Bab 6

78 14 0
                                    

Setelah mendengar penuturan Mario beberapa jam yang lalu, Jennie tak bisa memejamkan matanya sama sekali meski kini waktu telah lewat tengah malam. Ia gelisah, bingung dan berbagai perasaan bercampur di hatinya.

"Itulah yang terjadi pada saya. Saya tahu ini pasti mengejutkan kamu, kamu juga mungkin mersa jijik pada saya saat ini. Dan alasan saya menceritakan ini semua karena saya tak ingin menutupi apapun dari kamu, Jennie. Sejak kamu menjadi mahasiswi bimbingan saya, perhatian saya selalu tertuju ke kamu. Selama beberapa bulan terakhir saya memastikan perasaan saya, dan saya yakin kalau saya menyukai kamu, Jennie. Saya sadar betul dengan kondisi saya, saya tidak akan memaksakan apapun pada kamu. Tapi, saya harap kamu mau memberikan saya jawaban, apapun itu akan saya terima."

Kalimat Mario terus berputar dikepalanya, membuat Jennie berulang kali menghela nafas panjang. Kepalanya terasa pening dan dadanya terasa sesak, ia ingin menangis.

Tok tok tok!

Seseorang mengetuk pintu kamarnya, kening Jennie mengerut. Siapa yang datang di jam segini? Pikirnya.

"Jen, ini Irene. Udah tidur belum?" kata seseorang diluar sana

Jennie bergegas membukakan pintu, seorang gadis berkacamata tengah berdiri disana dengan beberapa buah buku ditangannya, rambutnya diikat sanggul asal.

"udah mimpi nih, mau nginep?" jawab Jennie sambil terkekeh

Gadis yang menyebut dirinya Irene masuk begitu saja meski tak dipersilahkan si tuan rumah, Jennie hanya menggeleng kemudian kembali menutup pintu dan menguncinya.

"tadi sore aku kesini, kamu gak ada. Kemana?" tanya Irene, ia mendudukan dirinya di tepi ranjang

"hmm, abis jalan. Baru balik jam 9 tadi" jawab Jennie tak semangat, Irene menatapnya lamat

"kamu kenapa?" tanya Irene

Jennie tak menjawab pertanyaan Irene, ia hanya menggeleng pelan kemudian memeluk sahabatnya itu dan menangis di bahunya. Irene terdiam, ia tidak mengerti namun tetap berusaha menenangkan gadis itu dengan mengelus punggungnya lembut.

"it's okay, you can tell me when you're ready" lirih Irene lembut, Jennie mengangguk pelan dalam pelukan gadis itu.

Jennie terbangun sendirian di kamarnya, ia mengedar pandangan kemudian melirik jam dinding. Waktu menunjukkan pukul 10 pagi, ia memang tidur cukup larut ditambah menangis di pelukan Irene selama satu jam penuh sehingga matanya cukup bengkak saat ini. Ia beranjak dari tempat tidurnya kemudian mengaduh karena menginjak sesuatu, ia menundukkan kepala kemudian mendapati sebuah kunci dengan gantungan aksesori berbentuk bulu babi. Pantas saja telapak kakinya terasa sakit.

Ia mengambil kunci itu kemudian menemukan secarik kertas post-it

aku ada bimbingan pagi, pintu aku kunci dari luar. awas nginjek bulu babi! Wkwkwk – Queen Irene ^_^

itulah isi pesannya, Jennie terkekeh geli. Irene hanya datang untuk mengerjakan skripsi di kamarnya, entah anak itu sempat tidur atau tidak. Karena Jennie tak memiliki jadwal hari ini, ia berencana untuk mengunjungi kediaman kakaknya siang nanti. Banyak hal yang harus ia tanyakan.

Jennie tiba di rumah sang kakak bersamaan dengan seorang wanita yang baru saja turun dari mobilnya, seorang wanita dewasa berambut pirang mengenakan setelan formal dan menenteng sebuah tas kerja di tangannya. Wanita itu adalah Roseanne Wiles, istri kakaknya.

"mbak Oci? Tumben udah pulang jam segini?" tanya Jennie sambil melirik arlojinya

"loh Jennie? Tumben juga kamu kesini dek?" Rose balik bertanya

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang