Berbagi pelukan hangat dengan seseorang yang begitu berarti, tak hanya memberikan rasa nyaman, melainkan juga kekuatan. Itulah yang membuat So Eun menerabas keraguannya dan memunculkan keberanian untuk menyelami hati Myung Soo sedikit lebih dalam.
"Perasaanku baik sekali saat ini, apakah kau juga, Myung Soo?"
"Hmm." Myung Soo mengeratkan dekapannya, "sebentar lagi, ya."
Tentu saja So Eun tak keberatan. "Setelah ini, aku mau bertanya padamu."
Beberapa menit kemudian baru Myung Soo merespon, seraya menyudahi pelukan. "Mau tanya apa?"
"Dalam wawancara itu dan saat mengobrol dengan paman dan bibiku, kau menyebut soal bertahan hidup, menemukan jati diri, memahami eksistensi diri. Sesulit apa sebenarnya hidupmu di Woosung? Apa Tuan Kim Han Seok menekan dan menuntut kesempurnaan darimu agar uang yang sudah dia keluarkan tidak sia-sia?"
"Sesulit apapun, aku sudah menyanggupinya. Hanya saja, aku tak selalu kuat. Ada kalanya aku terpuruk dan menyesali keputusan. Terima kasih sudah datang dan merecoki hidupku."
So Eun tersenyum tipis. "Tak lama setelah merayakan 100 hari pertemanan dengan kue yang salah, kau bilang mau menekuni fotografi. Apakah momen di hari itu adalah titik baliknya? Kalau diingat-ingat, saat aku menemukanmu di atap sekolah waktu itu ... wajahmu sangat muram. Ah, aku tak tahu apakah muram merupakan kata yang tepat, pokoknya auranya sangat gelap."
"Kau benar, waktu itu rasanya mau mati saja."
"Kau tahu, Myung Soo, aku sangat lega kau bisa tersenyum dan tertawa sampai-sampai aku tak mau bertanya apa penyebab kesedihanmu selama ini. Aku takut kau sedih lagi."
"Aku sudah bisa mengatasinya. Dalam artian tak lagi berpikir untuk mati, meski belum terlepas dari masalah. Berkat dirimu."
So Eun menyikut Myung Soo. "Sudahlah, jadi canggung."
Myung Soo hanya terkekeh.
"Tapi, ada hal lain yang mau kutanyakan. Pernahkah kau terpikir bagaimana kita nanti? Sepuluh atau dua puluh tahun yang akan datang, pokoknya di masa yang akan datang."
Myung Soo terdiam sejenak sebelum menjawab. "Selama ini tak berani memikirkannya. Aku bertahan hari demi hari, tanpa menyematkan harapan tentang kita."
"Eh?" So Eun cukup terkejut, karena tak seperti dirinya yang sempat memiliki harapan ketika dirinya menyadari sudah jatuh cinta pada Myung Soo. "Dia tak ada perasaan lebih dari teman?" Batinnya.
"Jangan salah paham, aku hanya merasa tidak layak."
So Eun lebih kaget lagi. "Myung Soo, pikiran macam apa itu?"
"Tapi aku berubah pikiran sekarang. Jika merasa tidak layak, maka harus memperbaiki diri." Myung Soo lalu melanjutkan ucapannya dalam hati, "jika ada bahagia yang nyata, kenapa harus bertahan dalam hidup penuh kepalsuan?"
"Apa yang kau maksud dengan tidak layak? Tidakkah kau terlalu rendah memandang dirimu sendiri?"
Myung Soo menatap So Eun. "Begitulah. Kau pernah bilang kalau aku menukar harga diriku dengan kemewahan."
"Ya ampun, Myung Soo, waktu itu aku sedang marah padamu. Mianhae."
"Tak perlu minta maaf, karena itu kenyataannya. Aku tunduk dan patuh, benar-benar menjadi abdi setia Woosung. Bahkan memintamu untuk bersandiwara dengan Min Seok Hyung. Itu kebodohan terbesarku, aku sangat pengecut. Sekarang, aku ingin memperbaikinya. Entah kenapa, perasaanku sangat tidak enak dan aku mesti menghentikan Hyung sebelum semua menjadi lebih rumit." Myung Soo menghela napas panjang, tatapannya kini lurus ke arah danau yang permukaannya berkilau memantulkan cahaya lampu-lampu. "Aku yang harusnya meminta maaf padamu, So Eun."
![](https://img.wattpad.com/cover/324728296-288-k229708.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Between the Lies [Completed]
Fiksi PenggemarDi antara larik-larik elegi dusta yang menyelubungi kehidupan Myung Soo, ada gelak tawa, derai suka cita dan cinta yang bukan lagi ilusi. Namun, Myung Soo baru tergerak untuk merengkuh semua itu ketika keluarga angkatnya mulai mengusik satu-satunya...