chapter 2

151 13 0
                                    

"Arthit!" Shiena melambaikan tangan saat Arthit baru saja memasuki pintu mall tempat mereka akan bertemu.

Arthit menghampiri Shiena dan gadis itu langsung memeluknya erat, "Sudah lama sekali ya, Arthit!"

"Gimana kabarmu Shiena?"

"Baik, tidak disangka aku betah tinggal disini. Padahal awalnya aku sempat ragu saat ditempatkan kerja di tempat jauh."

"Syukurlah."

"Yaudah, cari makan yuk. Mall disini memang ga sebesar mall di kota, tapi makanan disini ga kalah enak."

Sudah lama Arthit tidak bertemu Shiena. Setelah lulus dari universitas, Shiena langsung ditempatkan berkerja di tempat yang jauh dan tidak pernah bertemu lagi sejak itu. Saat Arthit mendapat tugas pergi ke kota ini, dia langsung teringat akan Shiena dan mengajaknya untuk bertemu.

Arthit dan Shiena berjalan menyusuri mall, mereka menuju sebuah restoran yang direkomendasikan Shiena, makanan disini ternyata memang enak. Energi Arthit langsung terisi kembali setelah seharian lelah bekerja.

Selesai makan, Shiena meminta Arthit untuk menemani membeli kado untuk temanya, Arthit hanya mengangguk dan menemaninya.

Sampai mereka melewati sebuah toko kue, kue red velvet yang dipajang di etalase menarik perhatian Shiena. Gadis itu menarik Arthit masuk padahal mereka baru saja selesai makan. "Selalu ada ruang di perutku untuk dessert." Katanya.

"... Iya, percaya ga? Emang nyebelin banget kan dia?!" Ocehan Shiena terputus saat pelayan datang membawakan pesanan,

"Permisi kak. Pesananya."

"Terimakasih." Jawab Shiena tanpa menoleh pada pelayan tersebut.

"Entah gimana lagi supaya buat dia percaya, aku bingung.."

Setelah pelayan itu datang, jujur Arthit sudah tidak mendengarkan ocehan Shiena.

Pandanganya tertuju pada seorang bocah yang berjalan dibelakang pelayan itu, awalnya Arthit pikir bocah itu datang bersama pelayan, namun saat pelayan itu pergi, bocah itu masih berdiam ditempat; disamping meja makan yang mereka tempati.

Shiena sepertinya tidak menyadari keberadaan bocah ini karena dia masih sibuk mengoceh, begitupun dengan si bocah yang sepertinya juga tidak sadar kemana kaki mungil dia melangkah.

Arthit mengikuti arah pandangan si bocah yang terlihat berbinar, ternyata bocah itu memerhatikan kue red velvet yang baru saja disajikan. Lucunya.

Arthit tidak melihat orang dewasa di sekitar anak itu, apa anak ini tersesat karena mengikuti kue nya?

Arthit hanya terkekeh.

"Hei! Apanya yang lucu?! Aku lagi kesal ini!"

"Maaf Shiena, sebenarnya aku sudah tidak fokus pada ceritamu. Kau tidak sadar ada orang lain di meja ini selain kita?"

Shiena mengikuti arah pandangan Arthit dan sedikit terkejut saat mendapati seorang anak kecil berdiri disampingnya. Anak ini terlihat lucu dengan mata yang bulat, pipi gembul juga boneka kelinci putih yang didekapnya.

Shiena yang mengatakan dirinya kesal pun kini berubah menjadi sumringah saat melihat anak itu yang pandanganya tidak pernah lepas dari si kue.

"Adek.." Shiena menepuk pundak bocah itu pelan. Karena sentuhan itu, si bocah tersadar dan mulai melirik kanan-kiri; mungkin mencari keberadaan orangtuanya.

"Adek dateng sama siapa? Mama nya mana?" Tanya Shiena,

"Tante, itu kue nya punya tante?" Si bocah tidak menjawab pertanyaan Shiena, perhatianya ternyata belum terlepas dari si kue, Arthit masih terkekeh melihat tingkah lucunya.

"Iya.. kamu mau?" Tanya Arthit.

Anak itu mengangguk antusias. Shiena memotong kue dengan porsi kecil dan menyuapi anak itu lembut.

"Emmh.. enak!"

Anak itu tersenyum lebar saat mulai merasakan rasa dari kuenya. Senyumnya membuat lesung pipi miliknya muncul. Tanpa sadar Arthit menjulurkan tanganya, berniat menyentuh pipi anak itu saat seseorang tiba-tiba datang dan menggendong si bocah.

"Arka.. jangan pergi sembarangan. Nanti kalau tersesat bagaimana? Gabaik juga jadi menganggu Tantenya."

Suara itu.. Arthit tidak berani melirik orang yang punya suara. Wajahnya menunduk. Mungkin dia salah dengar, mungkin itu hanya orang lain yang punya suara mirip dengan dia.

"Papa! Arka mau kue yang dipesan Tante itu!"

Papa.. jadi dia papa dari anak itu. Syukurlah, semoga secepatnya ibu dari anak itu datang agar prasangka Arthit terbukti salah.

"Maafkan kami. Biarkan saya ganti kue nya, ya?"

Sial! Kenapa suaranya sangat mirip dengan dia? Nada bicaranya pun mirip. Arthit mulai merasa tidak nyaman, dia ingin sekali menatap wajah orang didepanya tapi kepalanya terasa sangat berat.

"Oh.. tidak usah. Tadi saya sendiri kok yang menawarkan adeknya buat makan."

"Aduh saya jadi tidak enak."

Sial! Kenapa ibu dari anak itu tidak datang juga?

"Gapapa. Adeknya lucu, saya ga keberatan kok. Malah saya ingin menawarkan untuk membelikan dia kue juga."

"Tidak usah Mbak. Terima kasih banyak."

Sial! Sial! Sepertinya dugaan Arthit benar. Arthit tidak akan lupa suara orang yang dulu selalu dia dengar setiap hari, selalu menganggunya setiap hari, suara orang yang sangat dia benci- namun juga sangat dia rindukan.

Dengan berani Arthit mulai mengangkat wajahnya dan melihat si pemilik suara,

"Kong.." Panggilnya, Arthit sedikit terkejut mendengar suaranya sendiri, tidak disangka dia mengatakan apa yang ada di pikiranya.

Ternyata benar dugaanya. Orang yang dipanggil kini mengalihkan perhatianya pada Arthit.

Saat bola mata mereka bertemu, Arthit tidak tahu bagaimana harus mendeskripsikan perasaanya. Dia merasa sangat senang, rindunya amat sangat, namun rasa kesal dan marah pun tidak kalah besarnya.

Anak yang kini dalam pangkuan Kongpob.. anak yang baru saja bercengkrama denganya.. siapa namanya tadi? Ah Arka.. iya Arka.. apa dia..

"Eh? Kalian saling kenal?" Tanya Shiena membuat kedua pria melepas pandangan dari satu sama lain.

"Papa kenal sama Paman ini?"

Anak ini.. apa mungkin anak ini..

Arthit baru saja akan membuka mulutnya saat perkataan Kongpob selanjutnya membuatnya bungkam.

"Engga sayang, Papa ga kenal."

Perkataanya sungguh membuat hati Arthit teriris. Setelah apa yang mereka lakukan selama ini? Setelah orang itu membuat hidupnya tidak karuan?

Kau dengan mudah mengatakan tidak mengenalku, Kongpob?

"Kalau begitu kami permisi dulu. Maaf sekali lagi menganggu makan kalian."

Kongpob dan Arka pergi. Mereka sungguh pergi. Mereka meninggalkan Arthit, lagi.

Tapi dipikir lagi.. bukankah ini yang Arthit inginkan? Harusnya Arthit senang, bukan? Tapi kenapa yang dia rasakan justru sebaliknya?

Jadi.. apa sekarang Kongpob membencinya? Dia pasti membencinya, setelah apa yang terjadi tidak mungkin Kongpob tidak membencinya.

Tanpa sadar bulir air mata menetes dari ujung mata Arthit.

REMORSEWhere stories live. Discover now