluarga angkatnya mulai mengusik satu-satunya...